Perlukah Polisi di Bawah Kementerian

Kapolri Sutarman Pimpin Upacara HUT POLRI ke 68
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVAnews - Wacana menempatkan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) di bawah kementerian kembali mencuat. Kali ini, wacana lawas itu dihidupkan kembali oleh Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu. Dia mengusulkan agar Polri berada di bawah kementerian, bukan lagi langsung di bawah presiden.

Usulan ini muncul seiring dengan maraknya bentrokan yang terjadi antara Polri dan TNI. Belum lama ini, dua kali aksi bentrok terjadi antara anggota Satuan Brimob Polda Kepulauan Riau dengan anggota Yonif 134 Tuah Sakti di Batam. Dua kali bentrokan yang terjadi dipicu kesalahpahaman dan hal sepele. [Baca: ]

Ryamizard mengusulkan agar Polri ditempatkan di bawah kementerian, seperti halnya TNI. Meski presiden sebagai pemegang komando tertinggi TNI, namun terkait kebijakan strategi pertahanan dan administrasi pertahanan, TNI berkoordinasi dengan Kementerian Pertahanan.

"Kalau TNI kan sudah ada Kemenhan. Saya bilang kemarin itu, lambat atau cepat, polisi nanti akan di bawah kementerian juga," kata Ryamizard di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat 28 November 2014.

Menhan era Jokowi itu punya pertimbangan mengapa Polri cepat atau lambat akan berada di bawah kementerian. Menurut dia, tugas presiden saat ini sudah sangat banyak. Bila terus-terusan mengurusi Polri justru semakin merepotkan. Apalagi, jika nanti terjadi konflik antara TNI dan Polri.

"Kayak dulu tentara di bawah presiden, karena panglima tertinggi itu presiden. Tapi kalau ada dualisme, masih ada Menhan membantu. Tidak bisa presiden sekarang urusin polisi, repot dia," ujarnya.

Pertimbangan lain adalah pengalaman negara-negara lain di dunia yang menempatkan Polri di bawah kementerian atau lembaga. Sehingga bila terjadi dualisme di institusi itu tidak langsung menjadi urusan presiden, tapi ada kementerian atau lembaga yang menengahi.

"Kita yang tidak. Kementerian apa, itu nanti terserah presidenlah," terang purnawirawan jenderal bintang empat itu.

Dia menambahkan, seluruh kementerian bisa membawahi Polri, termasuk Kementerian Dalam Negeri yang selama ini banyak disinggung oleh orang. Apapun kementerian yang dipilih nanti bisa langsung berkoordinasi dengan Polri, termasuk menyelesaikan persoalan-persoalan internal di institusi tersebut.

"Kayak kemarin di Batam kan saya langsung kumpulkan perwira-perwira TNI dan juga Polri, agar itu tidak terjadi lagi," imbuhnya.

Sekadar Wacana

Terkait wacana ini, Ryamizard mengaku belum menyampaikannya kepada Presiden Joko Widodo. Namun Wakil Presiden Jusuf Kalla menganggap, usulan yang digulirkan Ryamizard dengan menempatkan Polri di bawah kementerian masih sebatas wacana.

Pria yang akrab disapa JK itu mengatakan, wacana itu belum dibahas secara mendalam oleh pemerintah. Dia juga belum bersedia memberikan pandangannya mengenai wacana itu, apakah setuju atau tidak. JK memastikan akan segera mendalaminya.

"Ya sebenarnya cuma wacana. Nanti kita bicarakanlah," kata JK di Istana Wakil Presiden, Senin, 1 Desember 2014.

Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Tedjo Edhie Purdijatno mengatakan, perlu kajian mendalam untuk menggeser posisi Polri agar berada di bawah kementerian.

Siapa pun kata dia, bisa saja punya wacana, akan tetapi jika mengubah kedudukan Polri dari posisi sebelumnya sudah pasti mengubah Undang-Undangnya.

"Tak semudah kita seperti penempatan RT/RW. Itu bukan berarti akan dilaksanakan segera. Kalau itu tidak valid, tidak bisa dilakukan. Itu jangan seperti sudah pasti akan jadi. Ini rencana yang harus sudah dilakukan ada kajian-kajiannya," terang Tedjo.

