Marhaban ya Ramadan, Puasa dan Kesehatan

Ilustrasi Medical Check Up
Sumber :
  • Pixabay

VIVA – Ramadan adalah bulan yang paling dinanti umat muslim. Bulan ini merupakan bulan yang penuh berkah dan ampunan. Semua umat muslim yang sehat dan sudah akil balik diwajibkan berpuasa sebulan penuh. 

Dalam ajaran Islam, berpuasa merupakan salah satu ibadah menahan rasa haus, lapar dan hawa nafsu sejak waktu subuh hingga magrib. Ibadah berpuasa juga dipercaya tak hanya membawa kebaikan terhadap aspek rohani tetapi juga jasmani. Bahkan diriwayatkan oleh Ibnu Suny dan Abu Nu'aim, dengan berpuasa, akan diperoleh juga manfaat sehat secara sosial.

Cukup banyak penelitian yang dilakukan soal manfaat puasa. Dari sisi medis pun berpuasa juga diyakini membawa dampak positif.

Ilustrasi berbuka puasa.

Konsultan Saluran Pencernaan dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof. DR. dr Ari Fahrial Syam, SpPD, KGEH, MMB, mengatakan bahwa faktanya berpuasa berdampak bagi sistem kerja tubuh selama mencerna makanan, namun itu terjadi selama puasa memang dijalankan dengan benar.

"Puasa akan bermanfaat bagi kesehatan jika dilakukan dengan benar. Tujuannya secara umum menahan lapar dan haus. Puasa yang benar itu mengurangi makan dari yang biasa 3 kali jadi hanya 2 kali," ujarnya beberapa waktu lalu.

Proses ini lebih lanjut dikatakannya banyak dilakukan salah kaprah. Yang ada selama ini masyarakat justru makan lebih banyak, sehingga tidak mendapatkan manfaat sehatnya.

"Banyak juga masyarakat yang tak dapat hikmah puasa, karena konsumsi yang berlebihan. Karenanya terjadilah misalnya peningkatan berat badan hingga meningkatnya kolesterol, hingga hipertensi," ujarnya.

Manfaat Puasa

Bicara soal manfaat puasa bagi tubuh, seorang peneliti asal Jepang, Profesor Yoshinori Ohsumi membuktikan secara ilmiah bahwa puasa dapat membawa dampak baik bagi kesehatan. 

Peraih nobel di bidang Ilmu Fisiologi atau Kedokteran yang menerima penghargaan pada 3 November 2016 ini menemukan bahwa puasa berkaitan erat dengan autophagy. Dilansir laman Medium.com, autophagy merupakan istilah Yunani yang berarti 'memakan diri sendiri'. Secara ilmiah, autophagy dikenal sebagai kemampuan sel dalam tubuh untuk memakan atau menghancurkan komponen tertentu di dalam sel itu sendiri.

Melalui penelitiannya, Ohsumi menemukan bahwa autophagy memegang peran besar dalam tubuh. Mekanisme ini berperan besar dalam mengontrol fungsi-fungsi fisiologis penting di mana komponen sel perlu didegradasi dan didaur ulang.

Dengan autophagy, sel dapat dapat mengisolasi bagian dari sel yang rusak, mati, tidak bisa diperbaiki, terserang penyakit maupun terinfeksi. Setelah mengisolasi bagian yang bermasalah, sel kemudian menghancurkan bagian tersebut menjadi sesuatu yang tidak membahayakan dan melakukan daur ulang untuk menghasilkan energi dalam sel.

Dari mekanisme ini, komponen-komponen sel yang rusak akan dibangun dan diperbaharui kembali. Pada kasus sel yang terkena infeksi, autophagy juga dapat mengeliminasi bakteri atau virus penginfeksi. Tak hanya itu, autophagy juga berkontribusi dalam perkembangan embrio hingga pencegahan dampak negatif dari proses penuaan.

Ilustrasi berbuka puasa.

Dari temuan ini diketahui bahwa mekanisme autophagy tak hanya berdampak baik pada kondisi sel yang bersangkutan saja. Mekanisme autophagy juga terbukti berperan menjaga kesehatan tubuh secara keseluruhan.

Karena autophagy berkaitan dengan kondisi kesehatan seseorang, gangguan dalam proses autophagy juga dapat menyebabkan masalah kesehatan. Beberapa masalah kesehatan yang berkaitan dengan terganggunya proses autophagy ialah diabetes tipe 2, kelainan saraf, kanker hingga berbagai penyakit yang berkaitan dengan usia.

