Dark Phoenix, Sajian Pamungkas 20 Tahun X-Men Saga

Dark Phoenix
Sumber :
  • 20th Century Fox

VIVA – Sudah hampir 20 tahun sejak dimulainya X-Men saga pada tahun 2000 silam. Sebentar lagi, film terbaru sekaligus penutup saga ini, Dark Phoenix akan segera tayang, yakni pada 14 Juni 2019. Ini menjadi film terakhir X-Men setelah pemegang lisensinya selama ini, 20th Century Fox, telah diakuisisi oleh Disney yang menaungi Marvel Studio.

Heboh Isu Taron Egerton Gantikan Hugh Jackman Perankan Wolverine

Dark Phoenix menceritakan kisah hidup salah satu anggota X-Men yang paling dicintai penggemar, Jean Grey atau Phoenix, yang diperankan oleh aktris berbakat Sophie Turner. Jean diceritakan terkena dorongan kosmik yang membuat kekuatannya semakin hebat. Karena tak bisa mengontrol kekuatan tersebut, Jean bertranformasi menjadi Dark Phoenix, mutan terkuat di alam semesta sekaligus musuh terhebat yang harus dihadapi X-Men.

Baru-baru ini, VIVA berkesempatan untuk menghadiri rangkaian acara promosi film Dark Phoenix di Seoul Korea Selatan, dimulai dari konferensi pers hingga fan event. Kami juga mendapat kesempatan langka untuk melakukan wawancara langsung dengan produser dan sutradara Dark Phoenix, Hutch Parker dan Simon Kinberg. Keduanya merupakan orang-orang dengan nama besar di industri film Hollywood dan telah terlibat dalam produksi sejumlah film X-Men.

Marvel Bidik Shia LaBeouf Perankan Iceman di Film X-Men Baru

Berikut ini petikan wawancara eksklusif kami dengan Hutch dan Simon tentang Dark Phoenix, film superhero dan takdir X-Men setelah merger Fox dan Disney.

Produser, sutradara dan para cast X-Men: Dark Phoenix di Seoul, Korea Selatan.

Kit Harington dan X-Men's Wolverine Mulai Tren di Twitter

Anda berdua telah memproduksi sejumlah film X-Men, apa yang membuat Dark Phoenix berbeda dengan film-film X-Men sebelumnya?

Simon: Ada banyak hal yang berbeda dari Dark Phoenix. Satu hal yang paling berbeda adalah film-film X-Men sebelumnya terbatas pada bumi. Dan ini adalah film intergalaksi dan terdapat elemen kosmik di dalamnya. Yang mana berbeda dari sebelumnya. Itu semua sudah terlihat di komik, namun belum pernah ada di dalam film.

Hal lain yang saya pikir berbeda adalah sebelumnya X-Men adalah keluarga, mereka terbuang dan kemudian bersatu membentuk sebuah keluarga. Tantangan yang menjadi ancaman bagi mereka selalu datang dari luar, baik itu Appocalypse atau manusia. Ini pertama kali ancaman datang dari dalam keluarga mereka.

Jean adalah bagian dari keluarga X-Men dan salah satu anggota yang paling dicintai. Dan dia menjadi ancaman di film ini karena dia kehilangan kontrol terhadap sesuatu di dalam dirinya dan dia tidak bisa menghentikannya.

Jadi ini pertama kalinya, bukan hanya keluarga X-Men menghadapi ancaman dari dalam, namun memecah belah mereka. Teman-teman dan anggota keluarga menghadapi satu sama lain. Musuh menjadi teman. Kubu berganti di film ini, dengan cara yang benar-benar berbeda dari yang pernah kita lihat di film-film sebelumnya.

Dan hal lain yang berbeda adalah gayanya. Film-film X-Men sebelumnya, Bryan Singer yang membuat film X-men sekitar tahun 2000. Mungkin dibuat sebelumnya dan keluar 2000/2001. Sekarang film-film X-men sudah hampir 20 tahun.

Saya pikir sebelum film ini (Dark Phoenix) tidak ada perubahan gaya atau tone dari film awal yang dibuat oleh Brian. Bagus sih, tapi sedikit formal, lebih besar dari kehidupan. Sedangkan yang saya inginkan dari film ini adalah sesuatu yang lebih berhasrat, nyata, intens dan intim dibandingkan yang sudah kami buat sebelumnya. Ini adalah film yang lebih personal.

X-Men: Dark Phoenix

Hutch: Perbedaan terbesarnya saya pikir adalah tone-nya. Yang mana lebih nyata dan membumi. Film ini mengeksplor karakternya dengan lebih dalam dan mencakup isu-isu yang terjadi di antara mereka yang telah kita lihat sebelumnya. Kami juga ingin untuk melakukan sesuatu.

Setiap kali kami membuat film X-Men atau film lainnya, yang merupakan sekuel, Anda mencoba untuk melakukan sesuatu yang berbeda. Bagaimana memberikan penonton pengalaman yang berbeda.

Dan yang kami rasakan setelah memproduksi X-Men: Appocalypse, filmnya sendiri sedikit mengungguli karakternya. Jadi kami ingin sesuatu yang bisa membuat kami menyelami karakter-karakternya lebih dalam dan yang sedikit lebih bisa fokus pada satu karakter.

Dark Phoenix menawarkan keduanya. Kami juga merasa bahwa kami ingin memperbaharui tone X-Men agar lebih kontemporer dengan cara lebih berhasrat, gelap dan dramatis. Dan itu juga yang membuat Dark Phoenix berbeda.

Simon, Anda menyebutkan tentang elemen kosmik. Dalam sebuah wawancara, Anda pernah mengatakan bahwa penyesalan terbesar Anda dalam membuat X-Men: The Last Stand adalah Anda tidak memasukkan elemen kosmik. Apakah itu membuat Anda memilih untuk memakai elemen kosmik dalam Dark Phoenix?

Simon: Penyesalan terbesar saya dalam X-Men: The Last Stand adalah dalam melakukan versi Dark Phoenix di situ, itu adalah latar belakang cerita. Itu adalah plot B. Bagian paling penting dari kisah Dark Phoenix adalah elemen intergalaksinya, dorongan alami kosmik. Dorongan Phoenix ini yang masuk ke dalam diri Jean. Dan itulah yang membuatnya kehilangan kontrol. Membuat Jean menjadi mutan terkuat di seluruh galaksi.

***

Tanpa aspek itu, saya merasa Anda tidak menceritakan cerita asli Dark Phoenix. Saya merasa bahwa penting untuk memiliki elemen itu, cerita intergalaksi di film ini.

Adegan dalam film Dark Phoenix.

Hutch, menurut Anda apa yang membuat X-Men berbeda dengan superhero lainnya?

Hutch: Ini pertanyaan yang bagus dan salah satu yang sering muncul. Menurut saya, perbedaannya adalah isu-isu utama para karakternya. Isu-isu mendasar yang secara fundamental sangat berkaitan dengan orang lain. Cerita tentang X-Men mengeskplor kekurangan kita dengan cara menunjukkan bahwa kita semua ingin menjadi bagian dari sesuatu. Kita semua ingin untuk masuk ke dalam masyarakat.

Dan X-Men banyak mengeksplorasi tema penyelarasan, benturan budaya dan bagaimana Anda menyelesaikan perbedaan. Karakter-karakternya dikisahkan dihukum, dan dalam beberapa kasus diburu, karena hal-hal yang membuat mereka menonjol dan unik.

Tema-tema itu adalah tema yang sangat beresonansi dan selalu begitu. Terus terang, tentu saja Amerika Serikat dan setelah kami bepergian ke berbagai tempat, masalah inklusivitas dan perbedaan lebih relevan saat ini daripada sebelumnya. Jadi saya pikir itulah yang membawa orang menyukai X-Men.

Karena karakter-karakter ini menghadapi isu-isu yang dihadapi penonton. Dan jelas, mereka melakukannya dengan metafora karena letak perbedaannya adalah kekuatan mereka. Jadi itu menarik dan menjadi tontonan yang bagus, serta peluang hiburan yang luar biasa.

Tapi saya pikir, hal mendasar yang membuat X-Men berbeda adalah masalah humanistik yang diceritakan dalam kisah ini.

Ada perkataan bahwa superhero selalu menang. Apakah Anda setuju?

Hutch: Tidak. Dan saya rasa itu adalah poin yang bagus. Karena film superhero modern mulai untuk menantang anggapan tersebut. Dan saya pikir mereka melakukannya karena ini saatnya untuk film-film itu berevolusi dan Anda telah melihatnya di Avengers, kami melakukannya di film Logan. Di Dark Phoenix pun kami melakukannya.

***

Kami tidak memberikan Anda kenyamanan dan jaminan bahwa semua karakter akan bertahan hidup. Dan itu membuat cara bercerita menjadi lebih baik. Itu mengharuskan Anda untuk lebih berani, yang saya pikir membuat film menjadi lebih baik dan memberikan pengalaman bagi penonton yang lebih baik.

Tentu saja itu yang saya inginkan dalam sebuah film. Di zaman sekarang, Anda tidak tahu siapa yang akan bertahan hidup (dalam film superhero).

Simon Kinberg, sutradara X-Men: Dark Phoenix (kiri).

Simon, Dark Phoenix juga menjadi debut Anda sebagai sutradara. Bisakah Anda ceritakan pengalaman Anda menyutradari film ini? Apa tantangan terbesar yang Anda hadapi?

Simon: Saya telah menulis dan memproduksi sejumlah film X-Men. Sekarang saya mendapat kesempatan untuk menangani seluruh aspek dari pembuatan film. Saya di lokasi syuting sepanjang waktu. Saat saya menjadi produser, saya menghabiskan kebanyakan waktu saya bersama para seniman, karena Brian Singer dan para sutradara sangat kolaboratif dan terbuka.

Saya bekerja di proses pasca produksi, bagian penyuntingan. Jadi saya sudah melihat sendiri dan mengalami sisi penyutradaraan dalam proses pembuatan film.

Namun, saya selalu membatasi visi saya sebagai penulis, lewat pikiran orang lain. Dan ini adalah pertama kali, di mana apa yang ada di pikiran saya, ingin saya tampilkan di layar lebar dengan cara terbaik dengan orang-orang yang ada di sekitar saya.

Itu adalah kemurnian dalam menerjemahkan apa yang saya pikirkan dan impikan, dan apa yang saya lihat di depan saya. Sangat berbeda. Dengan menjadi sutradara Anda melihat melalui lensa. Dan itu sangat bermanfaat.

Hal yang paling mengejutkan bagi saya adalah itu agak sedikit membosankan. Membutuhkan stamina yang besar. Ketika Anda menjadi produser film, Anda bisa beristirahat sejenak. Di antara momen pengaturan kamera, Anda bisa mengecek ponsel, bisa menelepon, bisa pergi sebentar, bermeditasi. Anda bisa melakukan apa yang ingin Anda lakukan.

Dan sebagai sutradara, saat Anda mengatakan, 'cut', mereka mulai memindahkan kamera, ada 10 orang yang antre untuk mengajukan pertanyaan. Itu non-stop. Tidak ada hentinya sejak Anda bangun jam 7 pagi hingga saat Anda selesai, jam 7 malam.

Setiap hari, selama 80-90 hari. Jadi aspek itu membutuhkan persiapan mental dan fisik yang berbeda dari yang pernah saya alami sebelumnya.

Sutradara Dark Phoenix, Simon Kinberg.

Tapi apakah setelah ini Anda akan kembali menyutradari film?

Simon: Ya, tentu saja. Saya punya film yang akan saya sutradari, syutingnya dimulai pada bulan Juli.

Sebagai fans film superhero, kita sadar bahwa belakangan ada tren di mana film-film ini lebih mengeksplor karakter wanita, bahkan membuatkan film solo untuk mereka. Bagaimana menurut Anda? Apakah Anda melihat ini sebagai sebuah tren?

Simon: Saya harap itu adalah sebuah tren. Saya ingin melihat lebih banyak tokoh protagonis wanita di seluruh film studio, bukan hanya film superhero. Cerita Dark Phoenix mulai saya tulis 3 tahun yang lalu sebelum Wonder Woman dan Captain Marvel tayang.

Kisah Dark Phoenix adalah yang paling dicintai dan ikonik dalam storyline di X-Men universe. Dan kebetulan itu fokus pada karakter wanita. Itu sangat menyenangkan bagi saya. Karena di X-Men, kita belum pernah punya film yang fokus pada karakter wanita.

***

Sebelumnya kita fokus pada Xavier, Magneto dan Wolverine. Akhirnya kita mendapat pahlawan wanita yang juga merupakan penjahat wanita.

Tapi tidak harus dilihat sebagai tren. Film bisa menggerakkan budaya dan merefleksikan budaya. Dan saya pikir yang kita lihat saat ini adalah film merefleksikan budaya, di mana percakapan tentang pemberdayaan perempuan untungnya terjadi lebih banyak dan kita masih punya jalan yang panjang untuk ditempuh. Dan kita harus bekerja lebih keras untuk mencapai kesetaraan gender.

Hutch: Saya hanya bisa berbicara menurut pengalaman saya. Saya dan Simon tidak merencanakan untuk menulis cerita tentang karakter wanita. Kami mencari cerita yang terbaik untuk kami ceritakan. Kami mencari cerita terbaik yang belum pernah diceritakan sebelumnya.

Cerita Dark Phoenix sudah pernah diceritakan di X-Men: The Last Stand. Namun, bagi Simon, yang menulis naskah film X-Men: The Last Stand, ia merasa tidak memberikan keadilan pada cerita itu. Jadi dia ingin membuat versi cerita lengkapnya.

Jadi kami mendapat kesepakatan tentang cerita terbaik yang kami sangat sukai dan ingin kami ceritakan. Dan kami sepakat untuk melakukan sesuatu yang berbeda dengan cerita itu. Mengembangkan karakter Jean Grey dan menceritakan cerita tentang mutan terkuat sepanjang masa. Jadi itu sangat menarik tanpa melihat gender. Fakta bahwa itu membuat film ini memasukkan tema motherhood dan pemberdayaan perempuan sangatlah fantastis. Namun, sebenarnya hal utamanya adalah ini cerita terbaik yang ingin kami ceritakan.

Produser X-Men: Dark Phoenix, Hutch Parker.

Setelah 20th Century Fox bergabung dengan Disney, apakah Anda nanti akan kembali terlibat dalam film-film X-Men?

Hutch: Saya tidak tahu. Kita belum diberi tahu apa-apa. Saya rasa mungkin tidak. Secara umum Marvel melakukan pekerjaan yang luar biasa dalam membuat film-film mereka. Mereka kelihatannya tidak butuh banyak bantuan.

Dan saya pikir, menurut insting saya, mereka akan membawa karakter-karakter X-Men di komik dan yang ada di X-Men universe, kemudian memasukkannya ke dalam dunia yang lebih besar yang sedang mereka bangun di MCU (Marvel Cinematic Universe).

Jadi perkiraan saya, saya tidak akan terlibat. Kami tidak akan terlibat dan mereka akan melakukan sesuatu yang baru dan menyenangkan. Ada sesuatu yang bittersweet tentang ini. Saya mungkin tidak akan menangani film ini lagi, tapi saya benar-benar tak sabar melihat apa yang akan mereka lakukan.

Karena mereka melakukan apa yang mereka lakukan dengan sangat baik. Jadi saya akan senang melihat apa yang akan mereka lakukan dengan para karakter X-Men.

Bagaimana dengan para pemain film X-Men saat ini?

Hutch: Lagi-lagi kami tidak tahu. Kami tidak tahu apa yang akan mereka lakukan. Tapi mungkin mereka akan membawa para pemain X-Men saat ini atau mungkin juga mereka akan melakukan casting ulang dan memulai kembali dengan cara yang berbeda.

Lalu, apa proyek selanjutnya untuk Anda? Apakah Anda tertarik membuat film lain selain film superhero? Mungkin film seperti Darkest Hour atau In Time?

Hutch: Ya, tentu saja. Latar belakang saya kembali ke Fox dan menjalankan industri dan selama itu, yang menyenangkan berada di bisnis perfilman adalah bisa mengerjakan berbagai jenis film, mulai dari Master and Commander hingga Night at the Museum. Itu adalah rangkaian cerita yang sangat luas dari skala, ukuran, bentuk dan tone yang berbeda. Jadi, ya, saya ingin sekali (membuat film selain film superhero).

Sebagian besar film yang diproduksi perusahaan kami dibuat dari cerita di luar dunia komik. Karena saya sudah melakukan banyak hal di situ, maka ya, saya berharap dan berencana untuk membuat film dengan genre dan tone yang berbeda. (ren)

The New Mutants.

Sinopsis The New Mutants, Tayang di Bioskop 31 Desember 2020

The New Mutants diadaptasi dari serial Marvel Comics tahun 1982 karya Chris Claremont, dan merupakan bagian dari franchise X-Men.

img_title
VIVA.co.id
30 Desember 2020