Urgensi Kartu Nikah

Petugas Kementerian Agama (Kemenag) menunjukkan Kartu Nikah di kantor Kemenag, Jakarta, Senin, 12 November 2018.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

VIVA – Bagi pasangan yang akan menikah di tahun ini ada kabar gembira. Karena selain mendapatkan buku nikah, mereka juga akan mendapatkan kartu nikah. Terobosan yang baru saja diluncurkan Kementerian Agama ini dirancang sebagai inovasi peningkatan kualitas layanan publik, khususnya pada sistem pencatatan nikah di KUA.

Kemenag Kembali Raih Prestasi di Anugerah Keterbukaan Informasi Publik

Peluncurkan kartu nikah bersamaan dengan dirilisnya Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Nikah Berbasis Website (Simkah Web) pada 8 November 2018. Kartu nikah itu merupakan salah satu modul yang disediakan dalam Aplikasi Simkah Web. Aplikasi ini dapat diunduh di www.simkah.kemenag.go.id.

Selain kartu nikah, Simkah Web juga menyediakan modul layanan yang bisa diakses publik secara online. Modul tersebut adalah pendaftaran nikah online dan survei kepuasan masyarakat terhadap layanan Kantor Urusan Agama (KUA) secara online.

Kementerian Agama Raih Predikat 'Sangat Baik' dalam Indeks Perencanaan Pembangunan Nasional 2024

Sebelum diluncurkan, aplikasi ini telah diujicobakan pada lebih dari 2.000 Kantor Urusan Agama (KUA) di wilayah dengan jumlah peristiwa nikah cukup besar. "Saat ini, sudah 49 persen dari total 5.945 KUA, siap mengimplementasikan Simkah Web," kata Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah Kemenag, Mohsen Alaydrus di Jakarta, Kamis 15 November 2018.

Mohsen menerangkan aplikasi Simkah ini telah diintegrasikan dengan data kependudukan dan catatan sipil atau e-KTP. Cara kerjanya sangat simpel, cukup memasukkan nomor NIK pada menu pendaftaran nikah, maka aplikasi akan menarik data yang diperlukan dari data base kependudukan untuk mengisi formulir nikah yang ada.

Kemenag Perketat Seleksi Guru Besar, Kini Wajib Uji Kompetensi

Setelah proses verifikasi data, pemeriksaan, dan akad nikah selesai dilaksanakan, maka aplikasi akan mengirim data balik ke data warehouse Ditjen Dukcapil untuk diproses perubahan status perkawinan yang bersangkutan.

Data yang telah diinput di aplikasi, kemudian dicetak dalam lembaran pemeriksaan nikah, akta nikah, buku nikah, dan kartu nikah lengkap dengan foto pasangan.

Bicara keamanan data, aplikasi kartu nikah ini dilengkapi fitur keamanan dokumen yang handal. Buku nikah dan kartu nikah diberi kode QR yang dapat dipindai melalui QR Scanner dan terhubung melalui aplikasi SIMKAH Web. Aplikasi ini juga menyediakan fitur pencetakan kartu nikah yang dapat dibawa kemana saja dan dapat berfungsi sebagai pengganti buku nikah.

"Kementerian Agama meluncurkan kartu nikah untuk merespons permintaan masyarakat terhadap kebutuhan identitas pernikahan yang simpel dapat dibawa saat bepergian dengan suami/istri tanpa perlu membawa buku nikah," ujar Mohsen.

Selain itu, kartu nikah ini memudahkan masyarakat dalam mengakses layanan KUA di seluruh Indonesia, seperti layanan legalisasi dokumen surat keterangan lainnya yang diperlukan dan mencegah pemalsuan buku nikah karena data nikah yang terekam pada kartu dijamin keasliannya.

Untuk tahap awal, Kemenag akan mengalokasikan anggaran dari APBN untuk pengadaan 1 juta keping kartu nikah di tahun 2018 dengan total anggaran Rp688.600.000. Anggaran sebesar ini diklaim Mohsen, relatif murah untuk 1 juta kartu. Anggarannya pun sudah melalui mekanisme persetujuan DPR.

Selanjutnya, untuk pengadaan kartu nikah di tahun 2019, rencananya tak lagi menggunakan APBN murni, tapi bersumber dana penerimaan negara bukan pajak (PNBP) nikah rujuk di luar kantor.

Mohsen menambahkan, kartu nikah ini nantinya akan diberikan kepada setiap pasangan suami istri yang sudah menikah di tahun 2018 dan seterusnya, setelah aplikasi ini diluncurkan. "Di tahap awal, sedikitnya ada 500 ribu pasangan nikah yang akan diberikan kartu nikah ini secara cuma-cuma alias gratis tanpa dipungut biaya," imbuhnya.

Perlindungan Perempuan

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan aplikasi ini selain memudahkan pencatatan nikah, sistem ini juga dalam rangka efisiensi dan efektivitas kerja dalam pencatatan peristiwa nikah, sekaligus proteksi atau perlindungan terhadap perempuan dan anak-anak.

Karena dalam banyak kasus sering ditemukan mereka yang menikah dan dicatat dalam buku nikah, namun bermasalah karena yang bersangkutan ternyata pernah nikah di tempat lain dengan perempuan lain sehingga menimbulkan persoalan.

"Dengan sistem aplikasi ini maka kejadian seperti itu tidak dapat terjadi lagi, karena setiap orang ketika menikah langsung tercatat di data kependudukan kita, sehingga tidak ada duplikasi atau hal-hal yang jadi persoalan di masyarakat," kata Menag Lukman di Jakarta, 8 November 2018.

Seperti diketahui, kartu nikah yang belum lama diluncurkan Ditjen Bimas Islam Kemenag ini serupa dengan kartu tanda penduduk (KTP) elektronik. Kartu nikah memudahkan orang yang sudah menikah, sehingga cukup menunjukkan kartu nikah saja jika ingin menginap di hotel tanpa perlu ribet harus membawa buku nikah.

"Kita akan ubah jadi kartu nikah seperti kartu ATM, KTP dan umumnya yang bisa dibawa dalam saku," ujarnya.

Dengan berbagai kemudahan dan simplifikasi sistem pencatatan nikah online serta kartu nikah, tidak otomatis menjadi pengganti buku nikah yang umumnya diberikan kepada pasangan yang baru menikah. Menag Lukman Hakim menegaskan tidak ada penggantian atau penghapusan buku nikah menjadi kartu nikah.

"Tidak ada penghapusan buku nikah. Buku nikah tetap merupakan dokumen resmi, terkait pencatatan nikah. Jadi, ini bukan pengganti," ujar Lukman di kantor Kementerian Agama, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Senin 12 November 2018.

Seperti sebelumnya, Lukman menjelaskan, kartu nikah itu untuk mempermudah pasangan yang sudah menikah berpergian ke mana-mana, tanpa harus membawa buku nikah, karena di kartu itu sudah terekam data terkait status pernikahannya.

Namun, penerapan kartu nikah ini ternyata tidak diwajibkan bagi pasangan nikah lawas alias sudah lama menikah. Kemenag baru menerapkan kebijakan kartu nikah ini bagi pasangan yang menikah di tahun 2018 dan setelahnya. Menurut Menag, bagi pasangan yang sudah lama menikah tidak wajib membuat kartu nikah. 

"Jadi, tidak ada kewajiban atau tidak wajib, supaya fasilitasi terbitkan sebagai sebuah terobosan bagi Kementerian Agama kaitannya dengan Dukcapil, kaitannya dengan sistem data kependudukan kita, yang tentu harapannya semua kita memiliki ini," katanya.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) menghargai ikhtiar dan usaha Kementerian Agama dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat termasuk inovasi pemerintah dengan meluncurkan kartu nikah dan pencatatan nikah berbasis online.

"Sepanjang hal tersebut dimaksudkan untuk memudahkan, memberikan nilai manfaat dan utamanya adalah dapat mencegah praktik penipuan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab," ujar Wakil Ketua Umum MUI, Zainut Tauhid Sa'adi, kepada VIVA di Jakarta, Senin, 12 November 2018.

Zainut menjelaskan, tujuan utama adanya buku nikah atau kartu nikah itu adalah untuk mendokumentasikan tentang informasi pernikahan seperti nama, nomor akta nikah, nomor perforasi buku nikah, tempat dan tanggal nikah.

Menurut dia, sepanjang hal tersebut sudah dilaksanakan dengan baik, maka tidak ada masalah bentuknya buku atau kartu. "Apalagi kalau hal itu dinilai lebih praktis, ekonomis, efektif dan efisien, maka inovasi tersebut patut didukung," kata dia.

Warning KPK

Di sisi lain, peluncuran kartu nikah dan sistem pencatatan nikah berbasis online oleh Kementerian Agama mendapat sorotan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kebijakan yang mulai diberlakukan pada akhir November 2018 ini walau dengan budget anggaran yang murah, tapi dikhawatirkan malah tidak efisien.

"Maka sebaiknya dikaji dulu. Jawabannya yang disarankan sebenarnya adalah kembali menata status kependudukan di e-KTP saja, juga bisa," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang kepada wartawan, Kamis, 15 November 2018.

Menurut dia, penting meninjau ulang kartu nikah karena menggunakan uang negara. Agar ke depan tidak ada masyarakat yang menyebut kartu tersebut hanya sebatas berubah dari kertas menjadi plastik. Ia meminta pemerintah berkaca kepada proyek e-KTP yang justru berujung korupsi. Dampaknya masih dirasakan masyarakat sampai hari ini.

Terkait pengadaan kartu nikah yang juga berbasis elektronik ini, KPK lanjut Saut, merekomendasikan beberapa hal, antara lain, pertama, mendorong pemerintah lebih dulu mengelola data status kependudukan dengan efesien, efektif, cepat dan murah.

Kedua, KPK mendorong pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama, untuk hati-hati mengelola uang rakyat. Dan ketiga, pemerintah bisa memilih program apa yang lebih prioritas untuk dikerjakan. "Tapi lagi-lagi itu pilihan stakeholders," kata Saut.

Saut juga menyoroti keberadaan buku nikah yang tetap ada, meskipun pemerintah berencana meluncurkan kartu nikah. Karena itu, KPK merasa perlu meminta Kemenag meninjau ulang program tersebut. "Itu sebabnya dikaji lagi saja, filosofi hingga itu (kartu nikah) mau dibuat apa?" terang Saut.

Sementara itu, Ketua DPR RI Bambang Soesatyo meminta penjelasan lebih lanjut Kementerian Agama terkait urgensi penerbitan kartu nikah. Sebab menurut Bambang, setiap orang yang menikah datanya sudah tercatat di di KUA dengan buku nikah sebagai sahnya. Disamping itu, data pernikahan juga tercatat di Dukcapil untuk pembuatan KTP dan Kartu Keluarga.

"Jadi dalam menetapkan program pembuatan kartu nikah tidak bertentangan dengan ketentuan yang ada dan tidak terjadi tumpang tindih data, baik di Kemenag maupun di Disdukcapil," kata Bambang dalam keterangan tertulis, Senin, 12 November 2018.

Atas dasar itu, politikus Golkar ini meminta Kemenag mengkaji ulang penerbitan kartu nikah yang rencananya dimulai pada akhir November 2018. "Mendorong Kemenag untuk mengkaji lebih jauh rencana menerbitkan kartu nikah tersebut," ujarnya.

Terpisah, Wakil Ketua Komisi VIII DPR Sodik Mudjahid mendukung setiap inovasi untuk peningkatan pelayanan masyarakat, khususnya dalam pelayanan di KUA. Ia mengingatkan kebijakan ini semestinya untuk mempermudah pelayanan dan tidak menambah beban rakyat.

"Prinsipnya kami dukung Kemenag selama untuk konsolidasi data, tidak menambah ribet, dan tidak menambah biaya," kata Sodik di Gedung DPR RI, Selasa, 13 November 2018.

Politikus Gerindra ini meminta Kemenag bisa memberikan buku nikah dan kartu nikah dengan biaya yang sama. Kemudian, bagi pasangan suami istri yang sudah lama menikah dan telah memiliki buku nikah, agar tidak diwajibkan memiliki kartu nikah. "Yang sudah nikah, saya usul diberikan pilihan (boleh buat kartu nikah dan tidak)," tegasnya.

Harapannya, peluncuran sistem pencatatan nikah online dan kartu nikah ini dapat memperbaiki carut marut administrasi pencatatan nikah di KUA yang selama ini manual. Tentunya, semua prosesnya menganut prinsip efektif, efisien dan transparan. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya