Utak Atik PSO Kereta Ekonomi
- Bayu Nugraha/VIVA.co.id
VIVA – Kementerian Perhubungan resmi merombak alokasi Public Service Obligation (PSO) yang diberikan kepada PT Kereta Api Indonesia, untuk meningkatkan pelayanannya kereta api ekonomi kepada masyarakat.
Dalam kontrak PSO 2019 yang telah ditandatangani kedua pihak akhir pada 31 Desember 2018. Pemerintah memutuskan hanya memberikan PSO kepada tiga kereta ekonomi jarak jauh yaitu KA Kahuripan, KA Bengawan, dan KA Sritanjung. Sementara itu, lima kereta ekonomi jarak jauh lainnya dialihkan menjadi KA ekonomi non PSO.
Meski demikian Kementerian Perhubungan menegaskan, terjadi kenaikan anggaran PSO untuk 2019 sebesar 4,5 persen dibanding 2018. Dari sebelumnya dianggarkan sebesar Rp2,3 triliun, kini naik menjadi Rp2,4 triliun.
Direktur Jenderal Perkeretaapian Zulfikri mengungkapkan, untuk PSO 2019 ini, Pemerintah berfokus pada pemberian subsidi bagi kereta commuter. Karena itu, subsidi PSO untuk lima jalur kereta ekonomi jarak jauh ditiadakan tahun ini.
"Besaran subsidi PSO 2019 yang dialokasikan untuk kereta commuter sebesar Rp1,3 triliun," ujar Zulfikri dikutip dari keterangannya, Rabu 2 Januari 2019.
Dia menjelaskan, pada 2018 tercatat ada 936 perjalanan commuter yang melayani masyarakat. Dengan penambahan PSO tersebut, ditargetkan akan naik menjadi 956 perjalanan kereta.
"Hal ini juga sejalan dengan target kenaikan penumpang kereta commuter menjadi 1,2 juta penumpang pada 2019 yang akan menggunakan kereta commuter untuk mobilitas sehari-hari," tambahnya.
Selain untuk kereta commuter, anggaran PSO senilai Rp2,4 triliun itu juga diberikan untuk kereta antar kota dan kereta perkotaan. Dengan rincian, untuk kereta antar kota alokasi subsidi PSO terdiri atas KA Ekonomi Jarak Jauh sebesar Rp79,9 miliar, KA Ekonomi Jarak Sedang sebesar Rp244,4 miliar dan KA Lebaran sebesar Rp2 miliar.
Sedangkan untuk kereta perkotaan, terdiri atas KA Ekonomi Jarak Dekat sebesar Rp640 miliar dan KRDE Ekonomi sebesar Rp88 miliar.
Bebani KAI?
Dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Perhubungan RI No. KP 2030 tahun 2018 tentang Penugasan Kepada PT Kereta Api Indonesia untuk Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik (PSO) Angkutan Orang dengan Kereta Api Kelas Ekonomi Tahun Anggaran 2019, maka, mulai 1 Januari 2019 ada lima KA ekonomi jarak jauh bersubsidi akan berubah status menjadi KA ekonomi non subsidi.
PT KAI pun menegaskan tidak ada kenaikan tarif lima KA ekonomi tersebut alias masih memberlakukan tarif PM 31 Tahun 2018 atau tarif subsidi. Lima KA tersebut adalah KA Logawa (Purwokerto-Jember), KA Brantas (Blitar-Pasarsenen), KA Pasundan (Surabaya Gubeng-Kiaracondong Bandung), KA Gaya Baru Malam Selatan (Surabaya Gubeng-Pasarsenen), dan KA Matarmaja (Malang-Pasarsenen).
"Kan sekarang enggak ada kenaikan. Jadi enggak ada masalah," ujar Vice President Public Relations PT KAI, Agus Komarudin kepada VIVA, 2 Januari 2019.
Dia tidak membantah memang ada beban tersendiri terhadap keuangan KAI jika Kelima KA tersebut tarifnya tidak dinaikkan. Namun, pihaknya sudah mempunyai strategi sendiri untuk mengatasi hal tersebut. Salah satunya dengan menambal dari pos pendapatan lain.
"Dan ini sedang dialokasikan biaya-biayanya dari mana. Yang jelas intinya ada biaya-biaya lain yang akan dialokasikan untuk menutupi biaya (Pencabutan subsidi) itu," ungkapnya.
Dia pun menegaskan, keputusan tidak menaikkan tarif sudah disepakati jajaran direksi perusahaan. Sehingga, risiko yang timbul dari keputusan itu pun sudah diperhitungkan.
Ketika ditanya apakah ada kemungkinan tarif kelima KA ekonomi jarak jauh itu bisa dinaikkan tahun ini, dia pun tidak membantah kemungkinan itu bisa saja terjadi.
"Oh nantinya akan naik atau enggak, ya kan intinya sekarang sudah diputuskan direksi untuk sekarang tetap. Intinya artinya kita masih PSO," tambahnya.
Pelayanan Bisa Menurun
***
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia menyoroti perombakan PSO yang dilakukan pemerintah. Meski tarif lima KA ekonomi jarak jauh itu tidak naik, ada kemungkinan pelayanan yang diberikan kepada penumpang sebagai konsumen bisa menurun.
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengungkapkan, kebijakan ini jelas akan membebani keuangan PT KAI ke depannya. Sebab, tidak diikuti dengan kenaikan tarif. "Maka KAI akan menggeorogoti (Konsumen) dengan menurunnya pelayanan," ujarnya kepada VIVA, Rabu 2 Januari 2018.
Dia pun menegaskan, ada salah kaprah pada kebijakan PSO KA pada tahun ini. Sebab seharusnya, perombakan struktur subsidi tidak menimbulkan kemungkinan akan terjadinya kenaikan tarif yang merugikan masyarakat. "Seharusnya KA sebagai angkutan massal berhak atas subsidi," tegasnya.
Terkait dengan pelayanan kelima KA ekonomi tersebut, Pemerintah pun mewanti-wanti KAI untuk tidak mengurangi pelayanan yang diberikan. Meski tarif tidak naik, standar pelayanan sesuai dengan yang telah ditetapkan harus tetap dilakukan.
"Dengan tarif yang tidak mengalami perubahan tersebut, Pemerintah berharap animo masyarakat untuk naik moda transportasi kereta api akan terus meningkat," ujar Zulfikri. (umi)