Berdasarkan penelitian, Ohsumi juga menemukan satu cara sederhana untuk memancing terjadinya autophagy dalam sel yaitu berpuasa. 

Sementara itu, laman resmi Buchinger Wilhelmi mengatakan bahwa Ohsumi menemukan bahwa kunci untuk mengaktivasi proses autophagy pada sel ialah kondisi kekurangan nutrisi yaitu dengan cara berpuasa. Di sisi lain, berpuasa membuat otak menerima sinyal bahwa tubuh sedang kekurangan makanan dan mencari-cari makanan yang tersisa dalam tubuh.

Proses ini membuat autophagy teraktivasi dan sel mulai melakukan perusakan terhadap protein yang rusak ataupun tua di dalam tubuh. Ketika kadar insulin dalam tubuh menurun, glucagon mulai bekerja dan membersihkan sisa-sisa sel yang telah mati atau rusak.

Selama proses ini, tubuh harus terbebas dari makanan atau minuman minimal selama 12 jam, sesuai dengan durasi berpuasa umat Muslim pada umumnya. Sedikit saja makanan yang masuk ke tubuh sebelum 12 jam dapat membuat proses autophagy terhenti.

Kondisi Khusus

Meskipun membangkitkan autophagy, namun bagi sebagian orang menjalankan ibadah puasa cukup berat. Salah satunya pasien yang memiliki penyakit kronis seperti jantung, diabetes, hipertensi, ginjal kronik, hingga maag kronis.

Hasil Kolaborasi Kemenag, KPI dan MUI Hasilkan Pemenang Anugerah Syiar Ramadan 2024

Meski terbatas, namun hal itu tak menjadi halangan Kuncinya ada di menu makanan saat sahur dan berbuka.

Dr Ari Fahrial Syam, mengatakan pasien penyakit kronis masih boleh berpuasa. Namun ada syarat utama yang harus dijalani, salah satunya adalah berkonsultasi dengan dokternya masing-masing, dan sekaligus untuk mengetahui kondisi kesehatan serta mengatur jadwal minum obat.

Indonesian Economy Grows 5,11 Percent in Q1 2024

"Boleh puasa, tergantung penyakit dan anjuran dokternya. Tapi prinsipnya boleh puasa namun dengan tuntunan ahli medis yang kompeten. Jika dokter bilang tidak boleh, ya sebaiknya tidak dilakukan," ujarnya.

Namun hal-hal apa saja yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan pasien penyakit kronis sebelum memutuskan untuk berpuasa? Berikut ini kiat khusus bagi pasien penyakit kronis berdasarkan jenis penyakitnya, seperti yang telah dihimpun VIVA.

Bukan Cuma Rancang Busana, IFPC Lahirkan Pengusaha Mode Muda Indonesia

1. Diabetes Melitus (DM)

Puasa bagi penderita DM sebenarnya tidak masalah selama yang dilakukan adalah mengatur pola makan disertai pemberian obat sehingga tidak mengganggu ibadah dan kadar gula dalam darah. 

Namun, disarankan penderita diabetes melakukan pemeriksaan gula darah puasa, gula darah 2 jam pasca puasa dan HbA1c, sebab puasa dapat memengaruhi naik turunnya gula darah jika tidak diimbangi dengan baik.

Untuk pasien diabetes dengan kadar gula darah terkendali di angka normal atau mendekati normal lakukan pengaturan makan saja sehingga penderita Diabetes bisa menjalankan puasa.

Syarat puasa: Kondisi gula darah dalam keadaan stabil dan terkontrol. Tidak mengalami hipoglikemia ataupun hiperglikemia dalam kurun waktu 3 bulan terakhir. Kontrol ke dokter terkait dosis obat yang dianjurkan.

Menu yang dianjurkan: Teh manis dengan gula khusus, beras merah, havermut, kentang rebus. Jika ingin minum es usahakan yang berbahan dasar sirup atau gula merah khusus untuk diet.

Menu yang tidak dianjurkan: Makanan bersantan seperti opor ayam dan rendang, es buah dengan kadar gula tinggi, teh tawar tanpa gula.

Penderita diabetes.

2. Hipertensi

Pada prinsipnya, tidak ada masalah bagi penderita hipertensi untuk berpuasa, selama tekanan darahnya terkendali dan penderita meminum obat secara  teratur. Saat ini sudah banyak obat yang bisa  diminum  cukup satu kali dalam sehari, yang bisa diminum saat sahur atau berbuka.
 
Penderita hipertensi harus mengelola penyakitnya agar bisa berpuasa di bulan Ramadan tanpa mengalami kesulitan berarti.  Dilansir Asterclinic, ahli kardiologi Al Muteena (DMPC) di Dubai, Dr Srinivasan Ravindranath mengungkapkan tak ada cara permanen untuk menyembuhkan hipertensi, namun gejalanya bisa Anda cegah agar tak semakin parah.

Syarat puasa: Kondisi penyakit dalam stadium ringan (stadium 1-3), tidak dalam keadaan kritis, tekanan darah terkontrol dan mendapat persetujuan dokter untuk puasa.

Menu yang dianjurkan: Makanan tinggi kalium seperti belimbing, seledri, wortel, melon dan pisang. Makanan yang mengandung saponin seperti tempe dan kacang-kacangan.

Menu yang tidak dianjurkan: Makanan olahan, junk food, makanan siap saji, karena mengandung banyak garam dan natrium yang dapat meningkatkan tekanan darah.

3. Penyakit Jantung

Meski terkesan berisiko, pasien jantung masih diperbolehkan berpuasa. Dari penelitian yang dilakukan di Qatar selama 10 tahun terhadap 2.160 pasien jantung yang puasa, tidak ditemukan keanehan. 

Dengan pola makan yang sama seperti orang sehat, jantung tetap berjalan dengan baik. Meski demikian, mereka harus tetap hati-hati dengan kondisinya.

Syarat puasa: Tidak sedang dalam pengobatan rawat jalan, bukan merupakan pasien serangan jantung mendadak ataupun gagal jantung akut.

Menu yang dianjurkan: Makanan dengan karbohidrat kompleks seperti beras merah dan havermut serta buah-buahan dan sayur yang mengandung banyak serat.

Menu yang tidak dianjurkan: Makanan dengan karbohidrat simpel seperti mi instan, daging merah dan makanan cepat saji.

Ilustrasi serangan jantung.

4. Penyakit ginjal kronik

Puasa sangat efektif meningkatkan konsentrasi urin dalam ginjal serta meningkatkan kekuatan osmosis urin. Penghentian konsumsi air selama Puasa sangat efektif meningkatkan konsentrasi urin dalam ginjal serta meningkatkan kekuatan osmosis urin hingga mencapai 1000 sampai 12 ribu ml osmosis/kg air.

Dalam keadaan tertentu hal ini akan memberi perlindungan terhadap fungsi ginjal. Pasien gagal ginjal kronik dapat menjalankan ibadah puasa dengan pengaturan makan yaitu pemenuhan kebutuhan energi 35 kkal/kg Bb dan protein 0,75 g/kg BB/hari. Sementara Cairan dibatasi sekitar 300 cc. 

Syarat puasa: Mendapat izin dari dokter dan tidak dalam stadium berat.

Menu yang dianjurkan: Makanan rendah kalori seperti beras merah, makanan rendah kalium dan fosfat, konsumsi air tidak lebih dari 300 cc.

Menu yang tidak dianjurkan: Makanan tinggi kalium seperti produk susu, buah dan sayur. Makanan tinggi fosfat seperti daging merah, kacang-kacangan, cokelat dan gandum.

5. Maag

Telat makan dan perut kosong adalah pantangan besar bagi penderita maag. Namun penderita maag tetap boleh berpuasa.

"Boleh berpuasa, justru lebih baik. Tapi tidak semua penderita maag diperbolehkan berpuasa," ujar dr Ari.

Lebih lanjut ia menyampaikan bahwa penderita sakit maag bisa berpuasa, kecuali yang mengalami dispepsia (sakit maag) organik yang belum diobati terutama jika ada tanda alarm.

Sakit maag (dispepsia) sendiri dibagi menjadi dua kategori, yaitu maag fungsional dan dispepsia organik. Maag fungsional terjadi jika penderitanya makan tidak teratur, makan makanan berlemak, minuman bersoda, kopi, stres dan merokok, tanpa ada kerusakan berarti di dalam lambung.

Sedangkan maag organik terjadi karena adanya sesuatu yang tidak normal di dalam lambung, seperti tukak lambung, tukak usus duabelas jari, GERD (Gastroesophageal reflux disease), polip atau kanker di kerongkongan, usus duabelas jari dan lambung.

Syarat puasa: Tidak dalam keadaan kritis atau pengobatan rawat jalan, konsultasi menu makanan dengan dokter.

Menu yang dianjurkan: makanan dengan kalori rendah dan tidak merangsang asam lambung.

Menu yang tidak dianjurkan: makanan bergas seperti kol, durian, sawi, minuman bersoda, susu full cream dan kopi.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya