Ujian Nasional Menemui Ajal

Pelaksanaan Ujian Nasional Berbasis Komputer tingkat SMP di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu, 24 April 2019.
Sumber :
  • VIVA/Yasir

VIVA – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim menegaskan, Ujian Nasional (UN) tahun 2020 akan menjadi UN terakhir.

10 Negara yang Menawarkan Pendidikan Gratis untuk Mahasiswa Internasional

“Penyelenggaraan UN tahun 2021 akan diubah menjadi assessment Kompetensi Minimum dan Survei Karakter," ujar Nadiem saat bertemu para Kepala Dinas Pendidikan di Jakarta, Rabu 11 Desember 2019.

Berbeda dengan UN yang dilakukan di akhir masa sekolah, maka assesment yang diajukan Nadiem akan dilakukan bukan pada akhir masa tahapan pendidikan. Mendikbud menyebut, bisa saja assessment dilakukan pada kelas 4, 8, dan 11. Tujuannya bukan digunakan untuk basis seleksi siswa ke jenjang pendidikan selanjutnya, namun untuk mendorong guru dan sekolah memperbaiki mutu pembelajaran. 

Istilah Pendidikan yang Harus Diketahui Orang Tua di Indonesia

Sejumlah siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) Tujuh mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) 2019, di Padang, Sumatera BaratSuasana Ujian Nasional

Nadiem menjelaskan, survei karakter yang ia maksud nantinya akan terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan penguatan pendidikan karakter.

Majelis Masyayikh: UU Pesantren Memberi Landasan Hukum Menjamin Kemandirian dan Kekhasan

“Arah kebijakan ini juga mengacu pada praktik baik pada level internasional seperti Programme For International Student Assessment (PISA) dan Trend in International Mathematics and Science Study (TIMSS),” katanya menambahkan.

Selain pertimbangan akademis, Mendikbud juga menilai, materi ujian atau UN untuk para siswa sekolah cenderung lebih kepada menghafal pelajaran bukan kompetensi siswa itu sendiri. "Materi UN itu yang terlalu padat sehingga cenderung fokusnya adalah mengajarkan materi dan menghafal materi dan bukan kompetensi. Kedua, ini (UN) sudah menjadi beban stres bagi banyak sekali siswa, guru dan orangtua," ujarnya.

Selain itu, UN hanya menilai satu aspek saja yakni kognitif. Bahkan tidak semua aspek kognitif kompetensi dites, dan lebih banyak ke penguasaan materinya dan belum menyentuh karakter siswa secara lebih holistik. 

Reformasi ala Menteri Milenial

Nadiem tak hanya menghapus UN yang berlaku sekarang, ia juga melakukan sejumlah langkah reformasi dalam sistem pendidikan. Dalam pertemuan tersebut Nadiem juga menyampaikan empat program pokok kebijakan pendidikan “Merdeka Belajar”. Program tersebut meliputi Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi.

“Empat program pokok kebijakan pendidikan tersebut akan menjadi arah pembelajaran ke depan yang fokus pada arahan Bapak Presiden dan Wakil Presiden dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia,” kata Nadiem.

Untuk USBN, Mendikbud memastikan akan mengembalikan USBN ke sekolah. Ujian tersebut dilakukan untuk menilai kompetensi siswa dalam bentuk tes tertulis atau bentuk penilaian lainnya yang lebih komprehensif, seperti portofolio dan penugasan (tugas kelompok, karya tulis, dan sebagainya).

Mendikbud Nadiem MakarimMendikbud, Nadiem Makarim

Menurutnya, dengan sistem tersebut pihak sekolah bisa menilai kemampuan anak didiknya secara langsung serta anggaran USBN bisa dialihkan kepada yang lebih membutuhkan di bidang pengembangan.

"Guru dan sekolah lebih merdeka dalam penilaian hasil belajar siswa. Anggaran USBN sendiri dapat dialihkan untuk mengembangkan kapasitas guru dan sekolah, guna meningkatkan kualitas pembelajaran,” katanya menjelaskan.

Sedangkan untuk penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Kemendikbud akan menyederhanakannya dengan memangkas beberapa komponen. Dalam kebijakan baru tersebut, guru secara bebas dapat memilih, membuat, menggunakan, dan mengembangkan format RPP. Tiga komponen inti RPP terdiri dari tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan assessment.

“Penulisan RPP dilakukan dengan efisien dan efektif sehingga guru memiliki lebih banyak waktu untuk mempersiapkan dan mengevaluasi proses pembelajaran itu sendiri. Satu halaman saja cukup,” katanya.

Mendikbud juga memastikan PPDB akan tetap menggunakan sistem zonasi, namun dengan kebijakan yang lebih fleksibel untuk mengakomodasi ketimpangan akses dan kualitas di berbagai daerah. Nadiem menjelaskan, untuk komposisi PPDB jalur zonasi dapat menerima siswa minimal 50 persen, jalur afirmasi minimal 15 persen, dan jalur perpindahan maksimal 5 persen. Sedangkan, untuk jalur prestasi atau sisa 0-30 persen lainnya disesuaikan dengan kondisi daerah. “Daerah berwenang menentukan proporsi final dan menetapkan wilayah zonasi,” katanya menegaskan.

Nadiem berharap, pemerintah daerah dan pusat dapat bergerak bersama dalam memeratakan akses dan kualitas pendidikan di Tanah Air. “Pemerataan akses dan kualitas pendidikan perlu diiringi dengan inisiatif lainnya oleh pemerintah daerah, seperti redistribusi guru ke sekolah yang kekurangan guru,” katanya.

UN Boleh Dihapus, Assesment Tetap Penting

Keputusan Nadiem menghapus UN tak serta merta membuat Popie Puspawardany, pengelola sekolah Mentari Ar Ridho di Pulogebang bersuka cita. Popie berharap apa yang dilakukan Nadiem bukan sekadar mengganti nama ujian, tapi substansinya tetap sama dengan yang sekarang dilakukan. Sebab, jika hanya mengganti nama, ujung-ujungnya akan memberatkan siswa dan membuat siswa tetap stres. 

"Apa pun namanya, itu jangan jadi alat ukur satu-satunya untuk kelulusan, karena pendidikan itu memang proses. Bukan ujungnya saja yang dinilai. Namanya juga pendidikan, artinya proses mendidik dan terdidik," ujar Popie kepada VIVAnews, Rabu, 11 Desember 2019. 

Ia setuju agar tetap ada assesment, namun bukan dalam bentuk UN seperti yang dilakukan sekarang. "UN menjadi beban buat anak-anak. Sebab, selain harus berhadapan dengan dirinya sendiri, anak juga berhadapan dengan tekanan orangtua. Buat anak SD, ini jauh lebih berat karena mereka belum bisa melampiaskan tekanan. Beda dengan anak SMP dan SMA yang sudah tahu bagaimana mengalihkan tekanan," ujarnya.

Pelaksanaan Ujian Nasional Berbasis Komputer tingkat SMP di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu, 24 April 2019.Suasana Ujian Nasional

Popie membayangkan, sebagai tahapan pemantauan siswa didik, maka kerja project adalah yang paling ideal. Sebab, bisa disesuaikan dengan kelompok usia, juga bisa dilakukan berkelompok.  Ia mencontohkan, misalnya siswa SD diminta membuat project tugas kelompok tentang menghemat air. Mereka membuat karya tulis bersama 10 temannya. Dalam karya tulis yang dibuat itu, ada pernyataan sikap mereka juga tentang mengapa air harus dihemat, mereka paham dan ada kuesioner. 

"Jadi lengkap. Ada sikap, ada iptek. Dan itu berada dalam bimbingan guru-guru. Nah di situ akan terlihat kejujuran siswa mengerjakan karya tulis, sikap mereka dan bagaimana mereka memahami iptek melalui lingkungan," ujarnya menjelaskan. 

Keputusan Mendikbud menghapus UN juga mendapat dukungan dari Hetifah Sjaifudian, Wakil Ketua Komisi X DPR RI. Menurut Hetifah, format baru tersebut sejalan dengan apa yang ia harapkan. Sebab, selama ini pelaksanaan Ujian Nasional tidak konsisten dengan Kurikulum K-13 yang menekankan cara berpikir dan logika. 

“Selama ini UN lebih banyak hafalan. Padahal yang kita perlukan adalah mendidik anak-anak kita untuk mempunyai skill, seperti kemampuan literasi dan numerasi," ucapnya. 

Hetifah menganggap, hal itu menjadi sebab rendahnya nilai PISA Indonesia. “Karena fokus dan penekanannya salah. Tolak ukur lain seperti sikap juga tidak masuk ke dalam assesment," ujarnya.

Namun Hetifah mengingatkan, transisi dari sistem yang lama ke yang baru tentu tidak mudah. Pemerintah daerah, sekolah, guru, siswa, dan orangtua murid harus mendapatkan sosialisasi dan pendampingan yang serius dari pemerintah pusat. “Masih ada waktu dua tahun. Maksimalkan terutama untuk menyampaikan ke para guru bagaimana metode mengajar yang baik untuk melatih skill-skill yang akan diujikan," tuturnya.

Lebih lanjut, Hetifah menyarankan Kemendikbud untuk benar-benar mempelajari praktik baik dari negara-negara lainnya, salah satunya Tiongkok.  “Tiongkok berhasil mencapai posisi pertama dalam pencapaian PISA, padahal jumlah siswanya sangat besar.  Patut dipelajari lebih dalam bagaimana mereka melakukannya”, ujarnya.

Pengamat pendidikan Doni Koesuma setuju pemerintah mengevaluasi kebijakan UN. Menurut Doni, selama ini tujuan dan fungsi UN sangat tidak jelas. "Perlu dicari format lain yang lebih jelas dan terukur," ujarnya. 

Mengenai usulan Nadiem ia mengaku ingin mempelajari lebih detil bagaimana bentuk assesment yang akan dilakukan oleh Mendikbud pada 2021 mendatang. 

"Kalau assesment kompetensi dilakukan per siswa secara nasional, saya rasa amanat UU Sisdiknas tentang evaluasi belajar oleh pemerintah sudah tercakup," ujarnya. [mus]

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya