Kritik Utang dan Warisan Masa Lalu

Ilustrasi peningkatan utang luar negeri Indonesia.
Sumber :
  • Halomoney

VIVA – Kritik Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, Zulkifli Hasan terhadap kebijakan fiskal Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, saat pidato Sidang Tahunan MPR RI, pada Kamis 16 Agustus 2018, menuai polemik hingga saat ini.

Dalam pidatonya, Zulkifli menuduh utang pemerintah setiap tahun terus bertambah dan merupakan pola utang yang tidak aman bagi negara. Terlebih, rasio utang terhadap produk domestik bruto telah mencapai 30 persen.

Zulkifli pun menyatakan bahwa utang pemerintah sebesar Rp400 triliun pada 2018, perlu diperhatikan. Karena, hal itu setara tujuh kali lebih besar dari Dana Desa dan enam kali lebih besar dari anggaran kesehatan.

"Rp400 triliun di 2018 ini yang diperhatikan, ini setara tujuh kali dana desa di seluruh Indonesia. Sudah di luar batas kewajaran dan batas negara untuk membayar," tutur Zulkifli.

Tak sampai di situ, Zulkifli menganggap, pemerintah perlu untuk melakukan pengetatan prediksi-prediksi perekonomian secara lebih cermat, terukur, dan akuntabel.

Pengetatan itu, antara lain mengenai nilai tukar rupiah dalam perekonomian global, penguatan-penguatan di sektor industri, pembatasan arus impor, serta peningkatan daya saing komoditas, dan peningkatan daya ekspor.

"Masalah pengelolaan utang, mencegah krisis secara dini ini harus diselesaikan, agar ketahanan ekonomi kuat. Jangan pakai alasan nilai tukar melemah, tetapi enggak lihat ke dalam. Arus impor yang kuat," tutur dia.

Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Zulkifli Hasan

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, total utang pemerintah pusat hingga akhir Juli 2018, mencapai Rp4.253,02 triliun atau meningkat sebesar 12,51 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya.

Sementara itu, untuk pertumbuhan utang Juli tersebut, masih lebih rendah dari pertumbuhan Juni 2018, yang sebesar 14,06 persen atau mencapai angka Rp4.227,78 triliun.

Adapun komposisi utang total, untuk pinjaman Rp785,49 triliun atau tumbuh 6,87 persen. Terdiri dari pinjaman luar negeri Rp779,71 triliun atau tumbuh 6,87 persen dan pinjaman dalam negeri Rp5,79 triliun atau tumbuh 48,28 persen.

Sedangkan yang berasal dari Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp3.467,52 triliun, dengan komposisi denominasi rupiah Rp2.674,52 triliun. Terdiri dari Surat Utang Negara (SUN) Rp2.155,85 dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Rp518,67 triliun. Kemudian, denominasi valas Rp793,01 triliun yang terdiri dari SUN Rp692,1 triliun dan SBSN Rp100,89 triliun.

Selanjutnya, warisan masa lalu>>>

Warisan masa lalu

Sementara itu, menanggapi kritikan dari ketua MPR tersebut, Menteri Keuangan. Sri Mulyani menilai bahwa hal tersebut sangat tidak wajar, alias sesat dan bermuatan politis.

Dia menjelaskan, hal itu karena pembayaran pokok utang 2018, sebesar Rp396 triliun dihitung berdasarkan posisi utang per akhir Desember 2017. Dari jumlah itu, 44 persen adalah utang yang dibuat pada periode sebelum 2015, atau sebelum Presiden Joko Widodo menjabat.

Dengan melihat fakta tersebut, Ani panggilan akrab Sri Mulyani menyebut bahwa Zulkifli pun adalah bagian dari kabinet pemerintahan pada saat itu. Sehingga, ia mempertanyakan kembali kenapa baru sekarang diributkan.

"Pernyataan tersebut selain bermuatan politis juga menyesatkan, Pembayaran utang saat ini adalah kewajiban yang harus dipenuhi dari utang masa lalu," kata Ani dikutip dari Facebooknya, Senin 20 Agustus 2018.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati

Tak hanya itu, Ani juga pertanyakan pernyataan Zulkifli, yang bandingkan pembayaran pokok utang pemerintah yang sebesar Rp400 triliun atau tujuh kali lebih besar dari Dana Desa dan enam kali lebih besar dari anggaran kesehatan.

