Mobil Mewah Sengaja Dimatikan

Lamborghini Club Indonesia.
Sumber :
  • VIVA/Jeffry Yanto

VIVA – Pemerintah mengeluarkan jurus baru mengatasi permasalahan rupiah yang melemah terhadap dolar AS. Salah satunya menghentikan impor mobil mewah dan motor gede yang didatangkan secara utuh (CBU) dari luar negeri.

Nekat Terobos Banjir Berakhir Mogok, Mobil BMW M2 Ditinggal Pemilik

Keduanya tercatat masuk dalam 1.147 barang konsumsi dari luar negeri, yang diberi 'tanda merah'. Mobil dan motor yang dimaksud adalah kendaraan roda empat bermesin di atas 3.000 cc dan kendaraan roda dua bermesin di atas 500 cc.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, kebijakan pengendalian impor ini bertujuan untuk menjaga pertumbuhan industri dalam negeri, termasuk peningkatan penggunaan produk lokal dan perbaikan neraca perdagangan.

Cuma Modal Segini Orang Biasa Bisa Pakai Mobil Mewah dengan Pengawalan

"Untuk kategorinya dari sisi harga sudah tinggi dan kita sudah punya kriteria sesuai PPnBM. Misalnya kategori supercar. Kan tidak ada supercar yang tidak mewah," ujar Airlangga di Jakarta.

Tak cuma itu saja, pemerintah juga melancarkan ‘jurus’ penyamarataan bea masuk sebesar 50 persen. Padahal sebelumnya dipatok antara 10 sampai 50 persen. Selain tarif pajak yang disebutkan tersebut, pemerintah di antaranya turut menaikkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Christiano Ronaldo Dikasih Mobil Harga Miliaran dari Al-Nassr FC

Dengan begitu, akan ada biaya fantastis apabila masih tetap ada yang menginginkan menjual mobil atau motor mewah di Tanah Air. Terkait hingga kapan larangan impor mobil mewah tersebut berlaku. Ketua Umum Partai Golkar tersebut mengatakan, sampai barang itu tidak menjadi mewah lagi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, menaikkan pajak impor mobil mewah adalah kebijakan yang pas. Kenaikan dilakukan untuk menekan defisit neraca perdagangan yang dianggap jadi salah satu penyebab melemahnya nilai tukar rupiah.

Dalam kondisi ekonomi global saat ini, mobil mewah dianggap jadi barang yang tak penting. Karena itulah pajaknya kemudian dinaikkan.

"Barang mewah enggak penting untuk republik ini. Impor kita US$87,88 miliar. Bea masuk 50 persen, PPN tetap 10 persen, PPh 22 dari 2,5-7,5 persen naik jadi 10 persen. Sedangkan PPnBm 10-125 persen," kata Sri Mulyani.

Importir Pasrah

Aturan ini tentu saja berimbas pada keberadaan importir mobil mewah, salah satunya  Prestige Image Motorcars. Apalagi semua mobil yang dijual rata-rata 3.000cc ke atas.

Menurut Prestige, setelah aturan itu ditetapkan, hitung-hitungan harga mobil mewah di atas 3.000cc melonjak drastis, naik berlipat-lipat dari harga awal.

"Harga tentu akan melonjak. Harga mobil itu akan kena pajak hampir 180 persen. 10 Persen PPn (Pajak Pertambahan Nilai), 10 persen PPh (Pajak Penghasilan), 125 persen PPnBM (Pajak Penjualan Atas Barang Mewah) dan 35 persen PIB (Pemberitahuan Impor Barang)," kata Rudy, di Bali, beberapa waktu lalu.

Hitungan sederhananya, apabila mobil impor punya harga off the road Rp1 miliar, maka konsumen di Tanah Air harus menyiapkan dana hampir Rp3 miliar. Dengan beban besar yang ditanggung konsumen, pihaknya tentu tak bisa menambah beban dengan mencari keuntungan besar dari hasil penjualan.

“Misalnya Aston Martin Vanquish S Ultimate, dibanderol Rp14 miliar (off the road). Dengan kenaikkan PPh saja, harganya naik Rp700 jutaan,” tuturnya.

Tak ingin larut dalam kesedihan, Prestige kini mengaku mulai fokus mencari peruntungan lain dengan menggarap mobil mewah berstatus bekas. "Kita akan terus branding, terus mengadakan event, acara untuk meningkatkan antusiasme dunia otomotif Tanah Air termasuk menjaga ekosistem mobil seken agar kami dapat terus bertransaksi," kata Rudy.

Sementara salah satu importir mobil dan motor mewah lainnya, PT Garansindo Distributor Indonesia (GDI), dikonfirmasi terkait hal ini hanya bisa pasrah.

Chief Executive Officer PT GDI, Muhammad Al Abdullah hanya berharap, agar regulasi dari pemerintah segera normal, dan keadaan ekonomi Indonesia membaik. Sebab selama ini, cukup banyak merek kendaraan mewah yang dijualnya.

"Ya, ikuti arah angin aja bos. Can't complain. Yang penting, mudah-mudahan keadaan segera lebih baik," ujar pria yang akrab disapa Memet kepada VIVA.

Seperti diketahui, ada enam jenama yang dipasarkan Garansindo di Tanah Air. Keenamnya adalah Volvo, Alfa Romeo, Jeep, Chrysler, Fiat, dan Dodge.

Pasar Kecil

Jurus yang dilakukan pemerintah dengan mematikan pasar mobil mewah di atas 3.000cc dan motor gede di atas 500cc didukung penuh oleh asosiasi Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo).

Ketua Umum Gaikindo Yohannes Nangoi mengatakan, kebijakan pemerintah itu secara real tak akan berdampak pada penjualan produk otomotif di Tanah Air. Sebab pasar mobil mewah di atas 3.000cc masih sangat kecil di Indonesia.

Dari data Gaikindo, penjualan per tahun mobil berkapasitas di atas 3.000cc di Nusantara hanya berkisar 0,1 persen. Nangoi juga menyatakan, sangat mungkin aturan ini hanya bersifat sementara.

"Mungkin dalam waktu sementara atau tidak selamanya. Tujuannya kan untuk atasi rupiah yang lemah terhadap dolar. Kondisi ini tidak bersifat permanen," katanya.

Sementara itu Ketua I Gaikindo Jongkie D Sugiarto mengatakan, meski mendukung pembatasan impor kendaraan mewah, pihaknya berharap kategori kendaraan mewah sebaiknya tidak hanya didasari oleh kapasitas mesin, tetapi juga dilihat juga dari harga jualnya.

"Cuma harus ditetapkan kriterianya, karena cc (kapasitas) mesin saat ini sudah tidak bisa dijadikan ukuran mewah. Mobil dengan cc kecil bisa memperoleh engine power yang besar dan harga mobilnya bisa mahal. Begitu juga sebaliknya, mobil dengan cc mesin besar tapi harganya mobilnya murah," kata Jongkie.

Genjot Produksi Lokal

Kebijakan pemerintah terkait hal ini tak berdampak bagi dua jenama yang dikenal menjual beragam mobil mewah, BMW dan Mercedes-Benz. Lantaran keduanya sudah banyak memproduksi secara lokal mobil-mobilnya di Indonesia.

Deputy Director Sales Operation and Product Management Mercedes-Benz Indonesia, Kariyanto Hardjosoemarto mengatakan, kebijakan tersebut belum memiliki dampak terhadap Mercedes-Benz di Indonesia, lantaran sudah memiliki pabrik perakitan di Bogor, Jawa Barat.

"Mobil Mercedes-Benz 85 persen dirakit di sini, 15 persen yang diimpor. Kendaraan CBU merupakan pelengkap saja dalam portofolio produk kami," ujar Kariyanto saat dihubungi VIVA.

Hal senada disampaikan Vice President Corporate Communication BMW Group Indonesia, Jodie O'tania. Ia menjelaskan, pembatasan impor untuk mobil mewah belum akan berdampak bagi BMW Group Indonesia, karena sudah ada deretan produk yang dirakit secara lokal.

"Sampai saat ini, ada enam model yang dirakit lokal. Lebih dari 80 persen kendaraan BMW yang dijual di Indonesia merupakan rakitan lokal," kata Jodie di Sunter, Jakarta Utara.

Selain itu, kata Jodie, mobil bemesin 3.000 cc ke atas yang dijual BMW di Indonesia hanya satu model, yakni M5, dan jumlahnya terbatas.

Jika mengacu pada pernyataan Menperin Airlangga, apa yang dilakukan BMW dan Mercy tentu sesuai yang diharapkan pemerintah, yakni sekaligus memantik para produsen otomotif untuk memproduksi barangnya di Tanah Air.

Di mana, kebijakan pengendalian impor memang bertujuan menjaga pertumbuhan industri dalam negeri, serta peningkatan penggunaan produk lokal, dan perbaikan neraca perdagangan.

Airlangga sempat menegaskan, pengendalian impor menjadi momentum baik dan juga sebagai bentuk keberpihakan pemerintah guna memacu produktivitas dan daya saing industri nasional. Di mana regulasinya akan tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan.

"Tentu keberpihakan ini diapresiasi oleh kalangan industri manufaktur. Sebelumnya kan tidak ada keberpihakan antara barang impor dan barang domestik karena dengan struktur tarif yang sudah bebas. Dengan demikian, bisa menjadi pemacu local content," ucap Airlangga.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya