Di Balik Proses Kreatif Ralph Breaks the Internet
- Disney
VIVA – Sebuah panggilan WhatsApp akhirnya masuk ke ponsel saya sore itu, Sabtu 10 November 2018. Molor sekitar 30 menit dari jadwal yang sudah disepakati karena alasan teknis.
"Maaf, kami kesulitan menghubungi Anda di jalur panggilan reguler," kata Christina Han yang sedang berada di Filipina. Ternyata saat itu, nomor-nomor Indonesia tak bisa dihubungi dari sana. Kami pun memutuskan untuk melakukan wawancara melalui sambungan telepon layanan obrolan instan berlogo hijau tersebut.
Bukan dengan Christina wawancara ini dilakukan, melainkan Josie Trinidad, Co-Head of Story untuk Ralph Breaks the Internet, sekuel dari Wreck-It Ralph yang sukses di tahun 2012. Josie menyapa saya setelah Christina memberikan teleponnya.
Dari obrolan kami, Josie adalah seorang Filipina-Amerika yang sudah bergabung dengan Disney sejak tahun 2004. Dia mengawali kariernya di studio tersebut sebagai anak magang di bagian cerita. Setelah menyelesaikan pelatihannya, Josie pun masuk sebagai story artist.
Sejumlah film animasi Disney pernah digarapnya bersama tim. Beberapa di antaranya adalah Zootopia yang memenangkan Oscar di tahun 2016, kala itu Josie sudah menjadi co-head of story. Selain itu ada Tangled, The Princess and the Frog, How to Hook Up Your Home Theatre, dan The Ballad of Nessie, dan tentu saja Wreck-It Ralph.
Film animasi tersebut pernah membuat rekor baru untuk Disney saat debut dengan US$49,1 juta dari 3.752 teater domestik. Waktu itu, Wreck-It Ralph menyumbang penghasilan debut tertinggi untuk Disney Animation Studios, menggantikan rekor sebelumnya yang dipegang Tangled pada tahun 2010 dengan pendapatan pembuka US$48,8 juta. Film ini pun langsung jadi favorit baru di kalangan penonton keluarga.Â
Setelah 6 tahun absen, Wreck-It Ralph akhirnya kembali di tahun 2018. Judul keduanya, Ralph Breaks the Internet siap naik layar mulai 23 November mendatang. Film ini masih berkisah tentang petualangan Ralph (John C Relly) dan Vanellope (Sarah Silverman). Bedanya, jika Wreck-It Ralph terjadi di dunia video game di era 1980-an, kali ini mereka akan masuk ke dunia internet yang supermegah dan canggih.
Dalam obrolan kami, Josie pun berbagi sedikit bagaimana proses kreatif di balik pembuatan Ralph Breaks the Internet ini.
Ide Kreatif
Saat trailer Ralph Breaks the Internet pertama kali muncul pada Juni 2018, respons warganet terhadapnya begitu besar. Ralph dan Vanellope pergi keluar dari arcade video game, rumah mereka selama ini, untuk pergi ke dunia baru, internet.Â
Penonton langsung disuguhkan visual ciamik yang menggambarkan dunia maya yang begitu megah, futuristik, dan canggih. Rupanya, Josie menyebut, tim animasi Disney memang punya konsep membuat internet tampak seperti kota besar yang keren.
"Ketika kami pertama kali membuat konsep seperti apa visual internet nantinya, kami memang berimajinasi websites di internet itu adalah gedung-gedung. Kau benar, kami memang membayangkan kota-kota besar, seperti New York, London, Tokyo, Manila, Singapura yang digabung jadi satu tempat superbesar dan keren," ujar Josie mengawali ceritanya.
Setelah proses baca naskah, tim bahkan merencanakan sebuah perjalanan riset ke kota yang bukan hanya sekadar besar, tapi juga asing. Mereka ingin bisa merasakan langsung bagaimana rasanya menginjakkan kaki di tempat yang tidak familiar, agar bisa menuangkannya pada Ralph dan Vanellope ketika mereka datang ke dunia baru di film keduanya ini.
Tokyo pun jadi target tujuan tim, sebab menurut Josie, Ibu Kota Jepang itu bukan hanya besar dan canggih, tapi punya nuansa berbeda dan baru bagi orang Amerika. Namun sayangnya, mereka batal melakukannya, karena berbagai alasan dan berakhir dengan mencari referensi lewat online.Â
"Tapi kami tidak pernah benar-benar mencontoh satu kota tertentu, yang kami tahu bahwa kami ingin seperti kota besar yang keren. Tapi ide tentang kota, distrik, dan lingkungannya memang benar ingin disajikan untuk menggambarkan apa yang ada di internet," kata Josie menambahkan.
Karenanya, seperti kota-kota besar yang nyata, dunia internet di film ini juga punya kawasan-kawasan yang dikategorikan dari apa yang ada di internet.
"Jadi kami membuat distrik media sosial, distrik belanja, video game, dan sebagainya," seru wanita yang belajar karakter animasi di CalArts ini.
Trailer Ralph Breaks the Internet juga tampak begitu mengagumkan dengan visualisasi berbagai hal di jagat maya, misalnya ada Google, eBay, Facebok, Twitter, dan segala macamnya. Menariknya, inspirasi mereka datang bukan dari tempat yang jauh-jauh, tapi sebuah gedung di Los Angeles yang bernama One Wilshire.
Berdasarkan penelusuran VIVA, Setelah biasa disewakan untuk firma-firma hukum, One Wilshire ini merupakan gedung yang menjadi kantor bagi perusahaan-perusahaan telekomunikasi sejak tahun 1990-an. Google, salah satunya, pernah menjadi tenant di gedung ini pada tahun 2007.
Pada tahun 2013, One Wilshire merupakan satu dari tiga pusat telekomunikasi di dunia, dua lainnya adalah 60 Hudson Street di New York City dan Telehouse di London.
"Kami melakukan satu perjalanan riset ke sebuah gedung di Los Angeles, One Wilshire. Gedung ini hanya terlihat seperti gedung biasa dari luar, tapi di dalamnya, dia jadi rumah bagi koneksi internet untuk seluruh Amerika Utara. Di dalamnya ada bermil-mil kabel dan ratusan ribu kotak yang menghubungkan dunia," kata Josie.
Ketika mengunjungi gedung itu, pemandu mereka mengatakan, "Kalian lihat kotak di sana, server itu? Itu sebenarnya Facebook." Saat itulah, tim langsung membayangkan semua hal yang ada di internet dan mulai berimajinasi tentang gedung-gedung dan hal lainnya.
"Seperti halnya Moana, tim pergi ke (Samudera) Pasifik Selatan dan Frozen yang pergi ke Norwegia, untuk Ralph Breaks the Internet, kami pergi ke One Wilshire yang sangat menginspirasi bagaimana kami memvisualisasikan internet dan film kami," Josie menambahkan.
Tantangan
Tugas departemen cerita di mana Josie berada adalah menerjemahkan naskah ke dalam bentuk visual. Buat Josie dan timnya, kesulitan utama justru bukan pada masalah teknis, melainkan fokus.
Mendeskripsikan dunia internet yang luar biasa dan membuatnya seperti dunia baru sendiri diakuinya sangat menyenangkan, namun mereka harus bisa fokus pada cerita dan durasi yang terbatas.
"Tantangan terbesar kami adalah fokus pada cerita, karena kami tentu saja ingin para karakter ini pergi ke mana-mana dan mengeksplorasi segalanya, tapi jelas, kami harus tetap menjaganya singkat dan sederhana," terang Josie.Â
Dengan begitu banyak hal yang bisa dikembangkan dan dimainkan, Josie dan tim harus menyadari, bahwa sebenarnya, ini adalah cerita sederhana tentang dua orang sahabat dari sebuah kota kecil yang datang ke kota megah dan baru buat mereka.
"Bagi Vanellope, dia sangat terbuka dengan petualangan dan dunia barunya itu. Dia bahkan mungkin bersedia untuk tinggal di sana. Tapi untuk Ralph, yang punya ketakutan besar akan perubahan dan sesuatu yang baru, dia justru merasa sahabatnya itu mulai menjauh," kisahnya.
Visual-visual megah yang ada di Ralph Breaks the Internet adalah latar yang akan mewarnai petualangan dan persahabatan mereka yang diuji. Apakah dua sahabat unik akan semakin kuat, berubah, atau malah terpecah?
Etos Kerja
Ralph Breaks the Internet merupakan sebuah karya dari ratusan orang yang bekerja keras di balik layarnya. Menurut Josie, ada sekitar 500-an orang yang tergabung sebagai artists, teknisi, dan programmer untuk mengerjakan fim ini.
Mereka juga berasal dari berbagai negara, ada yang dari Thailand, Australia, Korea, Taiwan, Filipina, dan bahkan Indonesia. Josie mengatakan, sangat luar biasa bekerja dengan tim yang begitu besar tersebut.
Sebagai orang Filipina-Amerika, ibu satu anak ini mengatakan, penting untuk tetap menjaga darah kebangsaan mengalir dalam diri masing-masing agar punya karakter kuat untuk masuk dalam industri animasi dan film dunia. Baginya, peluang begitu terbuka bagi mereka yang ingin terjun ke industri ini, bahkan untuk orang Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Menurutnya, generasi muda Asia Tenggara saat ini punya karakter yang luar biasa, cerdas, bertalenta, dan sangat bersemangat.
"Work extremely hard, don't give up, and also stay true to yourself," kata Josie memberi sedikit saran untuk anak-anak muda yang ingin terjun ke industri animasi sepertinya.
"Keluarlah dan buat apapun itu, film atau animasi. Katakan pada dunia cerita kalian, karena saat ini, dunia sudah siap mendengarnya," seru Josie mengakhiri wawancara. (ren)