Blockbuster Tekor di Box Office
- Lionsgate
VIVA – Robin Hood, film dari Lionsgate yang dibintangi Taron Egerton dan Jamie Foxx, gagal menghentak box office dalam dan luar negeri. Robin Hood, di pekan perdananya atau selama lima hari tayang, hanya mampu menghasilkan US$14 juta. Padahal, bujetnya nyaris mencapai US$100 juta.
Pendapatannya di box office internasional pun tak banyak membantu. Film ini diperkirakan hanya mendapat US$8,7 juta dari 33 negara atau US$22,8 juta secara global. Dilansir dari The Wrap, Robin Hood, bahkan jadi film dengan pendapatan awal terburuk di 2018, sejauh ini.
Robin Hood kalah saing dari dua film yang tayang bersamaan dengannya, Ralph Breaks the Internet dan Creed II. Sekuel Wrek-It Ralph itu mendominasi box office AS akhir pekan kemarin. Dilansir dari Variety, film dari Disney ini diperkirakan sudah meraup pendapatan US$84,6 juta dari 4.017 lokasi selama lima hari periode liburan dan US$56 juta untuk akhir pekan.
Sementara Creed II dari MGM dan New Line yang merupakan sekuel dari Creed, juga cukup impresif di box office AS. Film drama tinju itu meraih US$55 juta selama lima hari dan berada di posisi kedua.
Selain disebut sebagai box office bomb karena pendapatannya yang 'buntung', Robin Hood juga gagal mendulang ulasan negatif dari para kritikus film. Di Rotten Tomatoes, per Selasa, 27 November 2018, film ini hanya dapat skor 17 persen dari 104 reviews yang masuk. Audiens di CinemaScore cukup memberi nilai B untuk film ini dari skala A+ hingga F.
Sama-sama gagal
Robin Hood tentu bukan blockbuster pertama yang gagal raup untung. Sebelumnya film-film dengan modal besar lain tak kalah 'tekor' karena pendapatannya jauh dari prediksi. Yang masih sering dibicarakan karena kegagalannya adalah King Arthur: Legend of the Sword yang rilis 2017 lalu.
King Arthur: Legend of the Sword menelan bujet US$175 juta dan berada di bawah payung Warner Bros. Pictures, studio yang juga menaungi superhero dari DC. Film ini bahkan menggaet sutradara Guy Ritchie yang sudah malang melintang di jagad Hollywood.
Sayangnya, Legend of the Sword hanya dibuka dengan pendapatan US$15 juta di AS dan dinilai 28 persen di Rotten Tomatoes. Nama besar Charlie Hunnam dan iming-iming debut akting David Beckham gagal memikat penonton. Film ini menutup pendapatan domestik dengan US$39 juta saja dan total US$148 juta dari seluruh dunia.
Tahun 2018 ini juga ada The Predator dan Solo yang kurang beruntung di jajaran box office. The Predator dari 20th Century Fox dilansir dari Box Office Mojo berbujet US$88 juta dan hanya meraup US$24 juta di weekend perdananya. Film ini turun layar dengan US$51 jutaan saja di ranah domestik dan US$160 juta di seluruh dunia.
Lalu Solo yang merupakan franchise dari Star Wars pun gagal. Film besutan Disney ini diprediksi memakan dana produksi hampir US$300 juta. Film ini hanya mampu meraup US$103 juta di weekend perdana. Solo, dilansir dari The Hollywood Reporter, membuat Disney merugi setidaknya US$50 juta dan jadi franchise Star Wars yang paling 'buntung.'
Mengapa gagal?
Bicara soal Robin Hood, Hollywood tampaknya begitu tertarik dengan sosok heroik yang kerap mencuri dari si kaya dan membagikannya ke orang miskin itu. Robin Hood, sudah berkali-kali naik layar lebar dan televisi, bahkan, dikutip dari Den of Geek, lewat artikelnya yang berjudul The 10 New Versions of Robin Hood in the Work, yang dipublikasikan pada Mei 2017, setidaknya ada 10 proyek tentang Robin Hood di masa depan. Salah satunya yang saat ini sedang tayang.
Robin Hood sebenarnya tidak juga hit di kalangan pecinta film lama. Terakhir, Robin Hood yang digarap sutradara Ridley Scott dan dibintangi Russell Crowe di tahun 2010, hanya mendulang US$36 juta saat weekend perdana dan US$105 juta di AS. Film ini berakhir dengan pendapatan US$321 juta dari seluruh dunia dengan bujet produksinya sebesar US$200 juta. Namun sebenarnya, jumlah tersebut tidak bisa juga jadi jaminan kesuksesan reboot selanjutnya.
Hollywood, seperti di Indonesia, sepertinya masih tertarik dengan proyek daur ulang film-film sukses terdahulu. Penulis dan pengamat film Noorca Massardi menjelaskan, sebenarnya tidak ada resep untuk film apapun bisa sukses di pasar. Namun konsep remake, reboot, sekuel, dan sejenisnya, dianggap masih lebih menguntungkan dibanding membuat film baru yang original.
"Salah satu kiat Hollywood atau Eropa (sukses) adalah dengan membuat sekuel dari film-film yang sudah sukses. Jadi promosi mereka tidak perlu terlalu dahsyat dibanding membuat film yang sama sekali baru," katanya saat dihubungi VIVA, Selasa, 27 November 2018.
Menurut Noorca, kemungkinan sukses atau gagalnya sebuah film juga tergantung dari reaksi dan situasi penonton ketika itu. "Mungkin waktu itu situasi di Amerika sedang tidak mendukung untuk Robin Hood," dia menambahkan.
Pria 64 tahun yang juga kerap jadi juri festival film ini berpendapat, banyaknya film yang diproduksi di Amerika dan bersaing di waktu yang bersamaan juga jadi faktor pendapatan box office. Penonton harus memilih, apalagi bagi mereka yang tak punya banyak waktu dan dana untuk menonton.
"Mungkin di Amerika sudah banyak film-film yang berbiaya besar dan keluar berturut-turut, bersaing di publik yang sama, pada akhirnya penonton memilih kan. Biasanya ukurannya pada akhir pekan pertama penayangan, jika akhir pekan pertama flop, ya berikutnya memang buruk," ujarnya.
Tema, momentum, dan daftar pemain masih jadi faktor penting yang menunjang keberhasilan sebuah film memikat hati penonton. Di Indonesia sendiri, menurut pengamatannya, penonton film horor masih mendominasi. Apalagi, sejak keberhasilan Pengabdi Setan di tahun 2017 lalu, banyak film horor atau setting zaman dahulu dibuat. Nostalgia bernuansa vintage jadi salah satu modal, meski konsep ini tak semuanya sukses, tetapi Suzzanna: Bernapas dalam Kubur, berhasil meraup jutaan penonton.
"Sekuel atau franchise dari film-film yang udah pernah laku itu paling gampang, sama seperti di Indonesia juga. Paling gampang kan bikin film-film horor, mudah-mudahan laku. Paling tidak kan penonton 100 ribu dijamin, dibanding dengan film-film baru sama sekali, walaupun ada juga beberapa yang meledak seperti Dilan. Itu kan di luar mainstream dan hoki, suasana pas," katanya berpendapat. (hd)