Muslihat Politik Mahathir

Mahathir Mohamad
Sumber :
  • ANTARA FOTO/ICom/AM IMF-WBG/Afriadi Hikmal

VIVA – Drama politik tingkat tinggi tengah dipertontonkan di Malaysia. Bintang utamanya, siapa lagi kalau bukan Begawan-Politikus Mahathir Mohamad. Skenarionya kurang lebih sama dengan yang terjadi lebih dari 20 tahun yang lalu: sekutu politiknya, Anwar Ibrahim, lagi-lagi menjadi “korban PHP” (Pemberi Harapan Palsu) Mahathir, namun kali ini dengan settingan yang berbeda dari Tragedi 1998.    

Ini berawal dari pengunduran diri mendadak Mahathir Mohamad dari posisi Perdana Menteri Malaysia. Dalam akun resminya di Twitter, telah diumumkan bahwa Mahathir sudah menyampaikan surat pengunduran diri sebagai PM kepada Raja Malaysia, Yang Dipertuang Agong Sultan Abdullah dari Pahang, pada Senin siang 24 Februari 2020. Tidak cukup di situ, Mahathir pun mengundurkan diri sebagai Ketua Partai Bersatu, yang baru dibentuknya beberapa tahun lalu. 

Mundurnya Mahathir ini diyakini membawa dampak yang besar bagi tetangga dekat Indonesia itu, apakah Malaysia akan mengalami transisi kepemimpinan yang stabil atau kah menimbulkan kemelut politik baru? Mahathir belum memberi penjelasan resmi mengapa dia mundur. Usianya sudah sangat uzur, 94 tahun. Di satu sisi, bila dilihat dari faktor umur, mundurnya Mahathir bukan lah sesuatu yang mengherankan. 

Di sisi lain, mundurnya Mahathir ini erat disangkut-pautkan dengan "perjanjian politik" bersama sekutu terdekatnya, Anwar Ibrahim. Menjabat sebagai PM untuk kali kedua sejak 2018, Mahathir pernah berkata hanya berstatus sebagai "pemimpin sementara" dan akan menyerahkan tongkat estafet kepemimpinan kepada Anwar dalam dua tahun. Namun, dia tak pernah jelas mengutarakan kapan dia melakukan transfer kepemimpinan itu. 

Namun, apakah mundurnya Mahathir ini berarti dia juga sekaligus merestui Anwar sebagai penggantinya? Tampaknya ini tidak bakal terjadi. Justru Anwar saat ini merasa was-was bakal jadi "korban PHP" dari seniornya itu. 

Apalagi, seperti diberitakan stasiun televisi Channel News Asia, Minggu kemarin Anwar mengaku mensinyalir dia bakal “dikhianati” oleh mitra-mitra koalisi yang tergabung dalam Pakatan Harapan. Ini adalah koalisi tiga partai, yaitu Partai Bersatu, Partai Aksi Demoratik (DAP) dan Partai Keadilan Rakyat (PKR) yang Anwar pimpin yang saat ini memimpin pemerintahan. 

Tanda-tanda itu makin jelas. Partai Bersatu akhirnya keluar dari koalisi pendukung Anwar, beberapa jam setelah Mahathir mundur. Begitu pula sejumlah politisi  PKR membelot dan memilih bergabung bersama koalisi baru yang dibangun Partai Bersatu – yang kabarnya juga didukung oleh para politisi dari seteru mereka, yaitu Partai UMNO.

Anwar mengendus sabotase perpecahan di koalisi Pakatan Harapan itu, yang membuat dia bisa gagal meraih ambisi jadi PM Malaysia. Apalagi kalau pengunduran diri Mahathir itu merupakan bagian dari skenario tersebut. Bila ini yang terjadi, maka menggambarkan bahwa perpolitikan di Malaysia sangat sarat intrik dan penuh muslihat.   

Menariknya, walau sudah menyodorkan surat pengunduran diri, Mahathir tidak langsung meninggalkan jabatan. Malah Raja Malaysia meminta Mahathir untuk sementara menjadi PM interim, hingga terpilih pemimpin baru. Ini tidak lantas membuat Deputi PM Wan Azizah Wan Ismail, yang merupakan istri Anwar, langsung menggantikan Mahathir. 

Hubungan Mahathir dan Anwar

Bagi mahasiswa dan pakar ilmu politik, hubungan Mahathir dan Anwar merupakan contoh yang tepat untuk menggambarkan ungkapan sakral: tidak ada teman maupun musuh abadi, yang ada hanyalah kepentingan yang abadi. Publik Malaysia tahu persis bagaimana hubungan dua politisi itu diwarnai dengan drama yang ekstrem dan terkesan brutal. 

Lebih dari 20 tahun silam, Mahathir dan Anwar ibarat dwi tunggal, seperti guru dan murid, selama mereka berkiprah di Partai UMNO dan memerintah Malaysia. Mahathir sebagai Ketua Partai merangkap Perdana Menteri Malaysia, sedangkan Anwar adalah tangan kanannya di partai sekaligus Deputi PM. 

Saat itu, banyak yang mengira kepemimpinan di Malaysia akan berlanjut mulus dengan peralihan antara Mahathir ke Anwar sebelum muncul petaka 1998. Bersamaan dengan munculnya krisis moneter di Malaysia dan negara-negara lain di Asia, meruncing pula perbedaan Mahathir dan Anwar dalam pandangan politik dan pengelolaan negara. 

Sebagai pemimpin yang berkuasa sejak 1981, Mahathir terlalu kuat. Anwar pun terjerembab sangat dalam. Dipecat dari pemerintahan dan Partai UMNO pada awal September 1998, dia pun dipenjara atas kasus sodomi. Dua figur itu akhirnya jadi musuh bebuyutan. 

Namun, kepentingan politik jua lah yang akhirnya mempersatukan dua figur bermusuhan itu. Bersama partai masing-masing, Mahathir dan Anwar berbaikan dan berkoalisi untuk membentuk koalisi Pakatan Harapan demi mengalahkan Barisan Nasional yang digalang UMNO, partai yang pernah membesarkan karir politik mereka. 

Mahathir dan Anwar selanjutnya sukses besar mencetak sejarah dengan menjungkalkan dominasi UMNO yang sudah 60 tahun mendominasi perpolitikan Malaysia lewat Pemilu 2018. Jagoan UMNO, PM Najib Tun Razak, tersingkir. Deal politik pun dibangun: Mahathir kembali menjadi PM dan 2 tahun kemudian bakal digantikan Anwar. Penunjukkan istri Anwar, Wan Azizah Wan Ismail, sebagai Wakil PM tampaknya untuk menjamin deal itu akan berlangsung mulus.  

Siapa Penerus Mahathir?

Kini, setelah Mahathir dan Anwar pecah kongsi, siapa yang bakal menduduki kursi PM usai Mahathir mundur? Secara logis, seperti dikutip Malay Mail, Deputi PM Wan Azizah ditunjuk sebagai Perdana Menteri interim. Namun, perkembangan yang terjadi tidak lah demikian. Walau menerima pengunduran dirinya, Raja malah meminta Mahathir menjadi PM interim untuk sementara waktu. 

Ini yang akhirnya menimbulkan spekulasi, apakah posisi Wan Azizah sebagai Wakil Perdana Menteri juga bakal terancam, seiring dengan pupusnya harapan suaminya untuk menjadi PM seperti yang dijanjikan Mahathir? Atau apakah Mahathir tetap melanggengkan kekuasaannya melalui koalisi baru di parlemen? Bila nanti tetap pensiun sebagai PM dan memilih menjadi king maker, siapa politisi yang bakal disiapkan?   

Satu lagi contoh nyata perpolitikan Malaysia yang penuh intrik. Kalangan media massa, bahkan yang berkatagori asing seperti The Sydney Morning Herald dari Australia, memaparkan bahwa calon pengganti Mahathir sebagai kepala pemerintahan bisa jadi adalah Azmin Ali. Dia tak lain adalah anak buah Anwar sendiri yang menjabat sebagai Wakil Ketua Partai Keadilan Rakyat. 

Azmin kabarnya lebih disukai Mahathir menjadi pemimpin berikut. Dia memiliki loyalis sendiri di PKR yang akan mendukungnya sebagai pemimpin baru. Bahkan Azmin dikabarkan sudah bertemu diam-diam dengan para politisi UMNO, lawan politik PKR di parlemen. Ini lantas memunculkan spekulasi apakah parlemen Malaysia bakal memunculkan koalisi baru - yang terdiri dari Partai Bersatu, para sekutu Azmin di PKR dan dari partai-partai lain - termasuk UMNO? Bila sudah begini, Anwar pun bisa-bisa gigit jari. 
    
  
     


   

Asyik, Mulai Pekan Depan Murid SD Malaysia Sarapan Gratis di Sekolah

      
  


 

KTT Kuala Lumpur Dicap Tandingan OKI, Mahathir Angkat Bicara


 

BBC Indonesia

PM Malaysia Muhyiddin Yassin Mengundurkan Diri, Siapa Penggantinya?

Perdana Menteri (PM) Malaysia, Muhyiddin Yassin telah mengajukan pengunduran dirinya kepada Raja Sultan Abdullah, ungkap Menteri sains, teknologi dan

img_title
VIVA.co.id
16 Agustus 2021