Geliat Ekonomi Kreatif Dunia

Pameran Ekonomi Kreatif.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Ayu Restika Sari

VIVA – Tiga tahun yang lalu, Presiden Joko Widodo membentuk Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) melalui Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2015. Bekraf merupakan lembaga pemerintah nonkementerian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden melalui menteri yang membidangi urusan pemerintahan di bidang pariwisata.

Dukung Industri Kreatif, Bank Mandiri Dorong Tenun Tradisional Bali, Lombok dan Kupang Menembus Pasar Global

Sebelum Bekraf dibentuk, segala urusan ekonomi kreatif menjadi bagian dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang dibentuk pada Kabinet Indonesia Bersatu II tahun 2011 sampai 2014.

Pembentukan Bekraf menunjukkan bahwa pemerintah telah menjadikan ekonomi kreatif sebagai salah satu sektor yang sangat potensial untuk memajukan ekonomi nasional dan meningkatkan kesejahteraan Indonesia.

Pemerintah Gandeng Pelaku Ekonomi Kreatif untuk Perkuat Ekosistem di Indonesia

Belum lama ini, Bekraf yang dikepalai oleh Triawan Munaf juga menyelenggarakan konferensi ekonomi kreatif pertama dunia. Dinamakan World Conference on Creative Economy (WCCE), pesta ekonomi kreatif tersebut digelar pada 6-8 November 2018 lalu di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC).

Di sela-sela acara tersebut, VIVA berkesempatan berbincang dengan Xin Gu, seorang ahli di bidang industri kreatif yang juga menjadi salah satu pembicara di sesi WCCE, mengenai sektor ekonomi kreatif dan segala tantangannya.

Prabowo Dorong Ekonomi Kreatif Jadi Mesin Pertumbuhan Ekonomi Nasional

Xin Gu sempat menuturkan bahwa ekonomi kreatif awalnya berkembang di negara maju post-industrial, seperti Inggris dan Amerika Serikat. Mereka mencari bentuk ekonomi yang baru, sehingga lahirlah bentuk ekonomi kreatif. Tapi di sisi lain, negara-negara berkembang lainnya, terutama negara Asia, tidak ingin ketinggalan dalam gerbong tersebut.

Itu terlihat dari China yang mengadopsi model industri kreatifnya sendiri dengan meng-copy dan mengubahnya sedikit dan dikeluarkan lagi menjadi produknya sendiri. Lalu Jepang dengan animasinya dan Korea dengan K-Pop mereka. Dari situ kita melihat bahwa negara-negara berkembang, termasuk Indonesia sudah lama mengarah ke sana walaupun ekonomi kreatif dimulai oleh negara adidaya.

Sebagai informasi, Xin Gu merupakan sarjana S3 lulusan University of Manchester, Inggris di bidang industri kreatif. Xin Gu kini berprofesi sebagai pengajar ekonomi kreatif sekaligus Director of Master of Cultural and Creative industries di Monash University di Melbourne, Australia.

Berikut petikan wawancara lengkapnya.

Menurut kacamata Anda, bagaimana perspektif global mengenai sektor ekonomi kreatif?

Saya pikir, secara global, adanya urgensi untuk mengembangkan industri kreatif dan ekonomi kreatif karena negara-negara di Barat sudah melewati semacam penolakan industri. Sehingga banyak kota yang mengalami transisi dari manufaktur tradisional menjadi high value added industry. Jadi bisa dikatakan bahwa industri kreatif hampir seperti sebuah destinasi untuk sebagian besar negara maju.

Namun, ketika kita melihat negara-negara berkembang, mereka selalu ingin mengejar negara-negara maju seperti Inggris, Amerika Serikat dan negara lain yang telah maju secara ekonomi. Mereka juga ingin memproduksi value added products untuk pasar ekonomi mereka.

Kemudian Anda punya skenario bahwa negara-negara maju di Barat, mereka memiliki kebijakan-kebijakan besar terkait industri kreatif dan mereka menjual identitas budaya mereka. Seperti Inggris. Anda tahu ketika melihat British Council, yang mana merupakan lembaga asing untuk pemerintah Inggris. Mereka sangat kuat dalam hal menjual dan mengirim ahli-ahli industri kreatif mereka ke negara-negara lain.

Nah, bicara negara-negara berkembang, saya harus mengatakan China tidak betul-betul dilihat sebagai negara berkembang, tapi China punya perilaku kuat dalam meng-copy ide industri kreatif, namun sekarang mereka sudah menemukan modelnya sendiri.

Jadi China memiliki model ekonomi kreatif yang unik dan sangat berbasis Asia. Kemudian Korea punya model ekonomi kreatif yang berfokus pada K-Pop dan media digital. Lalu Jepang secara tradisional sangat berfokus pada animasi, tema dan kerajinan tradisional.

Jadi saya pikir, secara global, ekonomi kreatif bukan hanya tentang satu negara yang tertarik dengan suatu ide. Melainkan, ekonomi kreatif adalah tujuan bagi seluruh negara. Ketika ekonomi terlalu bergantung pada banyak pabrik, langkah selanjutnya adalah mengembangkan budaya dan membangun kapasitas di sekitar budaya dan kreativitas.

Ekonomi kreatif juga dipandang sebagai cara untuk meningkatkan kualitas buruh yang punya keterampilan. Karena Anda tidak mau masyarakat Anda bekerja dan digaji 10 sen per hari. Mereka hanya akan menjadi orang yang berpendidikan tanpa kapabilitas budaya konsumsi.

Dari perspektif pemerintah suatu negara, yang ingin dicapai dengan adanya kebijakan adalah agar adanya konsumen individual di dalam masyarakat Anda, untuk bisa memilki kapasitas, memahami budaya dan mengonsumsi budaya, sehingga menjadi konsumen budaya yang kompeten. Namun, Anda juga ingin mereka berpartisipasi dalam industri kreatif. Jadi mereka perlu memiliki kreativitas agar bisa menghasilkan budaya.

Jadi saya pikir, yang dibutuhkan secara global bukan hanya kebijakan, tetapi juga melatih individu agar menjadi kompeten, menjadi konsumen budaya dan penghasil budaya.

Ahli Ekonomi Kreatif, Xin Gu.

Bagaimana menurut Anda tentang sektor ekonomi kreatif di Indonesia?

Saya rasa Indonesia memiliki kesempatan nyata dan Indonesia adalah negara yang sangat unik dalam berbagai hal, seperti mengembangkan model industri kreatif yang kompeten dan kohesif secara sosial. Itu karena Indonesia bukanlah negara yang hanya melihat industri kreatif sebagai sektor yang menjanjikan saja, namun melihatnya sebagai sebuah ekosistem sosial.

Industri kreatif bisa berkaitan dengan regenerasi, menghapus kemiskinan dan memberikan harapan lapangan pekerjaan bagi generasi muda. Titik mula Indonesia, seperti banyak negara maju di Barat adalah tentang nilai sosial dan budaya dalam ekonomi kreatif, yang mana sangatlah penting.

Alasan mengapa sektor ekonomi kreatif tidak seperti sektor ekonomi lainnya adalah karena ekonomi kreatif bukan hanya soal perkembangan ekonomi, namun tentang nilai sosial dan budaya, tentang mendistribusikan nilai-nilai ekonomi tadi agar sektor tersebut menjadi utuh.

Apa yang harus dilakukan Indonesia untuk memajukan sektor ekonomi kreatif?

Saya rasa dengan ekonomi kreatif, penting untuk mengidentifikasikan sejumlah kunci kekuatan. Anda tidak harus mengembangkan seluruh subsektor dalam industri kreatif. Di Inggris sendiri, mereka mulai dengan 11 subsektor. Saya rasa, tidak akan pernah ada model standar untuk tiap negara. Jadi Indonesia bisa benar-benar melihat kekuatannya sendiri dan apa manfaat dan kompetensi budaya yang dimilikinya dibandingkan meng-copy negara lain.

Untuk mengerti apa yang Anda miliki, apa yang mampu dilakukan masyarakat, berpartisipasi di dalam ekonomi kreatif adalah permulaan yang baik. Konsep infrastruktur budaya juga sangat penting. Di sinilah peran pemerintah. Saya tidak pernah melihat negara manapun bisa mengembangkan ekonomi kreatif yang benar-benar bagus tanpa dukungan dari pemerintah.

Jadi saya pikir pemerintah Indonesia sangat kompeten dalam hal ini, seperti dengan adanya Bekraf sebagai badan pemerintah yang menjadi pemimpin dalam mengembangkan ekonomi kreatif di Indonesia. Jadi untuk bisa melesat, Anda harus bisa berpikir lebih strategis mengenai posisi Anda di pasar global. Saya rasa itu akan terjadi. Itu bisa terjadi.

Namun, selain badan pemerintah, yang dibutuhkan adalah dukungan dari pemerintah, baik itu sifatnya kebijakan atau inisiatif.

World Conference on Creative Economy 2018.

Pentingkah untuk berkolaborasi dengan negara lain untuk memajukan sektor ekonomi kreatif?

Kolaborasi adalah karakteristik penting lainnya dalam ekonomi kreatif. Semuanya selalu tentang industri lokal. Selalu tentang apa yang masyarakat lokal bisa hasilkan dan lakukan. Namun, di waktu sama, mereka harus bisa terhubung dengan pasar global. Jadi orangnya bisa berbasis di Bali, namun produk-produknya bisa dijual di Melbourne, misalnya.

Jika Anda tidak punya platform untuk membuat produk yang dihasilkan bisa dijual ke luar atau bisa dikenal pasar global, maka ini tidak bisa menjadi solusi jangka panjang bagi industri ini.

Ekonomi kreatif sangat bergantung pada sumber lokal dan kreativitas masyarakat lokal. Ekonomi kreatif juga sangat bergantung pada ekosistem budaya urban lokal. Namun, pada akhirnya pasar mereka harus global.

Di AS, tidak ada termin ekonomi kreatif. Mereka menyebutnya dengan sebutan industri kekayaan intelektual. Yang mana ini bukan tentang masyarakat lokal di pasar yang dekat dengan mereka, namun tentang menjual ide Anda ke audience global. Inilah mengapa platform digital sangat penting dalam hal mengembangkan ekonomi kreatif, karena produsen lokal kemungkinan tidak memiliki kapabilitas dalam hal akses ke pasar global. Dan itulah mengapa kita harus memfasilitasinya.

Namun, hal menarik tentang ekonomi kreatif adalah ketika mereka tumbuh menjadi lebih besar, mereka umumnya tidak meninggalkan kota asal mereka. Mereka tetap tinggal di tempat di mana mereka melahirkan ide awal mereka.

Jadi peran kebijakan adalah benar-benar untuk mempertahankan itu, untuk memastikan bahwa itu dapat mendorong industri ini semaksimal mungkin untuk tumbuh dalam jangka panjang, serta membangun platform global bagi mereka untuk mencapai pasar global.

Di AS, mereka tidak pernah benar-benar menyebutnya ekonomi kreatif. Jadi di AS, itu selalu disebut industri kekayaan intelektual. Jadi hanya industri-industri yang dapat menghasilkan kekayaan intelektual yang dapat dikategorikan sebagai industri kreatif. Meskipun mereka tidak pernah menggunakan istilah industri kreatif.

Di Inggris pada tahun 1998 di bawah pemerintahan Tony Blair, mereka menciptakan organisasi seperti Bekraf yang disebut DCMS (Department for Digital, Culture, Media and Sport). Mereka seperti badan pemerintah untuk menghasilkan statistik, mencari para intelektual industri dan menempatkan mereka bersama-sama sebagai satu sektor secara keseluruhan.

Itulah dorongan label baru menuju partisipasi kelas menengah yang sudah mulai stabil dari segi pemasukan dan sebagainya. Ini juga tentang keinginan untuk berpartisipasi dalam industri kreatif.

Jadi pada tahun 1998, pemerintah Inggris pertama kali muncul dengan konsep industri kreatif ini sebagai dokumen pemetaan pertama dunia yang diproduksi oleh pemerintah Inggris.

Di negara-negara seperti di AS dan Inggris, ekonomi kreatif adalah solusi masalah era post-industrial di kota-kota besar dan seringkali pemerintah daerah yang begitu bersemangat untuk mempromosikan dan meregenerasi kota-kota mereka melalui industri kreatif. Namun, ketika PBB seperti UNESCO dan UNCTAD bergabung untuk mengembangkan kebijakan semacam ini di seluruh dunia, terutama di negara-negara berkembang, mereka memiliki pendekatan yang berbeda.

Pendekatannya biasanya tentang menghapus kemiskinan di negara-negara berkembang dan menyediakan semacam tindakan terkoordinasi internasional di sekitar kolaborasi global dalam industri kreatif. Karena idenya adalah bahwa negara ini ingin mengejar ketertinggalannya dari negara-negara maju. Jadi itulah mengapa saya pikir mereka selalu mensponsori atau berinvestasi dalam usaha mengembangkan sektor ekonomi kreatif di negara berkembang. Karena ini tentang peran mereka di ruang internasional.

Creativillage di World Conference on Creative Economy (WCCE) 2018.

Apa tantangan terbesar dalam mengembangkan sektor ekonomi kreatif?

Saya pikir tantangan terbesarnya adalah dalam hal pendidikan. Orang sering tidak membicarakan budaya. Padahal mendapatkan pendidikan tentang budaya adalah hak asasi manusia. Di banyak negara di dunia, termasuk di negara-negara maju dan berkembang, seringkali orang yang sangat kaya memiliki akses ke pendidikan budaya. Namun, tidak umum bagi anak-anak dengan latar belakang yang sangat miskin bisa melihat pameran budaya dan dapat memiliki pengetahuan untuk memahaminya.

Menurut saya, sudah menjadi tugas utama pemerintah, baik di negara-negara maju dan berkembang untuk memasukkan pendidikan budaya ke dalam kurikulum nasional. Pemerintah harus memberikan kesempatan yang sama bagi masyarakat untuk mempelajari budaya, memahami budaya dan mendidik mereka dalam cara-cara yang sesuai dengan budaya lokal.

Jadi tantangan di negara maju dan berkembang adalah eksklusivitas dalam industri kreatif. Jika Anda melihat Inggris, orang yang bekerja di industri kreatif umumnya adalah mereka dari latar belakang kelas menengah terbuka, berkulit putih dan berjenis kelamin laki-laki. Ya, di Inggris, laki-laki lebih mungkin mendapatkan pekerjaan di industri kreatif daripada wanita. Jadi eksklusivitas sosial adalah masalah besar dalam industri kreatif.

Bagaimana kita memperluas partisipasi masyarakat dalam industri kreatif, terlepas dari kelas, ras serta gender? Salah satu kebijakan utama yang harus ditetapkan pemerintah adalah menyediakan saluran yang memungkinkan partisipasi masyarakat yang lebih luas. Karena hanya ketika semua orang memiliki pengetahuan yang benar, kita akan melihat industri kreatif dan ekonomi kreatif yang berkembang.

Menurut Anda, apakah ekonomi kreatif bisa berkelanjutan?

Saya pikir keberlanjutan ekonomi kreatif adalah sebuah tantangan. Ini pertanyaan yang sangat sulit dijawab bagi banyak negara. Bukan hanya negara berkembang, tapi juga negara maju. Kita melihat industri kreatif semakin dilibas oleh perusahaan besar, perusahaan yang lebih banyak modal. Perusahaan kecil dalam industri kreatif juga biasanya tidak memiliki model bisnis yang tepat. Jadi apa model bisnis yang kreatif? Ini berdasarkan pada ide. Tetapi bisakah perusahaan kecil terus menerus muncul dengan ide-ide baru?

Bagaimana Anda mempertahankan bisnis yang tidak dapat bertahan lama? Saya pikir sebagian besar perusahaan akan gagal dalam 5 tahun pertama. Tingkat kegagalannya juga sangat tinggi. Jadi bagaimana cara mengatasi masalah itu? Saya pikir kita perlu lebih banyak waktu dan kesabaran. Saya beri contoh, saya memberi Anda Rp20 juta sehingga Anda bisa menghasilkan Rp40 juta di tahun depan. Itu tidak akan terjadi

Jadi, untuk mengembangkan ekonomi berkelanjutan, Anda harus memberi mereka waktu untuk bereksperimen tentang ide-ide, membiarkan mereka memiliki kesempatan untuk gagal, untuk dapat menolong mereka ketika mereka berada dalam masa-masa sulit.

Yang kedua, saya pikir sangat penting untuk melihat nilai-nilai di luar indra ekonomi murni. Jadi tidak melulu soal jumlah karyawan, pendapatan, dan GDP (Gross Domestic Product). Ada hal lain yang berkontribusi. Mereka berkontribusi pada ekosistem yang lebih luas.

Sebagai contohnya, saya seorang produsen pakaian. Saya mungkin tidak menghasilkan banyak uang dari toko saya yang menjual pakaian. Tetapi dengan adanya toko saya yang berada di pusat kota, saya telah menarik jenis bisnis lain untuk turut berada di ekosistem urban. Jadi nilai industri kreatif jauh melampaui dari sekadar menghasilkan uang dan membuat kesepakatan. Ini sebenarnya tentang berkontribusi pada ekosistem urban.

Jadi tantangannya adalah bagaimana menghasilkan sistem yang tepat sehingga kita benar-benar dapat memberikan nilai ekonomi kreatif tersebut, kita dapat mengevaluasi bahwa nilai-nilai itu berada di luar pengukuran ekonomi.

Pengunjung memilih baju lurik yang dijual saat Pameran Ekonomi Kreatif 2018 di K

Apakah ekonomi kreatif di Indonesia berkembang karena kelas menengahnya juga berkembang?

Itu selalu menjadi tanda. Ketika kelas menengah di suatu negara berkembang. Ketika disposable income meningkat dalam rata-rata pendapatan domestik, maka Anda akan mulai mencari ke arah konsumsi budaya. Jadi industri kreatif mulai menjadi agenda dalam debat kebijakan sebagai hasilnya. Saya rasa itu indikasi yang sangat jelas bahwa Indonesia siap untuk itu. Anda tahu Anda tidak dapat mengembangkan ekonomi kreatif di negara di mana disposable income-nya sangat rendah. Jadi itu tidak akan bertahan.

Dan itulah mengapa di China, misalnya, hanya ada beberapa kota yang benar-benar dapat mempertahankan ekonomi kreatif di kota mereka, seperti Shanghai dan Beijing. Tetapi di luar kota-kota east coast utama, mereka tidak dapat memiliki industri kreatif. Mereka mencoba, mereka menginvestasikan banyak uang, tapi industri kreatif mereka tidak dapat berkembang. Jadi selama ini hanya bisa terjadi di kota padat penduduk dan Anda harus memiliki pasar yang cukup besar. Jadi berkembangnya kelas menengah adalah indikator kunci dalam perkembangan sektor ekonomi kreatif.

Namun, di sini platform digital mengubah permainan. Jika Anda tidak memiliki pasar yang cukup besar, Anda dapat mengembangkan ekonomi kreatif melalui pasar digital. Anda tidak harus bergantung pada konsumsi lokal. Hal yang membuat China begitu tertutup adalah karena konsumsi budaya mereka sangat fokus terhadap produk domestik. Tetapi jika Indonesia benar-benar dapat fokus pada pengembangan platform budaya global untuk distribusi, membuka saluran distribusi untuk produsen lokal, maka Anda bisa melihat industri kreatif ini muncul dan berkembang di kota yang tidak memiliki kelas menengah yang sedang berkembang.

Nah, mampukah Indonesia mulai mengembangkan sistem nilainya sendiri untuk mengukur ekonomi kreatif dengan model bisnis baru? Bagaimana agar model itu bisa membantu mengatasi kemiskinan dan memberdayakan generasi muda? Ini adalah topik besar yang secara global terus berusaha dipahami oleh para peneliti. Jika Anda mulai berbicara tentang nilai atau budaya saat ini, itu akan tergantung pada pengukuran ekonomi. Lupakan tentang negara lain, lakukan dengan cara Anda sendiri. Temukan cara yang menurut Anda penting, tetapkan sistem nilai, dan coba gunakan untuk mengukur keberhasilan industri kreatif.

Pameran Ekonomi Kreatif Rusunawa.

Sebenarnya apa yang membedakan ekonomi kreatif dari sektor ekonomi lainnya?

Secara global, tidak ada definisi pasti untuk ekonomi kreatif. Ada definisi untuk industri kreatif, yang ditetapkan oleh DCMS di Inggris pada tahun 1998. Namun, definisi tersebut tidak diadopsi secara luas oleh negara lain. Setiap negara punya definisi mereka masing-masing tentang ekonomi kreatif. Namun, industri kreatif telah ditinggalkan di banyak negara maju lainnya. Jadi mulailah dengan yang dinamakan industri budaya, karena orang ingin menekankan proposisi nilai dalam industri ini, bukan hanya tentang pasar dan perdagangan.

Industri budaya menjadi lebih populer di Eropa. Di AS, mereka tidak pernah menyebutnya industri kreatif. Mereka menyebutnya kekayaan intelektual. Ekonomi kreatif sekarang adalah istilah teoritis yang kita gunakan untuk memecahkan jalan dari teori ekonomi klasik. Ini tentang kerangka budaya, bukan hanya industri budaya, tetapi untuk berbagai industri lain. Karena industri lain seperti manufaktur, mereka juga membutuhkan budaya untuk membantu mereka memahami pasar dan audience.

Jadi ekonomi kreatif saya pikir menjadi semacam kombinasi dari ide industri kreatif, yang fokus pada perdagangan pasar dan elemen ekonomi budaya, yang menekankan pentingnya budaya. Jadi saya pikir, adopsi pada istilah itu berarti bahwa pemerintah Indonesia berharap bahwa industri ini akan menghasilkan manfaat ekonomi bagi negara mereka, tetapi pada saat yang sama mereka juga berpegang pada budaya yang sangat penting bagi mereka.

Industri kreatif berarti bahwa suatu produk memiliki nilai simbolis, ide orisinil, tidak dapat ditiru, dan nilai proposisi yang berasal dari nilai simbolis. Ini tidak didasarkan pada materi atau berat atau nilai pragmatis apa pun. Kami menyebutnya nilai utilitas. Anda harus membedakan nilai utilitas dengan nilai simbolik.

Jadi nilai utilitas adalah seperti cangkir yang Anda gunakan untuk minum dan alasan Anda menggunakannya adalah karena cangkir bisa menampung air sehingga Anda dapat meminumnya. Itulah nilai utilitas dari cangkir. Tapi yang membuatnya menarik adalah jika ada lima cangkir di sini, tapi Anda memilih satu cangkir karena desainnya misalnya. Karena desain tersebut adalah nilai simbol yang memiliki arti tertentu bagi Anda. Itulah yang dinamakan industri kreatif.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya