Banjir Jakarta yang Sudah Ditunggu

Sejumlah lokasi terdampak banjir di kompleks pertokoan Jalan kemang Raya, Jakarta, 25 Februari 2020.
Sumber :
  • VIVAnews/Wilibrodus

VIVA – Bencana banjir di Jakarta dan sekitarnya pada 25 Februari 2020 berdampak luas. Lebih dari sepuluh persen wilayah rukun warga di Ibu Kota terendam dengan ketinggian air maksimal mencapai dua meter. Bahkan kompleks Istana Negara dan kantor Kementerian Keuangan di Jakarta Pusat pun tergenang meski air di sana lebih lekas surut dibandingkan di tempat lain.

Kota-kota Besar di Indonesia yang Bakal Diguyur Hujan Hari Ini

Sejumlah fasilitas atau area publik, seperti di area niaga di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, kompleks pertokoan atau perbelanjaan, jalan tol Cikampek, stasiun kereta commuter line, turut terdampak bencana alam yang rutin terjadi hampir setiap tahun itu. Kawasan permukiman penduduk terutama yang di sekitar bantara sungai tampak lebih mengerikan.

Sebagaimana banjir-banjir serupa pada tahun-tahun sebelumnya, tak ada yang bisa mencegahnya. Setiap kali musim hujan tiba, apalagi ketika sudah mencapai puncaknya pada Februari dan Maret, pemerintah maupun masyarakat sudah bersiap-siap menyambut bencana hidrometeorologi itu. Begitu pula banjir kali ini.

BMKG Ungkap RI Masuk Periode Musim Hujan Berintensitas Tinggi

Bencana yang Ditunggu

Wilayah Jakarta dan daerah sekitarnya seperti Depok, Tangerang, Bekasi, dan Banten sebenarnya sudah dilanda banjir besar pada 1 Januari 2020—tepat di hari Tahun Baru. Sama seperti yang terjadi kali ini, banjir di awal tahun itu diawali hujan deras sepanjang malam sampai pagi esok harinya. Tetapi, petaka yang mengacaukan rencana perayaan Tahun Baru itu nyaris tak terduga. Sebab, waktu itu wilayah Jakarta dan sekitarnya belum lama memasuki musim hujan dan belum akan mencapai puncaknya.

Terobos Banjir, Remaja Perempuan di Sumbawa Barat Hanyut Terbawa Arus Sungai

Banjir besar pada 25 Februari, dua bulan setelah malapetaka di Tahun Bar, sudah diperkirakan. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dua hari sebelumnya telah memperingatkan bahwa Jakarta dan sekitarnya, akan hujan lebat atau sangat lebat pada 22-24 Februari. BMKG tak keliru: banjir benar-benar datang.

Pada Sabtu malam pekan lalu, beberapa wilayah di Jakarta dan sekitarnya diguyur hujan deras sepanjang malam sampai pagi. Memang, hanya beberapa wilayah yang banjir. Tetapi itu seolah banjir peringatan akan datangnya banjir besar yang sesungguhnya.

Banjir yang sebenarnya terjadi dua hari setelahnya: sebanyak 294 RW dari total 2.738 RW di Jakarta kebanjiran dan 3.565 orang mengungsi. Jumlah korban tewas masih didata tetapi sejauh ini sudah empat orang dilaporkan meninggal dunia: 3 orang (dua di Jakarta dan seorang lainnya di Bekasi) tewas akibat tersengat listrik dan seorang lainnya akibat terjatuh di jalan berlubang yang tertutup air banjir.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, empat hari setelah banjir besar pada 1 Januari, mengklaim bahwa Pemerintah Provinsi sekarang lebih siap menghadapi banjir. Sebab, semua perangkat dan aparat sudah disiagakan yang, menurutnya, terbukti efektif ketika bencana Tahun Baru itu.

Di awal Februari, ketika BMKG sudah lebih sering memperingatkan akan potensi cuaca ekstrem kala puncak musim hujan, Anies mengklaim semua pompa stationer untuk menyedot air banjir sudah disiagakan di ratusan lokasi rawan. "Ke depan kita selalu siaga,” katanya kala itu, “semua petugas bersiap dan kita berharap seluruh masyarakat mengantisipasi karena curah hujan ekstrem.”

Hujan dan Drainase Buruk

Namun, kesiapsiagaan sang Gubernur dan aparaturnya itu sesungguhnya langkah-langkah darurat ketika bencana terjadi. Anies seolah pasrah pada kondisi Jakarta yang terletak di daerah pesisir dan dilewati sungai-sungai yang berhulu di wilayah-wilayah sekitarnya, seperti Bogor. Andai Jakarta tak hujan lebat, kalau hujan di Bogor dan Depok menggila, Ibu Kota tentu kebanjiran juga.

BMKG memang telah memperingatkan potensi hujan lebat dan sangat lebat di wilayah Jakarta dan sekitarnya pada 22-24 Februari. Tetapi, pada Senin malam dan Selasa dini hari, hujan di Depok dan Bogor sebenarnya terkategori sedang. Ketinggian air Kali Ciliwung (berhulu di dataran tinggi perbatasan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur), berdasarkan pengamatan di pos pantau Jembatan Panus Depok pada Selasa, 25 Februari, relatif aman karena 150 sentimeter atau status Siaga IV.

Menurut petugas pos pantau di Jembatan Panus Depok, ketinggian air itu sebenarnya tidak menyebabkan banjir di Jakarta. Banjir yang melanda wilayah Jakarta, dia memperkirakan, bukan akibat banjir kiriman dari Bogor atau Depok, melainkan hujan lokal tetapi lebat di Jakarta.

Anies mengamini kenyataan itu setelah dia memantau langsung kondisi Pintu Air Manggarai di Jakarta. Dia tak melihat banyak sampah di sana, yang berarti air dari Bogor atau Depok tak signifikan menyebabkan banjir di Jakarta. Dia menyimpulkan, banjir di Jakarta kali ini lebih banyak akibat hujan lebat di Ibu Kota.  “Jumlahnya memang cukup besar, karena itu sampai Siaga 1,” katanya.

Tetapi, hujan lebat bukan satu-satunya faktor. Drainase yang buruk dan makin berkurangnya daerah resapan air juga mendukung banjir datang kapan saja. Drainase yang buruk, menurut pemerhati tata kota Nirwono Joga dalam perbincangan dengan tvOne pada Selasa petang, berarti bahwa “lubang air dan saluran air tidak berfungsi normal.”

Faktor lain yang ditengarai menjadi biang banjir di Jakarta ialah sungai-sungai yang melintasi Ibu Kota. Sebagaimana Menteri Pekerjaan Umum Basuki Hadimuljono sampaikan beberapa saat setelah banjir pada 1 Januari, bencana alam itu kerap melanda Ibu Kota karena masih banyak bagian dari Sungai Ciliwung yang belum dinormalisasi—baru 16 kilometer dari total 33 kilometer yang dinormalisasi.

Waktu itu Anies menyanggah pendapat Basuki. Dia menganggap normalisasi sungai itu penting, tapi sesungguhnya ada yang lebih penting lagi, yakni pengendalian air dari wilayah selatan seperti Cianjur, Bogor, Depok. Normalisasi sungai di Jakarta sebagus apa pun, dia berargumentasi, kalau air dari wilayah selatan tidak dikendalikan, "Maka apa pun yang kita lakukan di pesisir, termasuk di Jakarta, tidak akan bisa mengendalikan.” (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya