Antara Torehan Sejarah Jokowi dan SBY di Australia
- BPMI Setpres
VIVA – Akhir pekan lalu Presiden Joko Widodo berada di Canberra, Australia. Kunjungan kenegaraan untuk bertemu para pejabat, termasuk Perdana Menteri Scott Morrison.
Kunjungan Jokowi cukup spesial, Disebut-sebut membawa 'hadiah' perjanjian perdagangan bilateral untuk Australia. Kedua negara telah menandatangani Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia (IA-CEPA), Maret tahun lalu.
"Ini adalah masa bersejarah," kata Phil Turtle, Presiden Australia Indonesia Business Council.
Lewat perjanjian IA-CEPA, 99 persen ekspor Australia akan diizinkan masuk ke Indonesia bebas tarif. Ekspor Indonesia ke Australia pun akan bebas tarif.
Kesepakatan lainnya universitas-universitas Australia, diizinkan membuka kampus di Indonesia. Dan juga pebisnis Australia diizinkan memiliki saham mayoritas dalam bisnis telekomunikasi, transportasi, kesehatan dan energi di Indonesia.
Lainnya, mereka yang akan membuka hotel atau resor di Indonesia dapat memiliki saham sepenuhnya. Kuota visa liburan sambil bekerja di Australia untuk warga negara Indonesia, akan ditingkatkan dari 1.000 menjadi 4.100 per tahun.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri RI, Teuku Faizasyah, mengatakan, salah satu fokus pertemuan antara kedua pemimpin adalah pembahasan ratifikasi Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA).
"Kita juga sama-sama memaklumi memasuki tahap akhir proses ratifikasi IA-CEPA, dan akan ada peluncuran Plan of Action sebagai acuan pelaksanaan," kata Faizasyah di Kantor Kemenlu.
Direktur Asia Timur dan Pasifik Kemenlu, Santo Darmosumarto juga menyebutkan kunjungan Jokowi sangat penting dari sisi hubungan bilateral kedua negara.Mengingat 2020 menjadi peringatan 70 tahun hubungan diplomatik RI-Australia.
Di sana Jokowi mengunjungi kawasan Mount Ainslie di Canberra, Australia, untuk melihat dan mempelajari pembangunan Canberra sebagai ibu kota Australia.
"Kita ingin mendapatkan sebuah bayangan seperti apa sebetulnya Kota Canberra, bagaimana dikelola, kemudian dimulainya seperti apa," kata Jokowi dalam keterangan pers.
Kota Canberra dibangun pada tahun 1913, dan saat ini memiliki penduduk sekitar 400 ribu jiwa. Dari Mount Ainslie yang memiliki ketinggian 843 meter di atas permukaan laut, Presiden melihat tata kota Canberra sangat baik.
Jokowi tertarik untuk mengadopsi hal tersebut, dalam pembangunan ibu kota baru Indonesia di Kalimantan nanti. "Tata kotanya sangat bagus sekali dan yang baik-baik akan kita ambil untuk pembangunan ibu kota baru," ujarnya.
Pidato Bahasa Indonesia Jokowi di Parlemen Australia
***
Memulai agenda pada hari ketiga, Jokowi memulai pertemuan bersama PM Australia, Scott Morrison di Canberrra. Kemudian pertemuan bilateral. Dan ada enandatanganan Memorandum of Understanding (MoU).
Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi menuturkan, ada dua MoU yang akan ditandatangani yaitu plan of action dari comprehensive strategic partnership untuk tahun 2020-2024. Kedua, kerja sama di bidang perhubungan yang akan dilakukan oleh Menteri Perhubungan.
Agenda selanjutnya adalah kunjungan kehormatan Ketua Oposisi Australia, serta kunjungan kehormatan Ketua Parlemen Australia dan Ketua Senat Australia. "Setelah itu Presiden akan memberikan pidato di hadapan anggota Parlemen Australia,” kata Retno.
Duta Besar Indonesia untuk Australia, Kristiarto S. Legowo menyampaikan, terkait agenda Presiden memberikan pidato di hadapan Parlemen merupakan kehormatan yang sangat besar. Karena, Presiden akan menjadi kepala negara ke-12 yang diberikan kesempatan untuk bicara di hadapan Parlemen selama sejarah Parlemen Australia.
Meskipun sebenarnya bukan kali ini saja ada Presiden Republik Indonesia berpidato di parlemen Australia. Adalah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang saat mengunjungi Negeri Kanguru itu pada 10 Maret 2010 juga berpidato di Parlemen Australia.
Bedanya, Presiden SBY berpidato dalam bahasa Inggris. Pidato itu angsung mengundang pujian para anggota parlemen dan pejabat Australia, yang menyatakan mereka mudah mengerti isinya.
Sedangkan Jokowi memakai pendekatan yang berbeda. Menggunakan Bahasa Indonesia. Tapi ada penerjemah. Tak sedikit anggota parlemen dan pejabat Australia yang mengerti Bahasa Indonesia karena pernah mempelajarinya maupun sering berkunjung ke Indonesia.
Kendati berbahasa Indonesia. Pidato Jokowi ini mendapat sambutan meriah parlemen Australia. Perbedaan lain, tema pidatonya. Dikaitkan dengan situasi pada saat itu.
Pada 10 tahun lalu, pidato Presiden SBY menekankan kerjasama Indonesia dan Australia di bidang penanggulangan penyelundupan manusia, dan perang melawan terorisme. Termasuk saat itu berhasil mengakhiri sepak terjang gembong teroris Asia Tenggara, Dulmatin, di Pamulang.
Jokowi mengajak Australia untuk memperjuangkan nilai demokras. Hak asasi manusia, toleransi, dan kemajemukan. Juga pembangunan berkelanjutan, reboisasi hutan dan daerah hulu sungai, mencegah kebakaran hutan, komitmen untuk menurunkan emisi karbon, serta pengembangan energi terbarukan.
Kendati berbeda, namun pidato Jokowi dan SBY memiliki kesamaan. Mereka menekankan hubungan Indonesia dan Australia yang telah terjalin secara erat. Tidak saja antar-pemerintah, namun juga hubungan kedua bangsa yang semakin bersahabat.
Penandatanganan Sejumlah Nota Kesepahaman
***
Serangkaian agenda telah dilakukan Jokowi di hari ketiga kunjungan kenegaraan ke Australia, Senin, 10 Februari 2020. Salah satunya kepala Negara menyaksikan penandatanganan sejumlah nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU).
Retno mengatakan, ada dua nota kesepahaman yang akan ditandatangani. "Pertama adalah Plan of Action Comprehensive Strategic Partnership tahun 2020-2024, dan kedua, kerja sama di bidang perhubungan yang akan dilakukan Pak Menhub," kata Retno.
Nota kesepahaman yang akan ditandatangani oleh Menteri Perhubungan kedua negara, adalah MoU concerning Transportation Security Cooperation. Menhub Budi Karya Sumadi mengatakan, ada dua hal pokok yang akan dibahas dalam Nota Kesepahaman tersebut, yaitu berkaitan dengan kemudahan menggunakan konektivitas udara, dan berkaitan dengan vokasi dan keselamatan.
"Australia banyak support safety di Indonesia, memberikan tenaga-tenaga pelatihan, dan karena itu kita minta ditingkatkan untuk memberikan dukungan kepada vokasi di Indonesia," kata Budi Karya.
Presiden juga menghadiri pertemuan Indonesia-Australia Business Roundtable di Hotel Hyatt. Terkait forum tersebut, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut ada sekitar 20 pengusaha pertambangan, jasa, sektor kesehatan, hingga perguruan tinggi.
"Memang ada perguruan tinggi yang ingin beroperasi di Indonesia dan pemerintah mau lihat deregulasinya di situ, terutama beroperasi di daerah ekonomi khusus," ujar Airlangga.
PM Morrison sendiri mengaku senang dengan ratifikasi IA-CEPA ini. Ia optimis, Indonesia adalah masa depan perekonomian dunia. Dan bersama Australia akan bersama-sama mengembangkan perekonomian di antara kedua negara.
"Indonesia akan menjadi salah satu ekonomi yang paling besar di seluruh dunia. Dari kesepakatan yang saling menguntungkan ini akan memastikan ekonomi kita akan saling terkait selama beberapa lama ke depannya," kata Morrison.
Untuk Indo-Pasifik, Morrison memastikan negaranya mendukung penuh konsep pengembangan Indo-Pasifik. Sebab harus diakui, Indo-Pasifik memiliki potensi ekonomi yang besar di antara negara-negara dalam kawasan tersebut.
"Australia mendorong dan mendukung (Indo-Pasifik) karena kita memiliki pemikiran yang sama untuk kawasan Indo-Pasifik. Kita lihat potensi ekonomi, dan potensi antar rakyatnya, dan untuk menghilangkan hambatan yang tadinya ada di kawasan kita," katanya.