Terganjal Usia di PPDB
- VIVAnews/Syaefullah
VIVA – Penerimaan Peserta Didik Baru ppdb-prioritas-usia-solusi-atau-petaka">(PPDB) jenjang sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA) di DKI Jakarta masuk proses seleksi jalur zonasi. Jalur ini menjadi salah satu alternatif pilihan bagi siswa untuk melanjutkan ke jenjang sekolah lebih tinggi.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi DKI melalui Dinas Pendidikan sudah membuka proses penerimaan siswa di antaranya melalui jalur afirmasi, prestasi nonakademik hingga perpindahan orangtua. Proses ini di antaranya ada yang sudah selesai pada periode Juni 2020.
Namun, di awal-awal sebelum proses penerimaan jalur zonasi ini dimulai, sudah banyak menuai kritikan hingga protes dari orangtua siswa. Jalur zonasi pada 2020 menetapkan kriteria usia sebagai dasar penerimaan.
Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 501 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Penerimaan Peserta Didik Baru, disebutkan bahwa dalam hal jumlah terdaftar PPDB jalur zonasi melebihi daya tampung, maka dilakukan seleksi dengan urutan, usia calon peserta didik baru. Kemudian, urutan pilihan sekolah, dan waktu pendaftaran.
Urutan seleksi ini yang membuat kecewa orangtua siswa. Kekecewaan ini mereka tumpahkan melalui aksi di Balai Kota DKI Jakarta. Permintaannya, agar Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan, menghapus prioritas usia dalam aturan PPDB di Ibu Kota.
Koordinator orangtua siswa, Tita Soedirman, meminta aturan PPDB di DKI Jakarta dikembalikan ke Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 Tahun 2019 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan.
"Jarak yang dipakai seperti yang dipakai dalam aturan itu menuju sekolah, bukan jarak menurut kelurahan, karena di daerah lain juga sesuai dengan permendikbud, sesuai jarak rumah ke sekolah," kata Tita.
Dalam permendikbud pada pasal 16 (1) disebutkan, penetapan wilayah zonasi dilakukan pada setiap jenjang oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya, dengan prinsip mendekatkan domisili peserta didik dengan sekolah.
Selanjutnya, pasal 25 (1) menyatakan, seleksi calon peserta didik baru kelas 7 (tujuh) SMP dan kelas 10 (sepuluh) SMA dilakukan dengan memprioritaskan jarak tempat tinggal terdekat ke sekolah dalam wilayah zonasi yang ditetapkan.
Untuk pasal 25 (2) disebutkan, jika jarak tempat tinggal calon peserta didik dengan sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sama, maka seleksi untuk pemenuhan kuota/daya tampung terakhir menggunakan usia peserta didik yang lebih tua berdasarkan surat keterangan lahir atau akta kelahiran.
Bila melihat permendikbud itu, prinsip yang diterapkan adalah mendekatkan domisili peserta didik dengan sekolah. Selain itu, memprioritaskan jarak tempat tinggal terdekat ke sekolah dalam wilayah zonasi yang ditetapkan.
Penjelasan Disdik DKI
Namun, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, Nahdiana, berdalih, untuk jalur zonasi yang kini sedang berlangsung, pun sudah mengacu pada Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019, yakni pasal 25 ayat 1 tersebut.
"Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 pasal 25 ayat 2 sebagaimana dimaksud ayat 1 maka seleksi untuk pemenuhan kuota atau daya tampung terakhir menggunakan usia peserta didik yang lebih tua berdasarkan surat keterangan lahir atau akta kelahiran," kata Nahdiana di kantornya, Jumat, 26 Juni 2020.
Menurut Nahdiana, penetapan zonasi berbasis kelurahan dan irisan kelurahan dengan mempertimbangkan keunikan demografi Jakarta, mulai dari tingkat kepadatan penduduk yang tidak sama setiap kelurahan, bentuk hunian vertikal yang banyak di Jakarta, hingga sebaran sekolah yang tidak sama di setiap kelurahan.
Begitu juga daya tampung sekolah yang tidak sama di tiap sekolah dan jumlah sekolah asal serta banyaknya atau tersedianya moda transportasi bagi anak sekolah. Penetapan zonasi berbasis kelurahan di DKI Jakarta itu, menurut dia, sudah berlaku sejak pelaksanaan PPDB DKI pada 2017.
"Berdasarkan evaluasi dan kajian pelaksanaan PPDB, penggunaan usia sebagai kriteria seleksi lebih dapat mengakomodasi calon peserta didik baru dari seluruh lapisan masyarakat," ujarnya.
Minim Sosialisasi
Polemik usia dalam PPDB DKI Jakarta memang harus segera dicarikan solusi. Apalagi, sosialisasi terkait aturan itu dinilai masih minim.
Wakil Ketua DPRD, Zita Anjani, menyebut minimnya sosialisasi aturan PPDB itu mengagetkan orangtua siswa yang sudah jauh-jauh hari mempersiapkan anak-anaknya untuk mendapatkan sekolah yang diinginkan. "Ini yang akan kita carikan solusinya," ujar Zita.
Zita menilai, bila permasalahan utama adalah usia, lewat jalurnya apa pun, akan banyak yang tertolak. Karena yang pertama dilihat adalah usianya.
"Afirmasi itu untuk yang tidak mampu, tapi kalau begitu dia daftar, usianya sudah tertolak. Ya pasti nggak penting ada afirmasi atau apa, karena usia. Itu yang akan kita koreksi," tuturnya.
Bahkan, pengacara publik David Tobing yang juga ketua Komunitas Konsumen Indonesia berencana melaporkan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, Nahdiana ke Ombudsman RI.
David menilai, Keputusan Kepala Dinas Pendidikan DKI bertentangan dengan Pasal 25 Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019. Permendikbud menyebut jarak tempat tinggal calon peserta didik dengan sekolah menjadi faktor penentu pertama dan utama dalam proses penerimaan melalui zonasi.
Sementara itu, menurut David, Dinas Pendidikan DKI menjadikan usia menjadi faktor utama dalam penentuan peserta didik yang diterima, apabila peserta yang mendaftar melebihi kuota. David menyebut, banyak orangtua siswa kecewa dan frustrasi.
Orangtua kecewa anak mereka tidak diterima pada sekolah yang didaftarkan karena usianya lebih muda. Mereka juga frustrasi karena sekolah swasta sudah menutup pendaftaran.
"Harusnya pemerintah DKI memikirkan dampak psikis dan sosial dari anak-anak tersebut, Apa salah anak-anak yang berusia lebih muda tersebut sehingga tidak dapat kesempatan sekolah," katanya.
Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta memang menyebut ada kesempatan lain untuk meneruskan ke jenjang berikutnya, yakni jalur prestasi, bila tidak lolos PPDB jalur zonasi. Jalur prestasi tidak melihat usia karena seleksi pertamanya adalah nilai akademis.
Nilai rapor semester 1 hingga semester 5 dikalikan nilai akreditasi. "Jadi tidak melihat usia, itu solusinya," ujar Nahdiana.
Namun, porsi kuota jalur prestasi ini hanya 20 persen dari kursi yang disediakan di jenjang sekolah yang ada di Jakarta. Lebih sedikit dibanding jalur zonasi dengan kuota bisa mencapai 40 persen.