Akil Mochtar Sudah Lama Bermain?
Kamis, 3 Oktober 2013 - 23:47 WIB
Sumber :
- VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVAnews
- Komisi Pemberantasan Korupsi resmi menyatakan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar sebagai tersangka penerima suap. Akil ditahan KPK bersama lima tersangka lainnya di Rumah Tahanan KPK.
Ketua KPK Abraham Samad menjelaskan Akil kena operasi tangkap tangan pada Rabu 2 Oktober 2013 malam di rumah dinasnya. Menurut Abraham, operasi ini sudah dimulai sejak September lalu.
"Diduga tindak pidana korupsi yang akan dilakukan AM selaku Ketua MK," kata Abraham dalam jumpa pers di kantor KPK. Informasi itu, ujarnya,
kemudian berkembang bahwa akan ada penyerahan uang di kediaman Akil di jalan Widya Chandra III, Jakarta. Penyerahan uang ini diduga terkait perkara sengkata pemilihan kepala daerah di Gunung Mas, Kalimantan Tengah.
Tim penyidik kemudian memantau lokasi. "Pada 2 Oktober, sekitar pukul 22.00, tampak sebuah kendaraan yang diidentifikasi sebagai Toyota Fortuner mendatangi kediaman AM," kata Abraham.
Mobil itu dikemudikan N, suami anggota DPR Chairun Nisa (CHN). Dari mobil itu kemudian Chairun turun dan ditemani CNA atau Cornelis, seorang pengusaha di Palangkaraya. "Selanjutnya, CN dan CNA memasuki kediaman AM," kata Abraham.
Tak lama, penyidik kemudian masuk dan menangkap mereka. Dari operasi itu, KPK menyita uang dengan nilai total Rp3 miliar dalam bentuk rupiah, dolar Singapura dan dolar Amerika Serikat.
Akil dan Chairun diduga menerima suap, melanggar Pasal 12 c UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP atau Pasal 6 Ayat 2 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara itu, calon Bupati Gunung Mas
Pelajaran
Baca Juga :
Mengenal Five Stages of Grief dalam Psikologi: Memahami Proses Sedih-Kecewa Secara Ilmiah
Ketua KPK Abraham Samad menjelaskan Akil kena operasi tangkap tangan pada Rabu 2 Oktober 2013 malam di rumah dinasnya. Menurut Abraham, operasi ini sudah dimulai sejak September lalu.
"Diduga tindak pidana korupsi yang akan dilakukan AM selaku Ketua MK," kata Abraham dalam jumpa pers di kantor KPK. Informasi itu, ujarnya,
kemudian berkembang bahwa akan ada penyerahan uang di kediaman Akil di jalan Widya Chandra III, Jakarta. Penyerahan uang ini diduga terkait perkara sengkata pemilihan kepala daerah di Gunung Mas, Kalimantan Tengah.
Tim penyidik kemudian memantau lokasi. "Pada 2 Oktober, sekitar pukul 22.00, tampak sebuah kendaraan yang diidentifikasi sebagai Toyota Fortuner mendatangi kediaman AM," kata Abraham.
Mobil itu dikemudikan N, suami anggota DPR Chairun Nisa (CHN). Dari mobil itu kemudian Chairun turun dan ditemani CNA atau Cornelis, seorang pengusaha di Palangkaraya. "Selanjutnya, CN dan CNA memasuki kediaman AM," kata Abraham.
Tak lama, penyidik kemudian masuk dan menangkap mereka. Dari operasi itu, KPK menyita uang dengan nilai total Rp3 miliar dalam bentuk rupiah, dolar Singapura dan dolar Amerika Serikat.
Akil dan Chairun diduga menerima suap, melanggar Pasal 12 c UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP atau Pasal 6 Ayat 2 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara itu, calon Bupati Gunung Mas
incumbent
Hambit dan pengusaha Cornelis diduga sebagai pemberi suap. Keduanya diduga melanggar Pasal 6 Ayat 1 huruf a UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Rupanya di hari yang sama, Akil pun diduga menerima suap dari perkara sengketa pilkada lain, yaitu pilkada di Lebak, Banten. Akil diduga menerima uang dari pengusaha Tubagus Chaery Wardhana (TCW). Dia adalah adik kandung Gubernur Banten Ratu Atut Chosiah.
Uang itu, kata Abraham, diberikan melalui STA. "STA ini dikenal AM," imbuhnya. Sedangkan STA menerima uang tersebut dari TCW melalui N di Apartemen Aston. "Uang itu dimasukkan dalam
travel bag
warna biru yang kemudian dibawa STA."
STA kemudian menyimpan uang ini di kediaman orangtuanya di Tebet, Jakarta. Semula, uang ini akan diserahkan ke AM. "Tapi, sekitar pukul 15.00 WIB, STA pergi ke Lebak. Tim penyidik mengikutinya dan menangkap STA."
Kemudian, penyidik menangkap TCW di sebuah rumah di Jalan Denpasar, Jakarta Selatan. Tim penyidik juga mendatangi kediaman STA di Tebet dan menyita uang dalam pecahan Rp50 ribu dan Rp100 ribu. "Total nilainya Rp1 miliar," kata Abraham.
Kini, CHN, Hambith, Cornelis TCW, STA, serta Akil Mochtar dijebloskan ke Rumah Tahanan KPK.
Diajukan pemberhentian
Dua pendahulu Akil sebagai Ketua MK, Jimly Asshiddiqie dan Mahfud MD, berang bukan kepalang mendengar kasus ini. “Orang bejat ada di mana-mana. Kita jangan generalisasi pada semua hakim. Tapi dia ini pejabat tertinggi, apalagi di bidang hukum, yang terlibat korupsi di rumah jabatan. Maka pantas dihukum mati,” kata Jimly.
Mahfud MD pun memandang hukuman berat pantas dijatuhkan kepada mantan koleganya itu. “Saya ingin tidak percaya Pak Akil Mochtar tertangkap KPK. Tapi itu nyata. Kalau sudah tertangkap tangan oleh KPK sebaiknya mengakui perbuatan saja karena KPK pasti punya bukti yang siap dibeber. Saya ingin sekarang MK dibubarkan saja, tapi tidak bisa karena MK berdiri atas perintah konstitusi,” kata dia.
Dia pun menyarankan Akil yang pada Januari 2011 melaporkan harta kekayaannya Rp5,1 miliar itu untuk segera mundur dari jabatannya sebagai Ketua MK. “Kalau sudah ditangkap KPK, belum pernah ada satupun yang bisa lolos. Pak Akil mundur saja tanpa harus menunggu proses hukum selesai, meniru Presiden PKS Luthfi Hasan yang mundur sehari setelah ditangkap KPK,” kata Mahfud.
Wakil Ketua MK Hamdan Zoelva menyatakan para hakim konstitusi telah meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberhentikan sementara Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Hamdan Zoelva mengatakan akan segera mengirim surat kepada Presiden. "Menurut peraturan Perundang-undangan tentu diambil pemberhentian sementara," kata Hamdan di kantornya.
Terkait perkara-perkara yang sedang ditangani Akil, Hamdan mengatakan akan mengambil alih. Sementara untuk sidang putusan akan diplenokan oleh delapan hakim konstitusi yang ada. "Untuk perkara-perkara yang belum diperiksa yang ketuanya Akil akan digantikan oleh saya. Ada lima perkara," katanya.
Meski Akil telah ditetapkan sebagai tersangka, Hamdan menyatakan Majelis Kehormatan Hakim tetap akan bekerja. Hamdan menyerahkan masalah internal MK kepada Majelis Kehormatan, sedangkan masalah hukum akan ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Majelis kehormatan ini terdiri dari lima orang. Mereka adalah Hakim Konstitusi Harjono, Wakil Ketua Komisi Yudisial Abbas Said, mantan Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan, mantan Ketua MK Mahfud MD, dan Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Indonesia Hikmahanto.
Menurut Hamdan, Majelis Kehormatan Konstitusi akan mulai bekerja pada Jumat, 4 Oktober 2013 pukul 14.00 WIB. MK telah menyiapkan seluruh perangkat dan fasilitas yang diperlukan oleh majelis untuk memeriksa perkara ini.
"Kalau Majelis Kehormatan Konstitusi memutuskan berhenti ya berhenti. Putusan Majelis itu final dan langsung dieksekusi," kata Hamdan.
Sudah Lama Bermain?
Penangkapan Akil Mochtar ini membuat sejumlah kejadian di masa lalu yang berkaitan dengan mantan politikus Golkar ini mencuat. Salah satu yang paling disebut adalah kasus yang pernah dibongkar pengacara spesialis sidang di Mahkamah Konstitusi, Refly Harun.
Refly Harun bukan nama baru di MK karena pernah menjadi staf ahli MK. Kala menjadi pengacara Bupati Simalungun JR Saragih, di sebuah media nasional, edisi 25 Oktober 2010, Refly menulis artikel opini berjudul: 'MK Masih Bersih?'
Artikel ini menuai kontroversi karena MK sebagai produk reformasi masih dikenal sebagai peradilan modern yang bersih. Tak tinggal diam, MK kemudian meminta Refly membuktikan tulisannya itu dengan membentuk tim investigasi karena kasus tersebut kemudian menyeret sejumlah nama hakim konstitusi, terutama Akil Mochtar.
Akil Mochtar memang menjadi salah satu hakim yang menangani gugatan Bupati Simalungun Jopinus Ramli Saragih pada April 2010. Berdasar pengakuan dua pengacara, Refly Harun dan Maheswara Prabandono, ke tim investigasi hakim konstitusi, Bupati Simalungun meminta Refly untuk menurunkan biaya pengacara menjadi Rp 2 miliar. Pasalnya, Bupati Simalungun itu akan memberikan Rp 1 miliar ke seorang hakim MK. "Dalam pembicaraan itu disebut nama saya," kata Akil, kala itu.
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Hasto Kristiyanto juga mengaku tak kaget dengan penangkapan Akil. Hasto menyatakan beberapa kali partainya menjadi korban putusan MK yang dipimpin Akil.
"Tertangkapnya Ketua MK oleh KPK membuka kembali berbagai 'bisikan' seputar sidang MK atas perkara di Bali dan Jawa Barat. Dari sumber yang
dapat dipercaya namun miskin bukti, saat itu disampaikan bahwa Rieke-Teten dikalahkan karena fulus Rp20 miliar. Demikian halnya untuk Bali, konon nilainya mencapai hampir Rp80 miliar," kata Hasto kepada VIVAnews, Kamis 3 Oktober 2013.
Hasto tak merinci siapa pihak yang menyuap MK dalam dua perkara sengketa Pilkada itu. Dia hanya menyatakan bahwa kasus suap MK adalah kejahatan demokrasi.
"Tak heran putusan MK untuk Bali pun melalui akrobat hukum. Bayangkan saja, undang-undang pemerintah daerah yang secara khusus mengatur bahwa mencoblos lebih dari satu kali dinyatakan pelanggaran sangat serius dan harus dilakukan pungutan suara ulang. Oleh Akil Mochtar akhirnya dibuat dalil hukum yang baru, bahwa mencoblos lebih dari satu kali dibenarkan selama itu hasil kesepakatan dan tidak ada motif," katanya.
Pernyataan lebih menghebohkan muncul dari Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Marzuki Alie. Politikus Demokrat itu mengaku sudah mendapat informasi soal Akil yang diduga kerap menerima suap sejak tiga minggu lalu. "Kami dapat laporan kader kami di pilkada, sebut nama yang bersangkutan (Akil). Tidak mungkin kader kami bohong," kata Marzuki.
Setelah mendapat informasi itu, imbuhnya, Pimpinan DPR langsung rapat membicarakan masalah ini karena MK adalah lembaga penegak hukum yang memutuskan hal-hal yang strategis. Keputusan MK, imbuhnya, bersifat final dan mengikat.
Hasil rapat pimpinan DPR itu langsung disampaikan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam rapat konsultasi pekan lalu. "Kami sampaikan ke presiden ada fakta-fakta informasi demikian, kalau dibiarkan kita khawatir pemilu 2014. Kalau yang diputuskan melawan hukum negara ini bisa pecah," ujar politisi Partai Demokrat.
Informasi yang dia dapatkan tersebut, hanya pada kasus Akil saja, belum ada laporan mengenai hakim konstitusi lainnya. Dan selang beberapa hari kemudian, KPK pun menangkap basah Akil Mochtar.
Presiden sendiri tak menyinggung langsung soal informasi dari DPR ini. Namun dalam jumpa pers Kamis siang, Presiden meminta seluruh pihak untuk bijaksana dalam mengintepretasikan kasus ini. "Saya melihatnya sebagai kasus hukum, bukan politik. Kalau kasus hukum, selesaikan, tegakkan secara hukum. Jangan dicampuradukkan," katanya.
Presiden menyoroti masalah uji kemampuan dan kepatutan atau
fit and proper test
hakim yang kerap disusupi oleh kepentingan politik uang. Ia menegaskan, ke depannya, pemilihan hakim harus dibebaskan dari beragam kepentingan partai politik. Jika tidak, maka akan terjadi bencana hukum di negara ini.
"Harus kita tata lagi, harus kita luruskan. Sebab kalau keliru risikonya amat besar, harga yang dibayar amat tinggi," ujar dia.
Presiden masih ingat benar ketika beberapa waktu lalu ia melakukan rapat konsultasi dengan didampingi Wakil Presiden Boediono dan sejumlah menteri, dengan pimpinan DPR. Salah satu hal yang saat itu dibahas adalah terkait kehidupan bernegara dan pemerintahan, peran sejumlah lembaga negara, termasuk formasi terkait jajaran di Mahkamah Konstitusi.
"Kami memberikan perhatian serius waktu itu. Mengapa? Yang saya katakan tadi itu, betapa kuat dan menentukannya lembaga ini dalam banyak hal," tutur SBY.
Pelajaran
Hakim konstitusi Patrialis Akbar menyatakan, kasus ini merupakan pembelajaran yang berharga. Patrialis berharap, jangan sampai kasus ini merusak reputasi MK yang selama ini dikenal bersih tak lagi dipercaya rakyat.
"Kami bersepakat tadi malam, akan tetap menjaga integritas. Kami punya komitmen reputasi MK akan tetap di posisi terbaik sebagaimana sebelumnya. Janganlah kejadian yang terjadi malam ini untuk menghancurkan MK," kata Patrialis.
Kejadian ini, kata Patrialis, tidak tertutup terjadi di lembaga mana pun. "Bahkan di KPK pun kita menyaksikan kejadian seperti itu," kata Patrialis. Oleh karena itu, Patrialis berharap, kejadian orang per orang tidak merusak nama baik MK secara keseluruhan.
"Masyarakat tetaplah optimis, jangan putus asa, berilah kepercayaan pada Mahkamah Konstitusi, tempat saudara-saudara menuntut keadilan," kata bekas politikus Partai Amanat Nasional itu.(np)
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
incumbent