Bendera Putih Jenderal Goliath
- Banjir Ambarita| Papua
VIVA.co.id - Pelarian dan persembunyian bertahun-tahun dari hutan ke hutan sang pemberontak kini usai sudah. Lewat perwakilannya pada Senin 23 Maret 2015, secara mengejutkan, Jenderal Goliath Tabuni, panglima tertinggi Organisasi Papua Merdeka (OPM), mengaku menyerah.
Mereka mengaku ingin turun gunung dan berbaur layaknya kehidupan tenteram masyarakat Papua di tengah kota. Sepertinya keletihan diburu dan dikucilkan serta dicap jelek sebagai kelompok pemberontak membuat mereka berubah sikap.
Dalam permintaannya, Goliath mengaku hanya ingin dibuatkan Honai, rumah kayu beratap kerucut yang terbuat dari jerami dan ilalang serta satu pos Komando Daerah Militer di daerah mereka di Tingginambut.
"Kami akan berusaha memenuhi permintaan untuk membangun rumah adat, tapi untuk markas Koramil akan dipertimbangkan lebih dulu," kata Kepala Staf TNI Angkatan Darat, Jenderal Gatot Nurmantyo, Selasa, 24 Maret 2015.
Sinyal damai Goliath ini memang patut diapresiasi. Apalagi, sejarah telah mencatat sudah berapa nyawa dan konflik yang lahir dari kelompok separatis ini dengan pihak keamanan di negeri Cendrawasih.
Keputusan sang jenderal jelas akan membuat pengaruh besar bagi situasi keamanan di Papua. Apalagi, Goliath mundur dengan membawa serta 23 pasukan dan keluarganya.
Tentu, manuver ini sedikit membuat pergerakan gerombolan separatis cukup terhenyak. Sebab, sang jenderal harus diakui sudah menjadi figur panutan para pengikut yang selama sekian tahun ini sudah ikut bersembunyi di hutan-hutan.
Secara historis, sebagai organisasi yang lahir sejak tahun 1965, OPM selalu mendoktrin kepada pengikutnya bahwa mereka tidak memiliki hubungan sejarah dengan Indonesia ataupun negara lainnya di Asia.
Apalagi, negeri Papua pada tahun 1969 resmi dimasukkan ke Indonesia karena ada perjanjian antara Belanda dengan Indonesia. Sebab itu, mereka beranggapan bahwa memasukkan Papua ke dalam NKRI tak lebih hanya sebagai penyerahan dari satu penjajah ke penjajah lainnya.
Tak Lagi Perang?
Sejauh ini, pemerintah Indonesia mengaku sinyal damai yang digulirkan Goliath akan ditindaklanjuti. Permintaan Honai dari kelompok separatis ini dan mendudukkan mereka layaknya warga biasa akan dipenuhi.
Namun apakah ini akan meredam aksi pemberontakan dan kekerasan di Papua? Hal ini patut diwaspadai.
Sebab, pasca munculnya pernyataan Jenderal tertinggi OPM atas penyerahan dirinya, justru mengkristalisasi semangat para separatis lain untuk berusaha lebih keras memperjuangkan kemerdekaan mereka di Papua.
Isyarat ini dilontarkan oleh Panglima Revolusioner Papua Merdeka Puron Wenda. Dalam pernyataannya melalui sambungan telepon seluler, Puron menyebut bahwa keputusan Goliath adalah keputusan pribadi bukan secara kelembagaan.
Dengan kata lain, semangat dan perjuangan pengikutnya tak akan pernah pudar hanya karena mundurnya Goliath dari garis perjuangan OPM di Papua. "Kalau Goliat menyerah itu oknum masing-masing. Kami tidak akan menyerah dan akan terus berjuang untuk kemerdekaan Papua," ujar Puron.
Puron tak menampik, bila sinyal kemunduran Goliath dari perjuangan untuk Papua merdeka sudah mulai muncul selama beberapa tahun ke belakang. Dalam beberapa kali pertikaian yang muncul antara OPM dan pihak keamanan, Goliath terlihat tak begitu reaktif.
"Kami yang selama ini beraksi di lapangan, saya juga dulu yang baku tembak di Puncak Jaya. Baru kemudian saya pindah ke Lany Jaya, sedangkan Goliat tidak pernah," kata Puron.
Menurut Puron, gerakan separatis mereka murni untuk memperjuangkan nasib rakyat di Papua. Ketertindasan yang dialami rakyat Papua hingga berpuluh-puluh tahun telah membakar dendam mereka.
Sebab itu, sekalipun mereka ditawar dengan iming-iming sesuatu, baik itu uang ataupun jabatan, kelompok ini memastikan akan menolaknya. "Kamu orang Indonesia saja berjuang untuk merdeka. (Apakah) kami tidak bisa merdeka sendiri kah? Papua harus tentukan nasib sendiri, harus merdeka. Sekalipun ditawari dengan kedudukan, uang atau apapun kami tidak mau. Merdeka boleh," ujar Puron.
OPM Terbelah?
Terlepas dari itu, konsistensi gerakan ini pasca mundurnya Goliath dari perjuangan pemberontakan, memang cukup membuat terpukul OPM. Keretakan tersirat muncul dari pernyataan Puron.
Jika sebelumnya ia menyebut Goliath memang sudah banyak mengurangi pergerakannya, Puron kemudian juga memunculkan pernyataan yang mengisyaratkan perihal tak jelasnya struktur organisasi di OPM.
Menurut panglima revolusioner di wilayah Liny Jaya itu, status ke-Jenderal-an yang disematkan kepada Goliath, belum diakui oleh seluruh anggota separatis yang tersebar di Papua.
Apalagi, selama beberapa tahun ini Goliath tak terlihat begitu maksimal dalam memperjuangkan mimpi mereka untuk mendapatkan status Papua Merdeka. "Goliat itu merasa sudah merdeka, sehingga gunakan pangkat jenderal. Kalau kami masih berjuang sehingga gunakan panglima revolusioner, nanti kalau sudah merdeka baru atur mengenai pangkat, itu yang benar," ujar Puron.
Lantas, sejauh mana pemerintah Indonesia memanfaatkan momentum mundrunya sang Jenderal Goliath, sebagai titik masuk pembersihan seluruh aktivitas kekerasan dan pemberontakan di ngeri Cendrawasih? Sejauh ini, belum ada sikap resmi dari TNI akan hal ini.
TNI hanya akan berjanji untuk memenuhi keinginan para pemberontak untuk menikmati hidup nyaman di tanah mereka sendiri. "Nanti akan dibicarakan lebih lanjut. Yang jelas, kami sementara akan upayakn untuk memenuhi keinginan mereka untuk mendapatkan Honai. Kalau soal Koramil, harus dipertimbangkan lebih lanjut," ujar Jenderal Gatot. (ren)