Coba-coba Obat Ebola
- REUTERS/Frederick Murphy/CDC/Handout via Reuters
VIVAnews - Desa Njala Ngiema di Sierra Leone, bak kuburan. Sepi dan suasananya dingin. Penduduknya satu per satu meninggal dunia digerogoti Ebola. Seperti digambarkan New York Times awal pekan ini, setiap rumah tanah liat di desa itu menjadi saksi bisu nestapa kehilangan karib kerabat.
Di satu rumah, 10 orang meninggal di dalamnya. Rumah lainnya di seberang, empat orang meregang nyawa, termasuk tiga anak-anak. Selemparan batu, seorang lelaki tua ditinggal mati istrinya. Di rumah berikutnya, tujuh orang meninggal. Tidak jauh, di satu rumah 16 orang meninggal, semuanya satu keluarga. Hampir setiap rumah menyimpan kenangan pahit sendiri.
"Banyak sekali. Kami kehilangan banyak sekali orang," kata Sheku Jaya, guru berusia 35 tahun, menggenggam erat tangan putrinya.
Njala Ngiema adalah salah satu desa yang terparah terkena Ebola. Sebanyak 61 orang meninggal dunia di desa ini. Populasinya sendiri hanya 500 orang.
Sebulan terakhir, tidak ada kasus ebola baru muncul di desa tersebut. Namun, ketakutan warga adalah keniscayaan. Terbukti, tidak ada satu pun barang-barang milik korban ebola yang bergeser, karena warga khawatir ebola yang berpindah melalui cairan tubuh bisa menulari mereka. Desa penghasil singkong dan beras yang terletak jauh di dalam hutan itu kini lengang.
"Kami akan meninggalkan desa ini," kata Jaya.
Berdasarkan data WHO, total korban tewas akibat virus yang merebak sejak Maret di Afrika Barat mencapai 1.013 orang. Jumlah korban meningkat dengan cepat. Antara 7 hingga 9 Agustus 2014, 69 kasus baru muncul, 52 pasien ebola meninggal dunia di empat negara, yaitu Liberia, Sierra Leone, Guyana, dan Nigeria.
Guyana adalah negara dengan korban tewas terbanyak, mencapai 373 orang. Sementara itu, Liberia 323, Sierra Leone 315, dan Nigeria dua orang. Di empat negara ini ada 1.848 kasus ebola tercatat WHO.
Menurut Lindis Hurum, koordinator darurat di lembaga Dokter Lintas Batas (Médecins Sans Frontières/MSF) situasi ini adalah "bencana". MSF yang menjadi bantuan lini depan bagi korban ebola telah menurunkan 600 dokter ke Afrika Barat, namun ini masih kurang.
Pekerja medis juga rentang infeksi. Di Liberia, lebih dari 40 pekerja kesehatan terjangkit ebola. Dua dokter asal Amerika di Liberia, salah satunya yang terjangkit virus yang belum ada obatnya ini.
Salah satu penyebab sulitnya penyakit ini ditangani adalah keengganan masyarakat yang masih tradisional di banyak tempat di Afrika Barat. Ada kepercayaan, penyakit ini sembuh dengan hanya meneriakkan kata "Ebola." Ini kemudian menyulitkan tim dokter yang ingin menangani pasien. Warga, bahkan menuduh para dokter penyebar penyakit dan pasien malah berobat ke dukun-dukun.
Obat ebola
Seiring korban meninggal dunia yang semakin banyak, para ahli farmasi di berbagai negara melakukan uji coba obat-obat penanggulangan Ebola. Sejak ditemukan pada 1976, virus yang diyakini berasal dari kelelawar ini belum ada obatnya.
Namun, ada risiko bahaya menggunakan obat baru yang belum diujikan kepada manusia. Kebanyakan obat-obat ini baru diujicobakan pada hewan. Tetapi, mengambil risiko efek samping lebih baik ketimbang kematian. Akhirnya, WHO menyetujui menggunakan obat yang belum diujikan.
Kebijakan WHO ini diambil usai dua relawan asal AS yang dipulangkan ke negaranya membaik, setelah menerima injeksi ZMapp. Namun, seorang pendeta Spanyol yang juga mendapatkan perawatan dengan obat yang sama meninggal dunia Selasa kemarin.
ZMapp adalah kombinasi dari tiga monoclonal antibodi yang mengikat protein dari virus ebola. Obat yang dikembangkan oleh perusahaan Mapp Biopharmaceutical Inc. di San Diego, AS, ini sebenarnya belum diujikan kepada manusia untuk mengetahui keamanan dan efektivitasnya.
Pemerintah Liberia langsung menghubungi AS untuk diberikan obat jenis ini. Selain belum diujikan, ZMapp juga masih sangat terbatas dan belum siap untuk diproduksi dalam skala besar. Senin lalu, pemerintah Liberia mengatakan, ZMapp akan diujikan kepada dua dokter lokal yang terjangkit virus ini.
"Kami tahu akan ada risiko yang terkait dengan konsumsi obat itu. Namun, memilih sebuah risiko dibandingkan kematian, maka saya yakin banyak orang yang juga ingin melihat risiko macam apa yang dapat terjadi," ungkap Menteri Informasi Liberia Lewis Brown.
Kendati WHO mengijinkan penggunaan obat yang belum diujikan, namun konsumsinya harus tetap dipantau tim medis. Selain itu, kandungan obat juga harus tercatat, setiap perubahan di tubuh pasien harus termonitor.
Marie-Paule Kieny, asisten direktur jenderal WHO, dikutip Washington Post, mengatakan pencarian obat untuk ebola oleh banyak perusahaan farmasi di seluruh dunia kemungkinan akan membuahkan hasil antara November 2014 dan Januari 2015.
Kanada sendiri telah menyatakan akan menyumbangkan 8.00 hingga 1.000 dosis vaksin ebola yang mereka kembangkan di lab pemerintah kepada WHO. Menteri Kesehatan Kanada, Roba Ambrose, mengatakan keputusan ini diambil setelah WHO memperbolehkan digunakannya obat yang belum melalui uji coba pada manusia.
"Pemerintah kami berkomitmen melakukan semampunya untuk mendukung mitra internasional kami, termasuk menyediakan staf untuk membantu respons penanggulangan wabah, pendanaan, dan akses ke vaksin eksperimental kami," kata Ambrose, dilansir Reuters.
Menurut Dr. Greg Taylor, wakil ketua Badan Kesehatan Publik Kanada, vaksin mereka ini terbukti ampuh mengatasi ebola pada hewan, tetapi belum diujikan pada manusia. "Kau tidak tahu seberapa aman dan apa efek samping obat ini. Tapi untuk situasi seperti di Afrika saat ini, kami berupaya semampunya untuk membantu," kata Taylor.
Cegah ebola masuk
Virus ini telah menjadi permasalahan global menyusul kekhawatiran penyebaran ke banyak negara lainnya. Ketakutan dimulai, saat warga Amerika keturunan Liberia, Patrick Sawyer meninggal akibat ebola ketika pesawatnya transit di Nigeria. Saat itu, Sawyer akan pulang ke Amerika untuk memperingati ulang tahun putrinya.
Di Nigeria, Sawyer menulari dokter yang menanganinya. Penyebaran ebola sangat cepat dan kematian akibat virus ini mencapai 90 persen. Negara-negara mulai melakukan tindakan pencegahan penyebaran penyakit di wilayah mereka, termasuk Indonesia.
Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi, mengatakan bahwa pemerintah Indonesia akan memperketat pemberian visa bagi pengunjung dari Afrika Barat.
"Jadi, pengunjung yang berasal dari yang sudah terinfeksi itu betul dibatasi. Tadi Kementerian Hukum dan HAM juga sudah mengatakan bahwa visanya akan diperketat dan dilihat apakah betul tidak sakit," kata Nafsiah di Istana Negara, Jakarta, Rabu 13 Agustus 2014.
Selain itu, kata Nafsiah, pemerintah juga telah mempersiapkan rumah sakit jika sewaktu-waktu ada warga yang terjangkit virus ebola. "Rumah sakit sudah kita siapkan," kata dia.
Siaga penuh juga dilakukan di bandara dan pelabuhan di Indonesia. Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, mengatakan mereka akan berkoordinasi dengan pengelola bandara dan pelabuhan untuk memastikan pembawa virus yang datang dari luar negeri dapat terdeteksi dengan cepat.
"Barangkali, alat yang dulu ada di bandara dan pelabuhan untuk mendeteksi virus H5N1 itu bisa dipakai lagi untuk mengantisipasi penyebaran virus ebola saat ini," kata Ganjar.
Di Bali juga demikian. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali, I Ketut Suarjaya, mengaku telah menyiagakan tenaga medis seperti dokter dan perawat selama 24 penuh di Bandara Internasional Ngurah Rai untuk mengantisipasi masuknya penyakit ebola ke Bali.
Tak hanya di bandara, Suarjaya menyebut jika di seluruh pintu masuk Bali juga disiagakan dokter dan perawat lengkap dengan segala fasilitasnya. "Saat ini, seluruh tenaga medis siaga selama 24 jam di seluruh pintu masuk Bali," tutur Suarjaya di Denpasar, Senin kemarin, 11 Agustus 2014. (asp)