Menurut dia, perbandingan tersebut tidak memiliki bukti dan ukuran wajar. Karena, jumlah pembayaran pokok utang Indonesia pada 2009 adalah Rp117,1 triliun, sedangkan anggaran kesehatan adalah Rp25,6 triliun. Sehingga, perbandingan pembayaran pokok utang dan anggaran kesehatan adalah 4,57 kali lipat.

Sedangkan pada 2018, pembayaran pokok utang Rp396 triliun dan anggaran kesehatan adalah Rp107,4 triliun, atau perbandingannya turun 3,68 kali. Artinya, kata dia, rasio yang baru ini sudah menurun dalam sembilan tahun sebesar 19,4 persen.

Bukan Hasil Ngutang, Erick Thohir Tegaskan Kini PMN Berasal dari Dividen BUMN ke Negara

Bahkan pada 2019, kata Ani, anggaran kesehatan meningkat menjadi Rp122 triliun atau sebesar 4,77 kali anggaran tahun 2009, dan rasionya mengalami penurunan jauh lebih besar lagi, yakni 26,7 persen.

"Mengapa pada saat Ketua MPR ada di kabinet dulu, tidak pernah menyampaikan kekhawatiran kewajaran perbandingan pembayaran pokok utang dengan anggaran kesehatan. Padahal, rasionya lebih tinggi dari sekarang? Jadi, ukuran kewajaran yang disebut Ketua MPR sebenarnya apa?" tegas dia.

Riset Indef: 79 Persen Warganet Anggap Utang Pemerintah Beban Masyarakat

Berikutnya, cita rasa oposan>>>

Cita rasa oposan

Utang Jatuh Tempo Pemerintah RI Capai Rp 800 T di 2025, Begini Kata Mantan Gubernur BI

Polemik dari kritikan Ketua MPR Zulkifli Hasan tentang utang pun menjadi bahasan sengit dilingkup partai politik pengusung Jokowi maupun partai oposisi.

Seperti halnya Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Muhammad Romahurmuziy, yang menilai kritikan Ketua MPR Zulkifli Hasan bercita rasa oposan.

Menurut dia, pihaknya sangat memahami kritik Zulkifli terhadap pemerintah sebagai konsekuensi otomatis. Sebab, Zulkifli yang juga ketua umum PAN telah mengambil sikap sebagai oposisi.

"Itu sebagai ketua MPR yang bercita rasa oposan. Ya, karena memang itu posisinya oposisi," kata Rommy panggilan akrabnya di gedung DPR, Jakarta, Kamis 16 Agustus 2018.

Presiden Joko Widodo (kanan) didampingi Ketua Umum DPP PPP, Romahurmuziy (kiri)

Sementara, Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto menilai kritik Ketua MPR tidak menggunakan data yang akurat dalam pidatonya di Sidang Tahunan MPR, Kamis 16 Agustus 2018.

Salah satu data yang disoroti Airlangga, yang juga Menteri Perindustrian itu adalah kurangnya kontribusi sektor industri untuk meningkatkan kemampuan ekspor nasional.

Menurut dia, sektor industri di masa pemerintahan Jokowi-JK justru mengalami pertumbuhan yang signifikan. Sektor itu diklaim memberi kontribusi sebesar 24 persen untuk laju ekonomi nasional.

"18 persen PDB (produk domestik bruto) juga dari itu," ujar Airlangga.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno mengatakan, dari kritik yang disampaikan Ketua MPR, seharusnya Sri Mulyani sebagai menteri keuangan bisa menemukan solusi.

Sebab, memang di setiap era pemerintahan presiden pasti terjadi penambahan utang, sehingga sebagai menkeu seharusnya bisa mencari solusi terbaik atas permasalahan keuangan negara dan tidak salahkan pemerintah kemarin.

"Sebaiknya, sumber daya di kementerian dan lembaga ditujukan untuk mencari solusi terbaik mengatasi permasalahan ekonomi makro dan mikro yang menghimpit rakyat ketimbang mencari kesalahan masa lalu," jelasnya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya