Rancangan APBN 2019, Antara Realistis dan Ekspansif

Presiden Joko Widodo (kedua kanan) didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla (kanan) saat menghadiri Pidato Kenegaraan pada Sidang Tahunan MPR 2018
Sumber :
  • REUTERS/Beawiharta

VIVA – Kamis 16 Agustus 2018, nampaknya menjadi hari yang melelahkan bagi Presiden Joko Widodo. Sejak pagi hari, ia maraton menyampaikan sambutannya di gedung parlemen, Senayan. Di pembukaan sidang MPR, sidang bersama DPR dan DPD dan penyampaian nota keuangan 2019. 

Di agenda ketiga, Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah (RAPBN) 2019 pun dijabarkan Jokowi.

Pantauan VIVA di ruang sidang paripurna, meskipun ada sekitar seratusan anggota legislatif yang tampak sudah tidak berada di tempat duduknya, Jokowi pun tetap semangat menjabarkan arah kebijakan anggaran pemerintah di tahun terakhirnya menjabat. 

Jokowi pun menjabarkan, asumsi makro RAPBN 2019 yang akan dibahas dengan DPR, lalu ditetapkan menjadi APBN 2019, sudah paling realistis yang direncanakan pemerintah. Termasuk, terkait asumsi makro yang diajukan untuk dibahas.  

Baca juga: Ekonomi 2019 Ditargetkan Tumbuh 5,3 Persen, Jokowi Klaim Bakal Merata

Asumsi pertumbuhan ekonomi pada RAPBN 2019, diproyeksikan tumbuh sekitar 5,3 persen, meningkat tipis dari outlook APBN tahun ini, yang ditetapkan tumbuh 5,2 persen. Meskipun lebih rendah dari asumsi APBN 2018. 

Presiden Joko Widodo menyampaikan Pidato Kenegaraan pada Sidang Tahunan MPR 2018

Presiden Joko Widodo di Sidang Tahunan MPR, DPR dan DPD

Sementara itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, dipatok Rp14.400, naik dari APBN 2018, senilai Rp13.400 per dolar. Sedangkan Inflasi, tetap dipatok di angka 3,5 persen. 

Jokowi pun mengklaim, asumsi yang diajukan itu sudah merespons dinamika global saat ini, yang kemungkinan akan berlanjut tahun depan. Sehingga, diharapkan dapat menenangkan semua pihak terkait. 

"APBN disusun dengan prudent, realistis, dan efektif untuk memajukan pembangunan Indonesia, serta antisipatif menghadapi tantangan domestik dan global," ujar Jokowi di Gedung DPR, Kamis 16 Agustus 2018. 

Jokowi pun mengungkapkan, alasannya dinaikkannya asumsi nilai tukar rupiah, karena pemerintah menyadari bahwa pada 2019 masih banyak faktor yang akan menjadi tantangan dalam menjaga stabilitas dan pergerakan nilai tukar rupiah.

"Baik dari faktor dinamika ekonomi negara maju, termasuk normalisasi kebijakan moneter di Amerika Serikat dan Eropa, serta perkembangan ekonomi Tiongkok," ungkapnya. 

Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo mengungkapkan, pemerintah memang harus mewaspadai dinamika perekonomian global yang terjadi saat ini. Namun, juga harus menciptakan optimisme ekonomi di masa mendatang.

"Indikator ekonomi makro RAPBN 2019 cukup realistis, moderat, dan mengakui adanya tantangan," ujar Yustinus, dikutip dari keterangannya yang diterima VIVA, Kamis 16 Agustus 2018. 

Berikutnya, tetap ekspansif>>>

Tetap ekspansif 

Yustinus melanjutkan, kebijakan anggaran 2019, dihadapkan dengan sejumlah tantangan. Normalisasi kebijakan moneter Bank Sentral Amerika Serikat, masih menjadi ancaman bagi rupiah. 

"Di sisi lain, kenaikan harga minyak dan ancaman perang dagang akan menambah beban defisit berjalan," ungkapnya. 

Karenanya, dalam RAPBN 2019 pemerintah perlu menyusun anggaran yang mampu mendorong stabilitas rupiah dengan menjaga defisit APBN. 

"Kita harus terus waspada atas dinamika ekonomi yang terjadi," tambahnya. 

Pembangunan infrastruktur di perbatasan Papua.

Pembangunan infrastruktur di perbatasan.

Meski demikian, dia mengakui, peran APBN dalam menghadapi tantangan ekonomi juga terlihat dari sisi pengeluaran. Untuk mendorong ekspor, RAPBN 2019 memprioritaskan untuk percepatan dan perbaikan kualitas infrastruktur terutama yang mampu meningkatkan konektivitas wilayah-wilayah di Indonesia. 

Belanja infrastruktur mencapai Rp 420,5 triliun, meningkat dari Rp410,4 triliun (2018). Sementara itu, agar mampu meningkatkan efektivitas dalam mendorong perekonomian, pemerintah melakukan peningkatan efektivitas dan efisiensi belanja prioritas dalam APBN 2019.  

"Hal ini dilakukan dengan menghemat belanja barang untuk penguatan belanja produktif yang memiliki daya ungkit yang tinggi terhadap perekonomian," tambahnya. 

Baca juga: Pemerintah Naikkan Anggaran Kesehatan Dua Kali Lipat

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution menjelaskan, saat ini Indonesia sedang mengarah kepada negara industrialisasi yang lebih maju. Karena itu, pemerintah akan tetap mengambil kebijakan fiskal yang ekspansif, namun juga terukur, meskipun tahun depan adalah tahun politik.  

"Karena itu, pemerintah pada 2019, akan tetap memprioritaskan kebijakan-kebijakan ekonomi yang sudah dijalankan sebelumnya. Seperti, pembangunan infrastruktur, memperkuat bantuan sosial dan kemudahan investasi, memberikan insentif fiskal maupun menciptakan pendidikan dan pelatihan vokasi yang lebih berkualitas," ungkapnya di Jakarta, Kamis 16 Agustus 2018.

Kemenkeu: Pertumbuhan Ekonomi 2021 yang Dirilis BPS Sesuai Prediksi

Pemberian insentif bagi usaha kecil juga diberikan dalam bentuk insentif pajak berupa tarif PPh final usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) sebesar 0,5 persen, serta fasilitas kredit usaha rakyat. Dengan harapan, tata kelola UMKM bisa lebih terarah dan akhirnya bisa naik kelas.   

Selanjutnya, genjot konsumsi>>>

BPS: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di 2021 Capai 3,69 Persen

Genjot konsumsi

Selain tetap mendorong perekonomian, tahun politik 2019 mendatang, pemerintah juga memberikan perhatiannya pada kesejahteraan masyarakat miskin. Jaminan perlindungan sosial, khususnya bagi 40 persen penduduk termiskin, dinaikkan sebesar Rp31,9 persen atau sebesar Rp381 triliun dari outlook 2018 sebesar Rp287 triliun. 

BI Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI 2022 Maksimal 5,5 Persen

Jumlah Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menuju ke 96,8 juta jiwa. Selain itu, dalam RAPBN 2019, pemerintah memperkuat Program Keluarga Harapan (PKH) melalui peningkatan besaran manfaat 100 persen, dengan target sasaran 10 juta keluarga penerima manfaat. 

Baca juga: Belanja Negara Rp2.439,7 Triliun, Jokowi Fokus Program Sosial

Sementara itu, sasaran Bantuan Pangan non-Tunai ditingkatkan secara bertahap menuju 15,6 juta keluarga penerima manfaat untuk menggantikan program beras sejahtera. Selain itu, gaji pegawai negeri sipil (PNS) pun akan dinaikkan tahun depan, sehingga konsumsi masyarakat pun bisa terdongkrak. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, target-target RAPBN yang dipatok dengan prediksi bahwa sumbangan dari aspek konsumsi semakin tumbuh dan meningkat tahun depan.

"Konsumsi kami prediksi masih akan tumbuh di kisaran lima persen dan menyumbang 56 persen dari total GDP," kata Sri di Jakarta, Kamis 16 Agustus 2018.

Lebih lanjut, Sri menjelaskan, tumbuhnya konsumsi juga merupakan hasil dari adanya perbaikan pendapatan masyarakat dan upaya pemerintah menjaga level inflasi yang rendah, yakni sekitar 3,5 persen.

Sementara itu, dengan meningkatnya belanja infrastruktur pemerintah, konsumsi pemerintah pun akan terkerek. Sri meyakini, upaya itu bisa menggenjot konsumsi pemerintah pun masih akan tumbuh di angka 3,0 persen. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya