Tragedi Lion Air dan Kaji Ulang Penerbangan Murah

Pesawat Lion Air.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho

VIVA – Pemerintah bergerak cepat mengusut penyebab jatuhnya pesawat Lion Air di perairan Karawang, Jawa Barat, awal pekan ini. Pesawat bernomor penerbangan JT 610 rute Jakarta-Pangkalpinang itu diketahui baru mengudara sekitar 13 menit sebelum hilang kontak. 

Lion Parcel Beberkan 5 Jurus Kirim Barang Aman dan Efisien Pakai COD Ongkir

Untuk mendukung proses investigasi yang dilakukan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pun minta PT Lion Mentari Airlines untuk membebastugaskan direktur teknik mereka, Muhammad Asif. Ini agar dia bisa menjalani pemeriksaan KNKT dengan baik. 

"Iya, sudah [dibebastugaskan] per hari ini," kata Menhub Budi di Jakarta, Rabu 31 Oktober 2018. 

INACA Ungkap Industri Penerbangan Sedang Tidak Baik-baik Saja

Tidak hanya itu, dalam waktu dekat, lanjut Budi, pihaknya segera mengevaluasi seluruh sistem keselamatan dan keamanan dalam penerbangan di Indonesia. Khususnya pada low cost carrier (LCC) atau penerbangan dengan bertarif murah di Indonesia. 

Baca juga: Rusdi Kirana: Lion air Siap Diaudit

Jadi Wakil Ketua MPR, Rusdi Kirana Tak Mau Sibuk Urus Lion Group Lagi

Menurut Budi, secara tidak langsung ada hubungan antara besaran tarif dengan keselamatan penerbangan komersil. Hal tersebut menjadi salah satu pertimbangan evaluasi akan dilakukan. 

"Tarif di satu sisi terlalu rendah dan berkorelasi. Orang minta murah dan safety, ya kami harus imbangi," ujar Menhub. 

Selain melemparkan wacana evaluasi sejumlah poin dalam aturan LCC, diam-diam Kementerian Perhubungan pun melakukan inspeksi terhadap pesawat Boeing 737 Max 8 yang beroperasi di Indonesia saat ini. 

Saat ini terdapat 11 unit pesawat jenis Boeing 737 Max 8 yang dioperasikan dua maskapai Nasional. Satu unit dioperasikan oleh maskapai Garuda Indonesia dan 10 unit dioperasikan oleh Lion Air. Inspeksi tersebut pun telah dilakukan mulai 29 Oktober lalu. 
  
LCC salah apa?

Pengamat penerbangan dari Jaringan Penerbangan Indonesia atau Japri, Gerry Soejatman menegaskan, sebenarnya tidak ada kaitan antara tiket murah dan aspek keselamatan atau safety dari sebuah penerbangan.

"Karena kalau kita hubungkan harga tiket murah dan masalah keselamatan, ini kan tidak berarti urusan safety kemudian pasti dipangkas," kata Gerry saat dihubungi VIVA, Rabu 31 Oktober 2018.

Gerry menjelaskan bahwa tidak ada peraturan yang menyatakan bahwa jika sebuah maskapai mendapat pemasukan sekian, maka dia harus mengeluarkan sekian untuk masalah safety itu. Hal ini lah yang sebenarnya harus dipertegas. 

"Itu cuma akal-akalan kompetitor aja pada saat ada kejadian-kejadian semacam ini," ujarnya.

Dia pun mengatakan, kalau sampai ada maskapai yang memangkas urusan safety dan hal itu berkaitan dengan tarif murah yang mereka tawarkan, maka yang harus dipertanyakan adalah bagaimana kredibilitas pemerintah sebagai pihak yang melakukan proses audit kepada maskapai tersebut.

"Karena enggak ada hubungannya antara safety dan tiket murah itu. Kalau ada hubungannya, berarti fungsi auditnya juga enggak benar selama ini," ujarnya.

Lebih lanjut, menurutnya, dengan penawaran tiket murah, bukan berarti akan merugikan pihak maskapai. Karena, sebenarnya pihak maskapai juga mendapat pemasukan selain dari penjualan tiket penumpang.

"Jualan kargo per kilogram itu lebih menguntungkan. Bahkan jualan makanan di pesawat saja bisa menutupi 10 persen dari biaya penerbangan. Ada jasa lain yang dijual juga seperti misalnya tawaran pilih kursi atau tujuan kepada penumpang, dan lain sebagainya," ujarnya.

Baca juga: Daftar Kecelakaan Lion Sepanjang Sejarah, JT 610 Terparah

Gerry hanya mengimbau bahwa pemerintah seharusnya tak terlalu menyalahkan aspek tarif murah penerbangan. Apalagi sebelumnya pemerintah juga kerap membanggakan pertumbuhan penumpang dari sektor penerbangan LCC.

"Pas ada kecelakaan kok LCC disalahkan? Kita jangan munafik lah masalah itu," ujarnya.

Saat ditanya bagaimana dengan kebijakan soal tarif penerbangan murah di negara lain, Gerry mengaku bahwa sepengetahuannya, hanya China saja yang masih menerapkan tarif batas bawah semacam ini dalam sektor penerbangan.

Sebab, masalah keselamatan tentunya masih menjadi prioritas utama bagi sejumlah negara untuk mengatur berbagai hal terkait regulasi penerbangan yang digagas di negaranya masing-masing.

"Karena di negara-negara lain itu juga sama, bahwa aturan masalah safety itu saklek, tegas. Mereka enggak peduli harga (tarif) murah selama masih masuk akal dan bukan tarif predator, atau tarif yang banting harga hanya karena ada pesaingnya saja," tambahnya. 

Terlepas dari wacana tersebut, Presiden Joko Widodo mengaku tidak ada yang salah dari aturan LCC di Indonesia. Tapi evaluasi yang akan dilakukan lebih ke manajemen keselamatan, sehingga musibah ini tidak akan terulang lagi di masa depan. 

"LCC itu ada di semua negara. Yang penting manajemen keselamatan penumpang diperketat," tegasnya, di Jiexpo Kemayoran, Jakarta, Rabu 31 Oktober 2018. 

Boeing 737 Max 8

Catat sejarah

Pada 31 Juli 2017, merupakan momen berharga bagi Lion Air. Sebab, maskapai di bawah naungan Lion Air Group ini menerima kedatangan armada barunya yaitu pesawat Boeing 737 MAX 8 di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. 

Pesawat dengan kode registrasi PKLQJ ini merupakan unit Boeing 737 Max 8 pertama yang diterima oleh Lion Air dari 10 unit yang saat ini dimiliki. 

Maskapai itu pun tercatat sebagai maskapai pertama di Indonesia yang menggunakan pesawat tersebut. Dikutip dari situs resmi Lion Air, pesanannya pun tak tanggung-tanggung yaitu sebanyak 218 unit. 

Sementara itu, pesawat yang mengalami kecelakaan pada hari Senin 29 Oktober 2018 baru mulai beroperasi pada tanggal 15 Agustus 2018, dan hingga kini baru menempuh jam terbang 800 kilometer. 

Dilansir dari BBC, insiden jatuhnya JT 610 pun mencatatkan sejarah baru bagi Lion sebagai maskapai pertama yang mengalami kecelakaan, saat mengoperasikan Boeing 737 Max 8. 

Baca juga: Lion Air JT 610 Jatuh, Ini Pengakuan Boeing

Terlepas dari catatan sejarah tersebut, hasil inspeksi yang dilakukan Kemenhub dari menunjukkan, perawatan rutin terhadap pesawat 737 yang dioperasikan di Indonesia dilaksanakan sesuai dengan jadwal. 

Komponen yang terpasang semuanya tidak ada yang melewati batas umur pakai. Semua pesawat yang diperiksa pun dinyatakan laik terbang oleh Kementerian Perhubungan. 

Dalam keterangan resminya pun pihak Boeing menegaskan, akan membantu secara maksimal investigasi yang dilakukan terkait insiden ini. Tim dari Boeing pun kabarnya telah sampai di Jakarta dan berkoordinasi dengan Lion Air serta otoritas terkait investigasi yang sedang dilakukan. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya