Korupsi Menpora dan Jebakan Dana Olahraga
- Robbi Yanto/ VIVAnews
VIVA – Imam Nahrowi berusaha tersenyum. Tapi sepertinya, ia gagal menyembunyikan wajah getirnya. Sambil tetap memegang raket, Imam menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh pegawai Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Di depan puluhan wartawan dan ditemani beberapa pejabat teras Kemenpora, Imam menyampaikan salam perpisahan, sekaligus berpamitan.
Kamis 19 September 2019, Imam resmi mundur dari posisinya sebagai menteri Pemuda dan Olahraga. Menteri asal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pengawas Korupsi (KPK) pada Rabu 18 September 2019.
Imam diduga menerima uang sebesar Rp26,5 miliar sebagai biaya komitmen pengajuan proposal yang diajukan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) kepada Kemenpora.
Uang yang diterima secara bertahap sebesar Rp14,7 miliar dalam rentang waktu 2014-2018, melalui asisten pribadinya, Miftahul Ulum, yang juga menjadi tersangka dalam perkara ini. Lalu, tahap berikutnya, menteri asal PKB ini juga menyetujui meminta uang Rp11,8 miliar dalam rentang waktu 2016-2018.
Tak ada yang bisa memastikan, bagaimana kondisi emosi Imam pada Kamis sore itu. Ia sempat melaksanakan salat zuhur, dan setelah salat, ia mendatangi seluruh pejabat eselon di kementerian yang dipimpinnya selama lima tahun kurang satu bulan itu.
Dengan wajah terlihat lelah, Imam tetap mencoba melontarkan canda. "Saya mohon izin, pamit dulu. Belum berkemas barang. Banyak barangnya. Mau bantu berkemas?" celotehnya dengan canda.
"Saya merasa bersyukur kepada Allah, diberi tugas oleh Presiden lima tahun kurang satu bulan. Semoga pengganti saya nanti lebih baik, lebih bersih, lebih suci, dan lebih bisa menjaga perasaan," ujarnya menyampaikan doa.
Di hadapan banyak orang, pria berusia 46 tahun tersebut menegaskan akan menghadapi tuntutan hukum yang dihadapinya. Dia menyatakan dakwaan yang dialamatkan kepadanya sama sekali tak benar. "Saya tidak seperti yang dituduhkan mereka." ujar Imam.
Jebakan Dana Pemuda dan Olahraga
Kasus Imam diawali dengan operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK di Jakarta pada 18 Desember 2018. Dalam OTT itu, KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka. Mereka adalah Sekretaris Jenderal KONI, Ending Fuad Hamidy; Bendahara Umum KONI, Jhonny E. Awuy; pejabat pembuat komitmen pada Kemenpora, Mulyana; dan staf Kemenpora, Eko Triyanto.
Modus korupsinya, KONI mengajukan proposal penyaluran bantuan tahun anggaran 2018 kepada Kemenpora. Kabarnya, akan ada imbalan yang mesti diberikan kembali. Dalam kasus ini, KONI yang mendapat dana sebesar Rp17,9 miliar, lalu ada komisi Rp3,4 miliar yang mesti diberikan.
Dalam penyelidikan KPK, ternyata ditemukan modus seperti ini tidak cuma terjadi pada 2018. Sejak 2014, Imam diduga sudah menerimanya, dan berjumlah Rp14,7 miliar. Di luar komisi dana hibah, ditemukan pula beberapa kali Imam meminta uang kepada KONI melalui asisten pribadinya, Miftahul Ulum. Dalam rentang 2016 hingga 2018, totalnya mencapai Rp11,8 miliar.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengatakan, Imam dinyatakan terbukti telah menerima suap dana hibah KONI. Penerimaannya melalui asisten pribadi Imam, Miftahul Ulum, yang sejak pekan lalu juga sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Alexander menjelaskan, penemuan KPK atas keterkaitan Imam bermula dari proses persidangan Sekretaris Jenderal KONI, Endang Fuad Hamidy. Di persidangan, Endang buka suara, bahwa saat pihaknya menerima dana hibah dari Kemenpora, ada imbalan yang harus dilakukan.
"Pada proses persidangan muncul pihak lain dari pihak Kemenpora. Pihak lain tersebut diduga menggunakan dana itu untuk kepentingan pribadi lewat asistennya. Tersangka adalah IMR yang merupakan Menteri Pemuda dan Olahraga dan asistennya, MIU," tutur Alexander dalam konferensi pers di kantornya, Jl. Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu 18 September 2019.
Alex menyesalkan perbuatan Imam dan Ulum. Menurutnya, apa yang dilakukan Imam merusak masa depan bangsa.
"Jika anggaran-anggaran yang seharusnya digunakan untuk memajukan prestasi atlet dan meningkatkan kapasitas pemuda-pemuda Indonesia, malah dikorupsi. Dampaknya akan sangat buruk untuk masa depan bangsa," kata Alex.
Alexander menegaskan, praktik suap, gratifikasi dan ketidakpatuhan melaporkan gratifikasi mengganggu upaya pemerintah mencapai tujuannya. Apalagi, bidang olahraga dan kepemudaan merupakan sektor krusial, mengingat Indonesia akan mengalami bonus demografi pada 2045 mendatang.
"Apalagi, kali ini dilakukan oleh pucuk pimpinan teratas dalam sebuah kementerian yang dipercaya mengurus atlet dan pemuda Indonesia," katanya.
KPK mengatakan telah memanggil Imam sebanyak tiga kali, tetapi yang bersangkutan tidak menghadiri permintaan tersebut. Pada 31 Juli 2019, 2 Agustus 2019, dan 21 Agustus 2019, KPK memandang telah memberikan ruang yang cukup bagi Imam untuk memberikan keterangan dan klarifikasi pada tahap penyelidikan.
Atas perbuatannya, Imam dan Ulul dijerat menggunakan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 12B atau Pasal 11 UU Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Pernyataan Alex, seperti menguatkan laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dalam proses audit BPK pada semester I 2019, Kemenpora termasuk salah satu lembaga yang memperoleh opini wajar dengan pengecualian (WPD).
Tetapi, saat ditanyai apakah opini WDP untuk Kemenpora itu berkaitan dengan kasus penggelapan dana hibah oleh Menpora Imam Nahrawi, pihak BPK menegaskan, tidak ada sangkut pautnya.
"Kalau itu enggak dikaitkan dengan itu, kan laporan keuangan itu apakah sesuai dengan standar, cukup, kewajaran, jadi tidak dikaitkan dengan itu, memang ada beberapa masalah pertanggungjawaban di Kemenpora," ujar Ketua BPK, Moermahadi Soerja Djanegara di Jakarta, Kamis 19 September 2019.
Imam merupakan Menpora kedua yang tersangkut kasus hukum di KPK. Sebelumnya, Andi Malarangeng juga dijerat KPK, terkait kasus Hambalang, saat menjabat sebagai Menpora. Desember 2012, Andi Mallarangeng dijerat KPK. Saat itu, ia menjabat sebagai Menpora pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Andi terlibat dalam dugaan korupsi proyek pembangunan pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, Bogor. Andi ditangkap bersama dengan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora, Deddy Kusdinar, serta mantan petinggi PT Adhi Karya Tbk, Teuku Bagus Muhammad Noor.
Juli 2014, Andi divonis empat tahun penjara dan denda Rp200 juta oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Saat itu, Andi terbukti melakukan korupsi sebesar Rp2 miliar dan US$550.000. Semua uang itu diterima Andi melalui adiknya Andi Zulfikar alias Choel Mallarangeng.
Vonis untuk Andi diperkuat Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Andi juga sempat mengajukan kasasi. Namun, kasasi Andi ditolak oleh Mahkamah Agung dan Andi tetap menjalani empat tahun hotel prodeo.
Menpora Tersangka, Bagaimana Pemuda dan Olahraga?
Mantan Menpora Roy Suryo mengakui, beratnya mengemban amanat sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga. Menurut Roy, posisi Menpora sangat rawan, karena banyaknya pekerjaan dan dana yang dianggarkan.
"Memang sangat rawan. Saya cerita ketika zaman saya. Setiap tahun itu selalu ada penganggaran untuk KONI. Anggarannya, memang kita tergantung dari usulan yang ada dan dari pagu yang sudah ada dari pemerintah," kata Roy.
Roy menjelaskan, Kemenpora mengelola lingkup kegiatan olahraga dan kepemudaan. "Dari sisi olahraga, itu banyak yang ditangani oleh Kemenpora dan mereka juga menangani anggaran. Misalnya adalah selain KONI ada juga KOI (Komite Olimpiade Indonesia), ada juga Satlak Prima, kemudian yang lain adalah cabor-cabor (cabang olahraga) yang ada di bawah KONI. Belum lagi, kalau misalnya ada event yang besar, kayak Sea Games atau bahkan Asian Games," kata Roy.
Ia menambahkan, ketika ada event olahraga maka bisa memunculkan kasus. Misalnya, kasus Wisma Atlet. Lalu, soal kepemudaan juga ada ratusan proposal dari organisasi kepemudaan.
"Itu memang harus jeli-jeli benar ya. Kalau nanti kan, seperti kasus kemah ya. Meskipun itu harusnya dari pihak kementerian harus clear betul. Konon, kan sudah dikembalikan dan clear. Tetapi, kenyataannya kan Kepolisian menemukan, makanya itu silakan diproses," kata Roy.
Ia memuji langkah Imam, karena di tangan Imam mulai tumbuh U16 dan U19 dalam dunia sepak bola. Juga prestasi lainnya.
Peraih medali emas Olimpiade Sydney tahun 2000, Candra Wijaya mengaku kaget dengan pengumuman KPK. Menurut Candra, Imam adalah orang yang baik, figur hangat yang sangat memiliki perhatian pada perkembangan olahraga di Tanah Air.
"Saya bisa merasakan dan melihat, memang perhatian beliau akan insan olahraga dan terobosan prestasinya itu baik. Saya kira, saya pasti sangat berterima kasih. Selama ini, belum ada Menpora seperti beliau," ujarnya.
Candra juga yakin, banyak atlet yang merasakan kedekatan dan hangatnya figur Imam sebagai menteri. Ia merasa, selama ini tak pernah ada Menpora yang seperti Imam dan tak yakin siapa yang bisa menggantikan Imam.
Imam Nahrowi sudah mengundurkan diri. Tetapi, Presiden Joko Widodo tak banyak bicara terkait kasus Imam. Ketika dicegat wartawan, Jokowi hanya mengatakan baru menerima surat pengunduran diri Imam dan belum mengambil sikap. Jokowi juga tak bisa segera mempertimbangkan apakah akan mencari pengganti Imam Nahrawi atau menugaskan plt.
Partai Kebangkitan Bangsa, partai tempat Imam bernaung juga mengaku kaget atas penetapan tersangka terhadap Imam oleh KPK. Sekjen PKB, Hasanuddin Wahid memastikan akan melakukan tabayun, atau meminta penjelasan kepada Imam.
"Kita kaget dan prihatin atas berita yang tersebar di publik. PKB selalu mengedepankan tabayun kepada yang bersangkutan," kata Hasanuddin kepada VIVAnews di kantor DPP PKB, Jakarta Pusat, Rabu 18 September 2019.
Ia mengatakan, PKB akan menghormati proses hukum yang saat ini tengah berjalan di lembaga antirasuah itu. Dia pun menegaskan, dengan asas praduga tak bersalah dan keadilan, PKB akan tetap melakukan pendampingan terhadap Imam Nahrawi untuk menghadapi kasus yang menjeratnya saat ini.
"PKB pasti akan melakukan kajian, dan kita pasti akan melakukan pendampingan terhadap beliau. Dengan berlandaskan keadilan dan penegakan hukum, sebagai kader partai kita pasti akan melakukan pendampingan," ujarnya memastikan.
Meski KPK sudah menetapkan Imam Nahrowi sebagai tersangka, tetapi Imam membantahnya. Ia menyatakan, keputusannya untuk mengajukan permohonan pengunduran diri sebagai Menpora adalah bukan karena memastikan ia bersalah, tetapi agar bisa fokus menghadapi dugaan dan tuduhan KPK dan mengikuti proses hukum sebaik mungkin.
Imam memastikan akan terus menerus mendorong prinsip praduga tak bersalah. Ia juga mengatakan, dia akan menunggu alat bukti yang dimiliki KPK dengan tanpa membuat wacana terlebih dahulu. "Karena, saya tidak seperti yang dituduhkan mereka," ujarnya. (asp)