Setengah Hati Pembatasan WhatsApp

Ilustrasi pengguna WhatsApp
Sumber :
  • Instagram/@maurovianzedc7

VIVA – Hoax makin deras bertebaran di media sosial memang benar adanya. Sejak tahun lalu hingga purnama perdana 2019, hoax masih tumbuh subur, terlebih dalam masa tahun politik seperti saat ini.

Data Kementerian Komunikasi dan Informatika menunjukkan, hoax terkait Pileg dan Pilpres 2019 sepanjang tahun lalu menunjukkan tren peningkatan dari bulan ke bulan. Makin mendekati waktu coblosan, jumlah hoax makin meningkat. 

Kominfo tak tinggal diam. Kementerian tersebut putar otak untuk menyasar jalur penyebaran hoax, salah satunya aplikasi pesan instan populer WhatsApp. 

Pada Senin 21 Januari 2019, secara mendadak Kominfo dan WhatsApp mengumumkan, pembatasan pesan terusan (forward) maksimal 5 kali. Sebelumnya, pengguna WhatsApp tak dibatasi meneruskan pesan pada kontak mereka. Namun mengingat hoax menjadi tantangan dunia, WhatsApp mencoba membatasi penerusan pesan. Bukan langsung maksimal 5 kali, tapi awalnya dibatasi 20 pesan terusan per hari. 

Pengumuman pembatasan pesan terusan maksimal 5 kali di Indonesia itu sekaligus menandai pembatasan tersebut secara global. Sebab pada awal pekan ini, pengguna aplikasi instan milik Facebook di seluruh dunia, sudah merasakan pembatasan tersebut. 

Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara menyambut baik maksud WhatsApp tersebut. Dengan membatasi pesan terusan, platform tersebut tidak hanya sekadar memikirkan bisnis, namun juga berkontribusi menjaga keadaan kondusif negara menjelang Pemilu 2019.

"Kalau bicara matematika cara ini sudah lebih efektif. Karena yang sebelumnya pesan terusan tidak terbatas (unlimited), sedangkan yang terbaru ini kan hanya bisa lima. Jadi jauh ya bedanya," ujarnya di Gedung Kominfo, Jakarta Pusat, Senin 21 Januari 2019.

Pengumuman pembatasan pesan terusan di WhatsApp memang mendadak, tapi Kominfo sudah membahas hal ini sejak kuartal ketiga 2018. Dan diam-diam uji coba pembatasan pesan terusan ini dilakukan dua bulan terakhir. 

Vice President Public Policy and Communication WhatsApp, Victoria Grand mengatakan, memerangi berita buruk atau hoax di WhatsApp merupakan salah satu tantangan perusahaan. Indonesia bukan menjadi satu-satunya negara yang berdiskusi untuk menerapkan fitur ini, ada empat negara lainnya yang juga akan menerapkan. 

Victoria yakin, pembatasan ini bakal efektif meredam hoax di Indonesia. WhatsApp bukan sebatas ngomong saja, sebab cara ini sudah terlihat sukses di India. 

"Cara ini terbukti efektif di India. Sehingga aktivitas forward pesan berkurang sekitar 25 persen. Kita sudah melakukan uji beta di Indonesia pada November 2018," katanya.

Negeri Bollywood itu enam bulan lebih dulu mencicipi pembatasan pesan terusan WhatsApp. Uji coba pembatasan di India dilakukan pada 19 Juli 2018, dengan maksimal 5 kali meneruskan pesan. 

Pembatasan di India merupakan buntut dari problem hoax yang mengerikan, sebab akibat hoax di India terjadi berkali-kali hingga menimbulkan pembunuhan dengan pengeroyokan. Pemerintah India sampai pusing menekan hoax sampai akhirnya meminta WhatsApp memikirkan caranya menekan hoax. Maka pembatasan itu muncul sebagai opsi.

Bisa diakali

Pembatasan pesan terusan di satu sisi membuat pengguna WhatsApp bingung. Sebab begitu resmi berlaku, ada beberapa pengguna WhatsApp yang masih bisa bebas dari pembatasan. Ternyata pembatasan pesan terusan maksimal 5 kali berlaku, jika kita meneruskan pesan tersebut dengan teknik sekaligus, atau seperti saat kita membuat pesan siaran ke berbagai kontak. 

Kalau kita menggunakan trik meneruskan pesan WhatsApp tidak dengan sekaligus ke 5 kontak, beberapa pengguna masih bebas dari pembatasan. 

Beberapa trik yang masih bisa membuat pengguna lolos dari pembatasan yakni, mengirim pesan terusan satu per satu, tidak sekaligus ke 5 kontak. Dalam simulasi, pengguna tetap bebas meneruskan pesan terusan, tanpa muncul notifikasi maksimal 5 kali. 

Selain itu, pengguna dengan akun WhatsApp yang belum diperbarui bisa meneruskan pesan terusan mereka lebih dari 5 kali, meskipun dengan teknik pengiriman pesan secara sekaligus. Simulasi VIVA menemukan, pengguna dengan akun WhatsApp yang belum diperbarui ke versi 2.18.327 masih bebas tanpa pembatasan. 

Warganet juga menilai pembatasan pesan terusan WhatsApp masih bisa diakali melalui teknik pengiriman pesan dengan copy paste.

Pengamat industri telekomunikasi dari Indotelko Forum, Doni Ismanto mengingatkan dalam hal pengguna menyebarkan pesan WhatsApp dengan copy paste, hati-hati dengan efek hukumnya. Alih-alih menghindari pembatasan pesan terusan, dengan menyebarkan pesan melalui copy paste malah berisiko kena jerat hukum. 

Dilihat sisi hukumnya, kata doni, ada perbedaan antara forward dengan copy paste. Kalau susah meneruskan pesan, biasanya konten akan di-copy paste lalu kirim. Menurutnya pada titik ini pengguna WhatsApp harus paham ada jerat hukum yang mengintai.

Transkrip Pesan Suara Bisa dari WhatsApp

Doni menjelaskan, dalam hal pengguna WhatsApp yang langsung meneruskan informasi, jika terkena kasus hukum karena penyebaran hoax, bisa berdalih hanya meneruskan pesan. Jadi tidak ada konten yang diciptakan oleh tangan mereka. Sedangkan jika meng-copy paste, bisa masuk kategori membuat atau mengubah informasi. 

"Ini yang membedakan jenis hukumannya, dan hal semacam ini harus dipahami secara jelas oleh warganet pengguna WhatsApp," kata dia. 

Istana Sebut Pelapor ke Layanan "Lapor Mas Wapres" via WhatsApp Banyak yang Iseng

Selain itu, kalau tak ingin dibatasi, pengguna bisa memanfaatkan platform iOS. Sebab pembatasan pesan terusan sementara ini berlaku untuk platform Android saja. 

Blokir akun penyebar hoax 

WhatsApp akan Hadirkan Fitur Baru untuk Lacak Asal Foto

Langkah WhatsApp menekan hoax tak berhenti dengan membatasi pesan. Aplikasi besutan Jan Koum itu tak cuma bersih-bersih di sisi hilir saja, WhatsApp siap membidik hulu hoax alias penyebar hoax pada platformnya. 

WhatsApp siap memblokir akun penyebar hoax. Juru bicara WhatsApp Indonesia mengatakan, rencana memblokir akun penyebar hoax masih digodok dengan serius. Caranya bagaimana? 

Skemanya, WhatsApp akan bekerja sama dengan mitra pemeriksa fakta pihak ketiga (third party fact checker).

"Mekanismenya belum bisa dipastikan seperti apa, tapi bayangannya yang akan dilakukan mitra kami seperti apa yang saat ini dilakukan untuk Facebook," ujar juru bicara WhatsApp Indonesia kepada VIVA, Selasa 22 Januari 2019. 

Juru bicara tersebut menuturkan, mitra pemeriksa fakta nanti akan bekerja membantu mengecek fakta apakah berita yang beredar di WhatsApp palsu atau tidak. 

Untuk memantapkan rencana memblokir akun penyebar hoax ini, WhatsApp sudah mengkaji pembentukan hotline hoax di Indonesia. Melalui hotline ini, nantinya pengguna WhatsApp bisa melaporkan dugaan konten atau informasi berbau hoax yang diterima mereka   

WhatsApp Indonesia memang tak segan untuk memblokir akun yang ketahuan menyebarkan hoax. Begitu pemeriksaan mitra dilakukan dan konten adalah hoax, akun penyebar hoax diblokir. 

"Rencananya seperti itu," tutur juru bicara WhatsApp Indonesia.

Ilustrasi WhatsApp

Bukan solusi tuntas

Pembatasan pesan terusan tersebut punya niatan bagus namun belum solutif untuk menumpas hoax. 

Ketua Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Septiadji Eko Nugroho mengapresiasi kebijakan yang diambil WhatsAp tersebut. Namun dia mengakui, langkah tersebut bukan solusi tuntas mengatasi penyebaran hoax

Pembatasan pesan terusan itu, ujarnya, bisa menekan atau mengurangi potensi penyebaran hoax.  

Menurutnya, hoax di WhatsApp menjadi tantangan besar bukan cuma bagi Indonesia tapi sudah menjadi permasalahan global. 

"Dari Mafindo kami percaya bahwa solusinya tak hanya melibatkan kebijakan dari sisi teknologi, tapi juga upaya untuk mencerdaskan masyarakat untuk lebih kritis mengelola informasi," katanya.

Septiadji menuturkan, solusi yang lebih efektif memang melibatkan pemeriksa fakta untuk memeriksa pesan atau informasi yang diduga hoax. Jadi skemanya, pengguna melaporkan dan tim pemeriksa fakta yang bekerja sama dengan WhatsApp akan meneliti informasi tersebut. Prinsipnya, kata Septiadji, WhatsApp harus menyediakan skema yang memudahkan publik mengecek informasi apakah hoax atau bukan. 

"Karena membatasi forward, memang bisa berpotensi mengurangi, tapi bukan solusi yang tuntas dan jangka panjang," jelasnya. 

Menurut Septiadji, langkah pembatasan pesan terusan mestinya diiringi dengan langkah yang paling krusial, yakni sosialisasi ke publik dan pengguna WhatsApp untuk bisa mengecek fakta. 

Mengapa pengecekan fakta ini perlu digalakkan, dia menyebutkan, platform pesan instan cenderung lebih sulit untuk pelaporan konten yang berbau hoax. Beda dengan platform media sosial, yang mana tersedia fasilitas melaporkan konten untuk menurunkan (take down) konten sampai akun. 

"Ada banyak keterbatasan yang tidak bisa kita lakukan di platform messaging," tuturnya. 

Presidium Mafindo, Anita Wahid mengatakan boleh saja orang menilai efektif atau tidaknya pembatasan pesan WhatsApp tersebut. Dia mengatakan, kalaupun tidak efektif memberantas hoax di WhatsApp, langkah pembatasan itu tetap berarti. Paling tidak, bisa membantu memperlambat penyebaran hoax. 

Hal itu memungkinkan sebab, sistem yang dibangun WhatsApp berbeda dengan media sosial yang cuma perlu mendaftarkan akun dan kemudian bisa menghapus akun setelah menyebarkan hoax. 

"WhatsApp memerlukan nomor telepon juga, yang penggunanya harus didaftarkan. Walaupun tetap ada kemungkinan kecurangan-kecurangan, langkah ini patut diapresiasi dan dicoba," kata Anita. 

Hoax.

Doni senada, perlunya menekankan literasi pengguna, namun diiringi dengan penegakan hukum atau aturan yang tegas. Menurutnya, teknologi yang digunakan untuk mengatasi isu-isu tersebut, kerap bisa disiasati.

Doni meminta publik melihat kasus pidana yang terjadi dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik. Sudah banyak kasus orang terjerat undang-undang tersebut, namun masih saja orang tak kapok bermain-main dengan informasi elektronik. Untuk itu menurutnya, sumber hoax salah satunya adalah mental pengguna. 

"Kunci utama ya orangnya, masih banyak juga yang menyebarkan hoax dan konten negatif," katanya. 

Selain itu, Doni mengatakan, efek pembatasan pesan terusan itu jangan lupa berdampak bagi pebisnis daring yang berjualan lewat WhatsApp. Mereka akan terkendala tidak leluasa lagi menyebarkan pesan promosi mereka. 

Terlepas dari kritik dan respons reaktif yang muncul, WhatsApp menegaskan bakal mengevaluasi uji coba pembatasan pesan terusan dengan hati-hati dan mendengarkan umpan balik dari pengguna dalam enam bulan ini. 

"Kami akan terus mendengarkan umpan balik dari pengguna mengenai pengalaman mereka, dan seiring berjalannya waktu, mencari cara baru untuk menangani konten viral," kata WhatsApp dalam keterangannya. 

Sedangkan Anita berharap, pembatasan pesan terusan WhatsApp bisa membentuk kebiasaan baru di masyarakat untuk tidak terburu-buru meneruskan pesan tanpa memverifikasi terlebih dahulu. (hd) 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya