Pemda Berantas Topeng Monyet di Jakarta, Mampukah?
- VIVAnews/Fernando Randy
VIVAnews - Hewan primata itu berkeliaran di jalan Jakarta. Dia dirantai oleh pemiliknya. Menggunakan topeng dan sepeda kecilnya, hewan itu meminta-minta uang kepada setiap pengendara yang melintas.
Dia dilatih untuk aktif dan tanggap kepada setiap perintah yang dikeluarkan oleh sang pemilik. Hewan yang seharusnya bebas, kini menjadi bahan ekspoiltasi untuk mendapatkan sesuap nasi di Jakarta. Topeng monyet, begitu orang menyebutnya.
Hampir di setiap kampung di Jakarta, atraksi hewan ini tidak mungkin terlewati. Bukan hanya itu, sekarang ini para pawang menduduki perempatan lampu merah untuk menunjukan atraksi anak monyet yang usinya belum sampai dua tahun itu. Ada yang iba, ada juga yang tak perduli dengan nasib hewan malang tersebut.
Mulai pekan ini, nampaknya warga Jakarta mungkin tak akan melihat lagi atraksi topeng monyet, sebab Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sedang menggalakkan program Jakarta bebas topeng monyet 2014.
Buktinya sejak Senin 21 Oktober 2013 kemarin, petugas dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) mulai melakukan razia di seluruh kawasan di Jakarta. Tujuannya tidak lain untuk memberantas aksi mempekerjakan binatang.
Kepala Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta, Ipih Ruyani, mengatakan razia topeng monyet ini mempunyai maksud agar warga Jakarta terselamatkan dari penyakit berbahaya yang bersumber dari monyet.
"Primata ini rentan jadi perantara penyakit Rabies, TBC dan Hepatitis," katanya di Monas, hari ini Rabu 23 Oktober 2013.
Ipih menjelaskan, dari hasil penertiban petugas berhasil 10 ekor monyet. Nantinya hewan tersebut akan diperiksa dan dikirim ke Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta Selatan.
Di sana, monyet yang terindikasi memiliki penyakit akan mendapat perawatan. Selain itu hewan ini akan disiapkan agar bisa dilepas di lahan konservasi.
Pemprov DKI sudah menyiapkan uang pengganti sebesar Rp1 juta untuk para pemilik monyet. Langkah memberantas topeng monyet ini malah . Mereka merasa keberatan karena biaya yang diberikan tak seimbang dengan biaya perawatan selama hewan itu dipelihara.
Heri (30), pawang topeng monyet warga RT 06/09, Kelurahan Rawabadak Selatan, Kecamatan Koja, Jakarta Utara salah satu pemilik yang mengeluh. Menurut dia, sebagai modal awal untuk membeli monyet dan peralatannya ia harus merogoh kocek sebesar Rp2,5 juta.
"Saya capek-capek ngumpulin duit untuk membeli monyet, masa cuma diganti Rp1 juta. Kalau sampai monyet saya diganti segitu, ya rugi lah," katanya.
Lain halnya dengan Dede Taryono (28), warga RT 09/01, Kelurahan Rawabadak Selatan. Dia mengaku pasrah monyetnya disita petugas. Namun, ia bingung harus mencari pekerjaan lain di Ibukota. Pria yang tak lulus SD ini mengakui bahwa keempat monyet yang ada di rumahnya itu merupakan titipan orang. Mereka sedang dalam proses pelatihan sebelum dikembalikan pada pemiliknya.
"Makanya saya juga bingung bilang sama yang punya kalau memang mau dikasih cuma Rp1 juta. Soalnya, harga pasaran monyet yang sudah mulai terlatih tapi belum pentas itu di kisaran Rp1,5 juta," ujarnya.
Selama ini Dede biasa menerima order melatih monyet. Setiap pelatihan berjalan selama delapan bulan, dan Dede biasa menerima honor Rp700 ribu. "Kalau mau cepat bisa lima bulan. Biayanya Rp1 juta untuk paket kilat," jelasnya.
Kasie Pengawasan dan Pengendalian Suku Dinas Peternakan dan Perikanan Jakarta Timur, Sabdo Kurnianto, menambahkan razia akan terus dilakukan, sesuai instruksi Gubernur DKI karena ditargetkan pada tahun 2014 Jakarta sudah terbebas dari topeng monyet.
"Monyet yang ditangkap akan dimasukkan ke BKHI. Sedangkan orangnya dilakukan pembinaan di Panti Sosial Cipayung," kata Sabdo.
Alasan Jokowi
Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo memiliki alasan sendiri untuk menerapkan kebijakan pemberantasan topeng monyet di wilayah kekuasannya itu. Menurut Jokowi ada tiga hal mendasar mengapa monyet harus dibasmi. Di antaranya rabies.
"Monyet-monyet yang dipakai atraksi ditaruh dekat pemukiman. Keberadaannya rentan dengan penularan penyakit terhadap masyarakat," kata Jokowi.
Alasan kedua yakni monyet merupakan salah satu satwa yang dilindungi. Karena itu, binatang ini harus dikembalikan ke habitatnya atau masuk ke kawasan konservasi.
"Nanti monyet yang kami beli ditaruh di Ragunan. Kalau memungkinkan kami lepaskan ke area konservasi yang sudah ditetapkan," ujarnya. Alasan ketiga penertiban ini adalah karena keberadaan topeng monyet di jalan mengganggu, dan membahayakan pengguna jalan termasuk monyet itu sendiri.
Mantan Wali Kota Solo ini memastikan apa yang sedang diupayakan bukan hanya memiliki dasar hukum nasional, namun mengacu pada peraturan internasional.
"Itu kan sudah menjadi isu internasional. Ada konvensi internasional mengenai ini. Semuanya kami pikirkan untuk kebijakan itu," ucap dia.
Sorotan media asing
Upaya Jakarta Bebas Monyet yang digebrakan oleh Jokowi ternyata menyita perhatian media asing. Kantor berita Inggris, BBC, Selasa, 22 Oktober 2013 menurunkan sebuah tulisan berjudul "Monyet Korban Eksploitasi, Dirazia dari Jalanan Jakarta."
Menurut laporan organisasi penyelamat binatang, Jakarta Animal Aid Network (JAAN) yang dikutip BBC, sudah ada 11 monyet dari 350 ekor yang disita Pemda DKI Jakarta. Mereka kemudian dibawa ke tempat penangkaran.
Hal itu disampaikan Juru Bicara JAAN, Femke Den Haas. Menurut Haas, operasi yang dilaksanakan Pemprov DKI mulai dari Senin kemarin, menjadi penanda berakhirnya penderitaan makhluk primata itu selama bertahun-tahun ketika menjadi penghibur jalanan.
Hewan primata itu sering didandani dan dijadikan pengamen jalanan sehingga menarik penonton dalam jumlah besar. "Kami telah mengkampanyekan penentangan terhadap penggunaan monyet sebagai penampil di jalanan sejak tahun 2009 silam, karena mereka menjadi korban dari perlakuan kejam," ungkap Haas.
Penderitaan sadis yang diterima para monyet itu, lanjut Haas, antara lain mencabut gigi. Belum lagi para monyet itu kerap dibiarkan kelaparan dan digantung dalam posisi terbalik dalam jangka waktu lama.
"Mereka semua trauma dan membutuhkan paling tidak waktu tiga bulan dalam penangkaran sebelum dilepas ke alam liar," kata dia.
Di habitatnya nanti, ujar Haas, para monyet ini tidak boleh disatukan dengan monyet lainnya yang sudah lebih dulu menghuni habitat tersebut. Selain karena disiksa, para monyet ini, juga dapat menularkan berbagai penyakit berbahaya kepada manusia.
Hal itu disimpulkan berdasarkan pemeriksaan terhadap 40 monyet jalanan yang disita tahun 2012 silam oleh pejabat berwenang. Dari hasil penyitaan itu, diketahui mereka membawa bibit penyakit seperti TBC, hepatitis, dan leptospirosis.
Bibit penyakit itu diduga ditularkan dari kandang tempat mereka ditempatkan. Seringkali kandang tersebut mengandung parasit. "Hal itu membuat kehidupan makhluk itu semakin menyedihkan, karena selain mengandung parasit, ukuran kandangnya juga sangat kecil," kata Haas.
Populasi topeng monyet di Jakarta
Ketua Jakarta Animal Aid Network (JAAN), Benfika, mengatakan peneriban topeng monyet yang dilakukan jajaran Pemprov DKI Jakarta bukanlah program baru. Program ini sudah berjalan sejak tahun 2009 saat pemerintahan DKI di bawah pimpinan Gubernur Fauzi Bowo. Namun belum bisa berjalan karena terhambat kebijakan lainnya.
Berdasarkan hasil pendataan yang dilakukan pihaknya sejak tahun 2009 hingga 2012, ada 400 ekor monyet yang dijadikan topeng monyet. "Yang terbesar ada di wilayah Jakarta Timur tepatnya di kawasan Perumpung," ujar Benfika kepada VIVAnews.
Dia menjelaskan, sebelum tahun 2010 pendataan primata dan kelompok topeng monyet sangat mudah. Kelompok ini berkumpul di tiga kampung di kawasan Kampung Rambutan, Fatmawati dan Perumpung Jakarta Timur. Setelah kawasan Perumpung kebakaran hebat di tahun 2010, mereka mulai menyebar ke kawasan Kebon Nanas, Cipinang, dan Sunter.
Di tiap kampung, biasa mereka memiliki 50-150 ekor monyet yang siap untuk atraksi. Menurut dia, ada lima bandar besar yang mengopersikan kelompok topeng monyet di Jakarta. Biasanya para penyewa membayar Rp50-80 ribu per hari ke bandar.
Harga ini disesuaikan keahlian yang dimiliki si monyet. Selain itu, harga yang dipatok itu belum termasuk peralatan atraksi. "Kalau ditotal sama alat bisa Rp100 ribu lebih sekali sewa," jelasnya
Benfika menambahkan, monyet yang berada di Jakarta bersumber dari hasil perburuan liar di wilayah Jawa Tengah dan Sumatera. Di Jakarta, primata hasil perburuan ilegal ini dipasarkan di tiga tempat yakni di Pasar hewan Jatinegara, Pramuka dan Barito.
Untuk harga pun beragam. Monyet yang belum terlatih dibanderol Rp300-500 ribu per ekornya. Jika sudah terlatih harganya drastis naik menjadi Rp1-1,5 juta per ekor.
Melatih monyet hasil tangkapan liar itu, kata dia, dibutuhkan waktu antara 4-6 bulan. "Hanya sedikit pawang yang mampu melatih monyet ini biar bisa akrobat. Dari hasil survei kita jumlah pawang kurang dari 10 orang. Mereka tinggal di kampung kampung komunitas topeng monyet. Dan tinggal dekat bandar," paparnya. (sj)