Sementara itu, Sekretaris Kabinet, Andi Widjajanto menjelaskan, wacana menempatkan Polri di bawah kementerian berimplikasi pada revisi UU Polri Nomor 2 tahun 2002. Karena UU itu sudah mengatur kedudukan Polri di bawah presiden.

Pasal 8 UU Nomor 2 tahun 2002 menyebutkan:

(1) Kepolisian Negara Republik Indonesia berada di bawah Presiden.
(2) Kepolisian Negara Republik Indonesia dipimpin oleh Kapolri yang dalam
pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab kepada Presiden sesuai dengan peraturan perundang-undangan

Pasal 9
(1) Kapolri menetapkan, menyelenggarakan, dan mengendalikan kebijakan teknis kepolisian.
(2) Kapolri memimpin Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab atas :
a. penyelenggaraan kegiatan operasional kepolisian dalam rangka pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan
b. penyelenggaraan pembinaan kemampuan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

"Jadi usulan Menhan secara normatif, ideal, banyak contoh negara-negara lain menerapkan hal yang sama," papar Andi.

Selain itu, yang harus dipahami dalam konteks reformasi keamanan yang dilakukan di Indonesia sejak tahun 1999, dimana terjadi pemisahan antara institusi TNI-Polri dan keberadaan UU Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian, yang secara eksplisit menegaskan kedudukan Polri berada di bawah presiden.

Andi menambahkan, meski wacana itu bisa saja direalisasikan pemerintah, tapi tidak mungkin berada di bawah Kementerian Pertahanan. "Yang pasti tidak mungkin di bawah Kemhan. Karena salah satu misi reformasi adalah memisahkan TNI dan Polri," ujarnya.

Perlu Kajian

Wakil Ketua Komisi III DPR, Desmond J Mahesa, sepakat dengan pemerintah bahwa wacana Polri di bawah kementerian memang perlu dikaji lebih mendalam. Kajian itu terang Desmond, termasuk mempertimbangkan tanggungjawab Kapolri atas rentetan konflik yang kerap terjadi antara anggota TNI-Polri.

Sebab, selama ini kata dia, Kapolri seolah melemparkan tanggungjawab atas konflik anggotanya kepada presiden. Atas preseden itu, Desmond menilai pertanggungjawaban Polri atas berbagai konflik dan masalah tidak layak.

"Dari berbagai peristiwa harus dikaji Apa harus di bawah presiden atau kementerian, atau polisi nasional atau polisi lokal. Hari ini Kapolri dan Kapolda ke daerah hanya transit, dan mengais rejeki setelah itu selesai," ujar Desmond di Gedung DPR, Selasa 2 Desember 2014.

Akan tetapi menurut dia, tidak mudah juga menggeser posisi Polri agar di bawah kementerian. Sebab, UU sudah jelas mengatur kedudukan Polri yang berada di bawah presiden. "Jadi tidak sesederhana itu. Layak atau tidak layak ini sesuai aturan saat ini. Dimana UU kepolisian mengatur itu," kata dia.

Bagaimana pun, wacana itu tetap perlu kajian mendalam untuk merubah UU Kepolisian. Komisi III DPR sendiri lanjutnya, pada 2015 mendatang akan menggodok KUHAP, kemudian pada 2016 dilanjutkan KUHP. Untuk UU Kepolisian sendiri, DPR akan menyiapkannya dua tahun ke depan dari sekarang.

"Dua tahun ke depan kita bisa siapkan amandemen UU Kepolisian, atau mungkin presiden akan melakukan perubahan dengan Perppu," paparnya.

Politikus Gerindra itu tak sepenuhnya merespons positif wacana Menhan itu. Namun di sisi lain, dia menduga posisi Polri saat ini sangat nyaman berada di bawah presiden, sehingga Polri terkesan overacting.

"Mereka sepertinya overacting kesan polisi sekarang. Tidak bisa disentuh. Ini karena Kapolri bertanggung jawab langsung kepada presiden," ucapnya.

Senada dengan Desmond, Wakil Ketua Komisi 1, Hanafi Rais juga menganggap wacana itu perlu dikaji lebih mendalam. Sebab selama ini, terkesan ada kesenjangan antara TNI-Polri.

Momen Aneh Terjadi di Konferensi Pers Timnas Indonesia Usai Dilibas Jepang, Shin Tae-yong seperti Tak Boleh Lama Bicara

Meski panglima tertingginya adalah presiden, tapi dalam beberapa kebijakan strategis, TNI perlu berkoordinasi dengan Kemenhan. Sementara posisi Polri terkesan lebih otonom.

"Jangan sampai usul muncul sentimen subjektif sektoral TNI dan Polri. Jangan ini muncul menjadi sebuah sikap reaksioner atas kejadian berbagai bentrok," ujar Hanafi.

Politikus Partai Amanat Nasional ini meminta pemerintah tidak reaksioner dalam melihat persoalan antara TNI-Polri. Lebih jauh, Hanafi berharap pemerintah bisa bersikap proporsional dengan meninggalkan sentimen dari kedua belah pihak.

"Semua harus bicara, TNI, Polri, Presiden. Presiden harus ngomong juga mengenai itu. Menhan tentara bisa dianggap subjektif oleh polisi. Sebaliknya Kapolri bicara bisa disebut subjektif juga. Kalau yang ngomong ada kepercayaan dari kedua kelompok. Bisa dianggap objektif dan bukan sentimen," terang dia.

Sebagai mitra kerja dari TNI dan Kementerian Pertahanan, terkait wacana Polri berada di bawah kementerian, dia bersikap agar pemerintah membuat kajian mendalam. Dia yakin Presiden Jokowi sudah memiliki orientasi ke depan untuk kebaikan dua institusi keamana dan pertahanan negara ini.

Keputusan Politik

Ihwal keberadaan Polri di bawah kementerian sebenarnya tidak asing bagi pemerintah. Pengamat Militer, Salim Said menuturkan, pada era 1960-an, terdapat Kementerian Keamanan Nasional yang membawahi segala lembaga negara yang berhubungan dengan keamanan. Termasuk di antaranya Kejaksaan Agung, Imigrasi serta Kepolisian.

"Menurut saya, mungkin pola itu bisa dipakai. Jadi ada Kementerian Keamanan Nasional. TNI tidak masuk di situ, karena TNI di bawah Kementerian Pertahanan," kata Salim Said di Jakarta.

Salim menambahkan, ketika itu Menteri Keamanan Nasional dijabat oleh Jenderal Nasution yang juga kebetulan adalah seorang Kepala Staf Angkatan Darat. Salim mengusulkan sebaiknya Kementerian itu nantinya dipimpin oleh Menteri yang berasal dari mantan Kapolri.

"Itu bisa saja, dan dibuka kemungkinan terutama pada periode-periode awal, mantan kapolri bisa diangkat menjadi menterinya," ujarnya.

Salim sendiri sependapat dengan usulan Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu, agar Kepolisian ditempatkan di bawah suatu kementerian.

Menurut Salim, hal itu dapat dilakukan sebagai salah satu upaya untuk meredam konflik yang seringkali terjadi antara anggota Tentara Nasional Indonesia dan personel Polri.

Kapolri Jenderal Polisi Sutarman sudah tegas menolak usulan Menhan Ryamizard Ryacudu agar Polri di bawah kementerian. Mantan Kabareskrim itu mengatakan bahwa Polri selamanya harus independen.

"Saya sudah sampaikan bahwa sifat tugas Polri itu kamtibnas juga penegakan hukum, bahkan aparatur penegak hukum mestinya independen," kata Sutarman di sela siaga Kepala Satuan Wilayah di Akpol Semarang, Selasa 2 Desember 2014.

Menurut Sutarman, posisi Polri saat ini adalah produk dari keputusan politik yang saat ini terjadi, bukan keputusan kepolisian. Sehingga, dalam menjalankan fungsi kamtibmas dan penegakan hukum Polri harus tetap independen dan tetap sesuai pada arah yang ada.

"Ini adalah keputusan politik yang sudah ditetapkan, posisi kepolisian itu seperti ini (tidak di bawah Kementerian), " tegas Sutarman.

Seperti halnya keputusan politik pemerintah lalu, bahwa Polri pernah di bawah naungan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), pernah juga dibawah Presiden di bawah Kementerian Pertahanan dan Kampangab di era Orde baru.

"(Tapi) itu adalah keputusan politik saat itu dan keputusan politik paska reformasi. Kita dipisahkan dari institusi TNI jadi itu bukan maunya polisi, bukan maunya siapa-siapa," beber dia. (aba)