Pupus Harapan Hidup di Planet Merah
- NASA
VIVA – Ambisi besar mewujudkan koloni Planet Mars dari Mars One kini pupus. Musababnya, perusahaan antariksa swasta itu dinyatakan bangkrut per 15 Januari lalu. Pengadilan sipil Basel, Swiss, mengabulkan permintaan bangkrut perusahaan yang berdiri pada 2012.
Dengan demikian, misi perusahaan yang berambisi mengirimkan koloni ke Planet Merah itu berakhir tamat. Dikutip dari New Atlas, Selasa 12 Februari 2019, kabar pertama bangkrutnya Mars One, yang bermarkas di Basel ini, diungkap oleh postingan pengguna Reddit.
Pengguna Reddit itu tidak sengaja menemukan informasi bangkrutnya Mars One di sebuah website kota Basel. Pada situs tersebut, sumber informasi menyebutkan otoritas kota Basel telah mengumumkan bangkrutnya Mars One pada 15 Januari lalu.
"Dengan keputusan 15 Januari 2019, Pengadilan Sipil Kota Basel, menyatakan perusahaan ini (Mars One) bangkrut mulai 15 Januari 2019, pukul 3.37 sore, sehingga dibubarkan," demikian petikan putusan bangkrutnya Mars One.
Bocornya kabar bangkrutnya perusahaan langsung direspons oleh Mars One. Perusahaan ini menegaskan, entitas yang bangkrut, yakni cuma Mars One Ventures AG. Pendiri Mars One, Bas Lansdor mengatakan, anak usaha Mars One yang berbasis di Belanda, Mars One Foundation, tidak turut bangkrut, meski memang minim investasi.
"Yang bangkrut cuma Mars One Ventures AG. Dan, ini tidak berdampak pada posisi finansial Mars One Foundation yang menyokong misi koloni. Mars One Foundation terus aktif melanjutkan upaya mengamankan pendanaan untuk misi lanjutan, apakah melalui perusahaan tercatat di bursa saham atau langsung melalui Mars One Foundation," jelas mereka.
Mars One telah mencuri perhatian publik dunia sejak berdiri pada 2012. Dalam hitungan hari, misi Mars One membuat banyak orang kaget dan takjub. Dalam rencana besar perusahaan, Mars One akan mengirimkan robot ke Mars pada 2020, sebagai misi awal sebelum koloni manusia.
Gimmick marketing
Robot ini dijadwalkan bisa mendarat di Mars pada 2025. Mars One telah menerima 200 ribu pendaftar yang tertarik untuk berkoloni di Planet Merah tersebut. Melansir The Verge, meski begitu, banyak pula yang mempertanyakan kelayakan dan kredibilitas Mars One.
Sebagai contoh, Mars One bukanlah perusahaan dirgantara. Mereka pun berencana bekerja sama dengan vendor luar untuk menyediakan peluncur, pesawat ruang angkasa, habitat, pakaian antariksa, robot canggih, dan semua peralatan yang dibutuhkan untuk ke Mars.
Mars One mengaku optimistis bahwa teknologi akan tersedia untuk mengatasi semua hambatan. Mereka juga bersikeras bahwa ajakan ke Planet Merah, bukanlah sekadar gimmick marketing atau strategi pemasaran demi meraup keuntungan semata.
Selain itu, pertanyaan lain yang diajukan adalah mengenai proses seleksi menjadi sukarelawan, serta kondisi keuangan Mars One. Bagaimana pun juga, kolapsnya Mars One Ventures akan mempengaruhi masa depan dari organisasi nirlaba, Yayasan Mars One, yang dananya berasal dari para anggota dan karyawannya itu, masih belum pasti.
Jauh sebelumnya, misi mendaratkan dan mendirikan koloni manusia di Mars sudah diprediksi memiliki tantangan. Hasil penelitian ilmuwan NASA menunjukkan misi ke Mars itu bisa membuat kulit astronaut bisa menipis.
Kesimpulan itu disampaikan ilmuwan NASA, setelah menguji tikus. Pada tikus yang berada di stasiun luar angkasa internasional (ISS) menunjukkan adanya penipisan kulit sebanyak 15 persen.
Para ilmuwan menemukan, lamanya penerbangan ke luar angkasa bisa membuat kulit mereka menipis. Ini akan bertambah berat, karena kulit semakin menipis ketika astronaut lama berdiam di planet tersebut.
Selain itu, kendala lainnya adalah radiasi luar angkasa yang cukup mematikan. Saat ini, tantangan terbesar yang dihadapi NASA adalah melindungi kru dari radiasi sepanjang perjalanan ke Planet Merah selama sembilan bulan.
Sementara itu, peneliti Universitas New Hampshire, Amerika Serikat, menemukan durasi eksplorasi ke Mars bakal terganggu radiasi kosmik Matahari. Disebutkan, akibat aktivitas Matahari yang tertekan, mengakibatkan angin Matahari mengalami kepadatan rendah abnormal dan medan magnet menguat.
Ancaman nyata
Kondisi ini memungkinkan radiasi berbahaya berkembang dekat angkasa luar. Peneliti mencatat, kondisi ini dimulai pada 2006, dan merupakan tingkat aktivitas Matahari terendah yang diamati pada masa eksplorasi ruang angkasa.
Peneliti mengingatkan, meski radiasi tampaknya tak cukup tinggi, kondisi ini bisa berdampak besar pada durasi misi eksplorasi ke Mars dan mengancam keselamatan astronaut.
Soal gambaran hidup di Mars, juga telah disampaikan oleh NASA. Dikutip dari situs Space.com, Ashwin Vasavada, Wakil Ilmuwan Mars Science Laboratory NASA, menyebutkan tantangan di Mars mulai dari musim, cuaca, kepadatan atmosfer.
Vasavada mengungkapkan, ada perbedaan musim pada belahan planet bagian selatan dan utara dari Mars. Di belahan selatan, musim dingin jauh lebih ekstrem, demikian juga dengan musim panas.
Sedangkan di belahan utara, astronaut akan mengalami tujuh bulan musim semi, enam bulan musim panas, kurang dari lima bulan musim gugur, dan sekitar empat bulan musim dingin.
Untuk diketahui, durasi waktu di Mars lebih lama dibanding Bumi. Satu tahun di Mars sama dengan 1,88 tahun durasi di Bumi dan sehari di Mars lebih kurang dari 24 jam waktu Bumi.
Sementara itu, suhu rata-rata di Mars, yaitu minus 60 derajat celsius, dengan suhu musim dingin minus 126 derajat celsius di dekat kutub, 68 derajat celsius pada musim panas di dekat khatulistiwa Mars.
Peneliti mencatat, suhu bisa berubah secara dramatis dalam waktu satu pekan. Vasavada mengatakan, variasi suhu di Mars itu berdampak pada badai debu kuat, yang kadang menyelimuti seluruh planet selama berhari-hari.
Ia menekankan, meski badai tak mengancam fisik astronaut, tetapi badai tersebut bisa menyumbat instrumen elektronik bertenaga surya.
Kondisi atmosfer Mars juga sangat tipis, hanya satu persen dari kepadatan atmosfer Bumi. Jadi, atmosfer hanya efektif membakar meteor yang lebih kecil dari kelereng.
Namun, Vasavada mengatakan, meteor yang lebih besar jarang masuk ke Mars. Aktivitas vulkanik dan teknotik, juga tak perlu dikhawatirkan.
Salah satu ancaman yang perlu diwaspadai, menurut Vasavada, yaitu bahaya radiasi. "Hal utama yang perlu dikhawatirkan astronaut, yaitu radiasi dari luar angkasa," kata dia.
Sebab, tak seperti di Bumi, Planet Mars tak memiliki medan magnet global dan atmosfer tebal yang bisa melindungi permukaan dari radiasi.
Vasavada juga menyoroti soal komunikasi antara Mars dan Bumi, yang butuh waktu. Hal ini menjadi susah, saat astronaut tengah menghadapi ancaman. Disebutkan pesan yang dikirim ke Bumi butuh waktu rata-rata 15 menit.
Meski banyak tantangan, tidak membuat planet tetangga Bumi itu sepi eksplorasi. Justru sebaliknya. Kian hari, membuat kepala ilmuwan antariksa kian penasaran.
Mereka penasaran, sejauh mana lingkungan Mars bisa mendukung upaya koloni manusia di masa depan. Maka tak heran para ilmuwan dari berbagai negara berlomba-lomba mengirimkan misi ke Mars, semuanya punya satu titik temu, ingin mengungkap potensi kehidupan di sana.
Tindakan bodoh
Pernyataan misi eksplorasi ke Mars, sangatlah menantang memang benar adanya. Sebab, misi pengiriman ke Planet Merah, seringkali berakhir dengan kegagalan, padahal biaya yang digelontorkan untuk misi ke Mars tidak sedikit dan tentunya persiapan dan penelitian yang panjang.
Menurut data yang dikutip dari Space.com, dari 40-an misi yang diluncurkan ke Mars sejak 1960-an, lebih dua pertiganya mengalami antiklimaks alias gagal. Misalnya, problem kegagalan komponen, gangguan roket, kesalahan teknis pada pesawat saat mendarat di permukaan Mars, sampai pesawat hilang tak terdeteksi.
Niatan memindahkan manusia ke planet di luar Bumi, juga ditentang mantan astronaut NASA. Adalah Bill Anders, pilot modul Bulan Apollo 8, pesawat luar angkasa berawak pertama yang meninggalkan orbit Bumi, mengatakan bahwa pengiriman awak ke Mars merupakan 'tindakan bodoh dan konyol'.
Mengutip BBC, Anders mengatakan, dirinya adalah 'pendukung kuat' dari program tak berawak 'yang luar biasa', 'terutama karena harganya jauh lebih murah'.
Tetapi, ia mengatakan, tidak ada dukungan publik untuk mendanai misi manusia yang jauh lebih mahal. "Apa yang penting? Apa yang mendorong kita untuk pergi ke Mars?" katanya, sambil menambahkan, "Saya kira, masyarakat tidak tertarik".
Mantan rekan Anders, Frank Borman, yang memimpin misi Apollo 8 dan juga menghabiskan dua minggu di orbit Bumi selama program Gemini, sedikit lebih antusias.
"Saya tidak sekritis Bill dalam hal NASA," katanya. "Saya sangat percaya bahwa kita membutuhkan eksplorasi tata surya kita dan saya pikir manusia adalah bagian dari itu."
Tetapi, ketika ditanyakan mengenai rencana pendiri Space X, Elon Musk dan bos Amazon, Jeff Bezos - yang sama-sama berbicara tentang meluncurkan misi pribadi ke Mars - Borman tidak sepositif itu.
"Saya pikir, ada banyak kehebohan tentang Mars yang tidak masuk akal. Musk dan Bezos, mereka berbicara mengenai menempatkan koloni di Mars, itu omong kosong," tegas dia. (asp)