Jurus Baru Menangkal Caleg Eks Koruptor
- VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi
VIVA – Mahkamah Agung (MA) lewat putusannya mengizinkan calon anggota legislatif berlatarbelakang mantan terpidana kasus korupsi berlaga di pemilihan legislatif. Keputusan ini memberi angin segar soal polemik perbedaan antara Badan Pengawas Pemilu dengan Komisi Pemilihan Umum.
Sejumlah politikus serta caleg sebelumnya mengajukan uji materi ke MA pada Senin, 9 Juli 2018. Uji materi ini dilakukan sebagai respons penolakan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang pencalonan Anggota DPR dan DPRD Kabupaten/Kota.
Dalam PKPU ini terdapat Pasal 4 ayat (3), Pasal 7 Huruf g tentang larangan caleg eks napi kasus korupsi, bandar narkoba, dan kejahatan seksual terhadap anak.
MA menyampaikan pandangannya membatalkan PKPU ini karena bertentangan dengan Putusan MK No.71/PUU-XIV/2016. MK menyatakan bahwa terpidana yang sudah menjalani hukuman dan keluar dari penjara adalah orang yang menyesali perbuatannya dan sudah bertaubat.
Selain itu, PKPU juga bertabrakan dengan Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Dalam UU Pemilu diatur eks napi boleh nyaleg. Pertama, pasal 240 ayat 1 huruf g serta pasal 240 ayat 2 huruf c.
Putusan MA yang mengizinkan eks koruptor nyaleg sudah keluar. Pihak KPU didorong untuk segera menjalankan putusan MA. Puluhan caleg eks koruptor yang sudah diketuk Bawaslu dalam sidang sengketa ajudikasi bisa dijalankan KPU.
Baca: Jalan Terjal Larang Eks Koruptor Nyaleg
Namun, masyarakat pemerhati pemilu berharap putusan MA harus disikapi dengan bijak. Salah satunya perlu usulan agar caleg eks koruptor ditandai dalam surat suara.
"Usulan memberi tanda pada caleg mantan napi korupsi harus dipikirkan, direalisasikan. Misalnya dalam surat suara atau mengumumkan di TPS, TPS setiap dapil yang ada caleg eks koruptor," kata Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini kepada VIVA, Selasa, 18 September 2018.
Foto: Ilustrasi surat suara
Pihak Bawaslu sudah melempar lampu hijau atas usulan ini. Anggota Bawaslu, Fritz Edward Siregar mengatakan, pihaknya bahkan pernah mengusulkan hal semacam ini sebelum PKPU 20/2018 menjadi polemik.
Salah satu usulan Bawaslu ketika itu seperti tanda surat sampai pengumuman caleg yang pernah menjadi napi korupsi.
"Misalkan ada pengumuman caleg mana saja yang pernah menjadi mantan napi koruptor. Atau misalnya dibuat di TPS ada daftarnya atau fotonya. Itu kan kami sudah diskusi dengan KPU jauh sebelum hari ini," jelas Fritz Edward di Jakarta, Selasa, 18 September 2018.
Baca: MA Putuskan Eks Koruptor Boleh Nyaleg di Pemilu 2019
Dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyatakan masih menunggu sikap resmi KPU pasca putusan MA. Ketua Komisi II DPR Zainudin Amali mengatakan sejauh ini KPU belum konsultasi dengan Komisi II DPR. Sebab, usulan penandaan pada caleg eks koruptor itu harus dengan merevisi Peraturan KPU.
"Kami masih tunggu sikap KPU pasca putusan MA. Kami belum bisa komentar resmi kalau KPU belum ajukan bentuk usulannya seperti apa," tutur Amali kepada VIVA, Selasa, 18 September 2018.
Amali tak menampik juga mengetahui usulan agar caleg eks koruptor ditandai. Namun, usulan ini mesti lewat proses konsultasi resmi KPU dengan Komisi II DPR.
"Dengan putusan MA ini ya KPU harus jalankan. Bagaimana menjalankannya misalnya dengan perubahan PKPU itu kalau ada penandaan seperti diusulkan tadi," ujar Amali.
Integritas Pemilu
Foto: Ilustrasi logo Mahkamah Agung
Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz sepakat dengan usulan caleg eks koruptor ditandai. Cara ini menurutnya bisa menjaga citra pemilu menjadi lebih integritas. Memunculkan pemilu yang berkualitas harus bisa dimulai dari unsur caleg.
Selain itu, penandaan terhadap caleg eks koruptor dinilainya bisa membantu masyarakat pemilih mengetahui kualitas calon wakil yang akan dipilihnya.
"Integritas pemilu itu dari banyak hal, caleg menjadi salah satu unsur penting. Usulan ini bagus karena bisa bantu masyarakat untuk pilih calegnya," ujar Donal, Selasa, 18 September 2018.
Donal menyebut pihak masyarakat sipil pemerhati pemilu akan terus menyuarakan dorongan agar caleg eks koruptor tidak dipilih.
"Kami akan terus dorong dan suarakan agar mantan napi korupsi tak dipilih," sebut Donal.
Baca: MA Izinkan Eks Koruptor Nyaleg, PKPU Dinilai Memang Keliru
Namun pengamat sosial politik Ray Rangkuti menyoroti KPU harus hati-hati dalam usulan caleg eks koruptor ditandai. Sebab, ia melihat usulan ini masih berpotensi jadi bahan sengketa gugatan di Bawaslu.
Ray menjelaskan usulan ini bukanlah ide baru. Ia mengingatkan ide ini muncul sejak pembahasan larangan mantan napi koruptor nyaleg. Bahkan, kata dia, Presiden RI Joko Widodo juga sudah menyatakan hal yang sama.
"Sebagai bagian dari upaya untuk memastikan jalan mantan napi koruptor kembali politik tidak akan mudah. Ini tentu harus didukung," jelas Ray kepada VIVA, Selasa, 18 September 2018.
Baca: MA Izinkan Eks Koruptor Nyaleg, Bola Pilihan Kini Ada di Masyarakat
Politikus Gerindra Mohammad Taufik berharap ada usulan yang lebih bijak pasca putusan MA. Menurutnya, semua pihak terutama KPU harus menerima dan siap menjalankan putusan MA.
Ia berharap tak perlu lagi penandaan terhadap surat suara atau cara lain seperti pengumuman di tempat pemungutan suara (TPS). Status Taufik sendiri pernah menjadi hukuman pidana kasus korupsi pada 2004 lalu.
"Putusan MA final ya harus dihormati dong. KPU harus segera jalankan. Ada usulan ditandai lagi itu proses kan," sebut Taufik, Selasa, 18 September 2018.
Foto: Ilustrasi masyarakat saat mencoblos
Taufik merupakan salah satu dari puluhan caleg yang diloloskan setelah melalui proses sidang sengketa ajudikasi Bawaslu. Dari catatan terakhir, ada 27 bacaleg eks napi korupsi yang gugatannya dikabulkan Bawaslu. Jumlah ini belum termasuk bacaleg eks napi yang gugatannya dikabulkan sebagian.
27 Caleg tersebut dalam masa pendaftaran sebelumnya dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) oleh KPU.
Baca: KPU Vs Bawaslu soal Eks Koruptor Nyaleg
Sementara, Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, pihaknya masih perlu rapat pleno untuk belum membahas putusan MA. Menurut dia, usulan penandaan pada para eks napi korupsi pasca putusan MA tak bisa langsung dilakukan.
"Ya itu kan usulan, tapi enggak bisa dilakukan langsung. Kita tampung dan nanti kita bahas secara internal dulu," ujar Arief kepada VIVA, Senin, 18 September 2018.
Arief mengingatkan usulan penandaan terhadap pada eks koruptor harus dituangkan dalam PKPU. Sebab, PKPU yang ada setidaknya harus direvisi dan dikonsultasikan dengan DPR. Selain itu, KPU juga mesti hati-hati agar tak memunculkan polemik.
"Semua kita dengan cermat karena untuk menciptakan dan menjaga pemilu yang berkualitas," kata Arief. (umi)