Grasi Diberi, Jokowi Dicaci

Terdakwa kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1 Idrus Marham menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa, 23 April 2019.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

VIVA –  Komitmen Presiden Jokowi untuk memberantas korupsi dipertanyakan. Sebab, dalam selisih waktu sekitar sepekan, dua koruptor mendapatkan keringanan hukuman. 

Pengacara Ungkap Alasan Terpidana Kasus Pembunuhan Vina dan Eky Cirebon Ajukan Grasi

Pekan lalu, Presiden Jokowi memberi grasi kepada mantan Gubernur Riau, Annas Maamun. Annas adalah terpidana kasus suap terkait alih fungsi hutan di Riau. Hakim memvonisnya dengan hukuman tujuh tahun penjara, pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA). Hukuman itu bertambah satu tahun dari vonis Pengadilan Tipikor Bandung. 

Annas dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam perkara korupsi alih fungsi lahan kebun kelapa sawit di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau. Annas disebut, terbukti menerima suap sebesar Rp500 juta dari pengusaha Gulat Medali Emas Manurung, yang saat itu menjabat Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia. 

Kata Moeldoko soal Kasus Pembunuhan Vina: Lihat Saja Perkembangannya

Belum selesai kehebohan pemberian grasi dari Jokowi kepada Annas Maamun, kabar lain yang bikin nyeri telinga kembali terdengar. Kali ini dilakukan oleh MA yang memberikan pengurangan hukum untuk Idrus Marham, politisi Partai Golkar yang tersangkut kasus suap proyek PLTU Riau-1.

Menurut Kapala Bagian Humas dan Protokol Direktorat Jenderal (Ditjen) Pemasyarakatan Kemenkumham, Ade Kusmanto, pemberian grasi untuk Annas ditetapkan pada tanggal 25 Oktober 2019, berdasarkan keputusan presiden nomor 23/G tahun 2019 tentang Pemberian Grasi. 

Kata Yasonna soal 7 Terpidana Kasus Vina Cirebon Sempat Ajukan Grasi

Dengan grasi dari Presiden, hukuman Annas dikurangi satu tahun. Dari semula tujuh tahun menjadi enam tahun. Sehingga, Annas akan bebas pada 3 Oktober 2020, dari semula 3 Oktober 2021.

"Menurut data pada sistem data base pemasyarakatan, bebas awal 3 Oktober 2021, setelah mendapat grasi pengurangan hukuman selama satu tahun diperhitungkan akan bebas 3 Oktober 2020, dan denda telah dibayar tanggal 11 Juli 2016," kata Ade, Selasa 26 November 2019. 

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Idrus Marham dengan pidana tiga tahun penjara, karena dianggap terbukti menerima suap terkait Proyek PLTU Riau-1, bersama-sama Eni Maulani Saragih.  

Tak puas putusan itu, Idrus melalui pengacaranya mengajukan banding. Namun, di Pengadilan Tinggi DKI, Idrus justru diperberat hukumannya menjadi lima tahun bui. Kemudian, Idrus mengajukan kasasi ke MA.  

“Dengan pengurangan hukuman dari MA, jatah lima tahun yang harusnya dihabiskan Idrus Marham di penjara, sangat berkurang menjadi dua tahun. Sementara itu, Annas diperhitungkan akan bebas 3 Oktober 2020, dan denda telah dibayar tanggal 11 Juli 2016," kata Ade. 

Alasan rasional yang menyebalkan

Presiden Jokowi memberikan grasi pada mantan Gubernur Riau, Annas Maamun adalah alasan kemanusiaan. Kondisi yang makin menua dan sakit-sakitan menjadi alasan untuk mengurangi hukuman Annas. 

Kabag Humas dan Protokol Ditjen Pemasyarakatan, Ade Kusmanto memastikan itu. Usia Annas yang makin uzur dan gangguan berbagai keluhan kesehatan, sepertinya menjadi pertimbangan utama Presiden Jokowi memberikan grasi.  

"Pertimbangannya adalah berusia di atas 70 tahun. Saat ini, yang bersangkutan usia 78 tahun, dan menderita sakit berkepanjangan," ujar Ade saat dikonfirmasi. 

Selain faktor usia yang makin menua, menurut Ade, keluhan berbagai penyakit juga terus disampaikan oleh Annas. Akibat penyakit yang dideritanya itu, Annas harus menggunakan oksigen setiap saat.

"Mengidap berbagai penyakit sesuai keterangan dokter, PPOK (COPD akut), dispepsia syndrome (depresi), gastritis (lambung), hernia, dan sesak napas (membutuhkan pemakaian oksigen setiap hari)," kata Ade seperti disampaikan pada wartawan, Selasa, 3 Desember 2019. 

Ade mengatakan, alasan-alasan kemanusiaan itulah yang dijadikan pertimbangan pemohon untuk mengajukan grasi kepada Presiden Jokowi. Sebab, berdasarkan pasal 6A ayat 1 dan 2, UU Nomor 5 tahun 2010, demi kepentingan kemanusiaan, Menteri Hukum dan HAM berwenang meneliti dan melaksanakan proses pengajuan grasi tersebut.

"Selanjutnya, Presiden dapat memberikan grasi, setelah memperhatikan pertimbangan hukum tertulis dari Mahkamah Agung dan Menteri Hukum dan HAM," kata Ade menjelaskan.

Sedangkan bagi Samsul Huda, pengacara Idrus Marham, mengaku sangat mengapresiasi keputusan Hakim Mahkamah Agung, "Kami senang dan menghormati majelis kasasi, dengan dikabulkannya upaya hukum kasasi Idrus Marham menjadi dua tahun. Meskipun kami berharap, saudara Idrus Marham dapat diputus bebas atau lepas dari tuntutan," kata dia, dikonfirmasi VIVAnews, Selasa 3 Desember 2019.

Samsul menuturkan, bukan tanpa alasan pihaknya berharap Idrus divonis bebas. Sebab, menurutnya, berdasarkan fakta-fakta persidangan selama ini, Idrus terbukti tidak tahu menahu soal proyek PLTU Riau-1. 

"Namanya hanya dicatut oleh saudari Enny Maulani Saragih, yang menerima sejumlah uang dari proyek tersebut. Fakta persidangan jelas bahwa proyek ini sudah diatur oleh orang lain. Idrus Marham juga sama sekali tidak tahu terjadi suap menyuap dalam proyek tersebut," kata Samsul. 

Jokowi yakinkan perang lawan korupsi tak surut

Komisi Pengawasan Korupsi (KPK) mengaku kaget dengan keputusan Presiden Jokowi memberikan grasi. Juru bicara KPK, Febri Diansyah mengakui, pihaknya kaget atas keputusan Jokowi. Sebab, perkara Annas cukup kompleks dan penanganannya relatif panjang, sejak operasi tangkap tangan (OTT) September 2014, hingga putusan inkrach pada Februari 2016.

"Bahkan, kasus korupsi yang dilakukan yang bersangkutan terkait dengan sektor kehutanan, yaitu suap untuk perubahan kawasan bukan hutan untuk kebutuhan perkebunan sawit saat itu," kata Febri.

Namun, lanjut Febri, pihaknya tetap menghargai kewenangan Presiden memberikan grasi atau pengurangan hukuman. 

Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Desmond J. Mahesa, mempertanyakan keputusan Jokowi tersebut. Menurut dia, alasan grasi diberikan belum diketahui dengan kemungkinan Annas benar-benar sakit atau dalam kondisi uzur.

"Kalau (Annas) tidak sakit, berarti Presiden memberikan ini tidak sesuai dengan pemberantasan korupsi, berbanding terbalik dengan statement beliau tentang pemberantasan korupsi. Ini kan, harus kita pertanyakan," kata Desmond di Komplek Parlemen, pekan lalu. 

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Demokrat, Benny K. Harman meminta Presiden Jokowi menjelaskan kepada publik terkait pemberian grasi terhadap Anas Maamun.

Menurut dia, pertimbangan Presiden atas pemberian grasi harus diumumkan terbuka kepada publik. "Tentu, pertimbangan itu harus diumumkan secara terbuka pada publik, untuk tidak menimbulkan spekulasi di mata rakyat. Apa alasan pemberian grasi itu," kata Benny di kompleks Parlemen, Jakarta, pekan lalu. 

Meski keputusannya menuai kontroversi, Presiden Jokowi memastikan bahwa pemberian grasi pada Annas tak bisa dijadikan indikasi bahwa perang terhadap korupsi mengalami penurunan. Menurut Jokowi, grasi terhadap Annas, tidak bisa dijadikan alasan bahwa komitmennya dalam memberantas korupsi menurun. 

"Nah, kalau setiap hari kita keluarkan grasi untuk koruptor, setiap hari atau setiap bulan itu baru, itu baru silakan dikomentari," katanya. 

Grasi adalah hak yang dimiliki oleh Presiden dan diatur oleh UUD. Pemberian grasi juga harus melalui pertimbangan Mahkamah Agung (MA). Jokowi mengakui, sudah melalui MA, bahkan juga pertimbangan yang sama diberikan oleh Menkopolhukam. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya