Memutus Jejak Darah JAD, Kaki Tangan ISIS di Indonesia
- VIVA/Bayu Januar
VIVA – Sebulan sepekan pascavonis mati Aman Abdurrahman, kini pengadilan memutus nasib organisasi yang diotakinya. Jamaah Ansharut Daulah atau JAD, secara resmi dinyatakan sebagai teroris dan harus dibekukan. Di sidang, pentolan paguyuban garis keras akhirnya memilih tak naik banding.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa 31 Juli 2018, memutuskan bahwa JAD adalah organisasi terlarang. Di hadapan pemimpin JAD Jawa Timur, Zainal Anshari, Majelis Hakim membeberkan alasan vonis terhadap korporasi teroris tersebut.
"Menyatakan terdakwa JAD (Jamaah Ansharut Daulah) yang diwakili pengurus atas nama Zainal Anshari, alias Abu Fahry alias Qomarudin bin M Ali telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana terorisme dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi," kata Ketua Majelis Hakim Aris Bawono di Jakarta sebagaimana diberitakan VIVA.
JAD secara sah dan meyakinkan sudah melawan Pasal 17 Ayat 1 dan Ayat 2 juncto Pasal 6. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang telah menjadi Undang Undang Nomor 15 Tahun 2003.
Karena itu, dalam sidang, Hakim menegaskan bahwa JAD harus dibekukan. Organisasi ekstremis ini juga terbukti berjaringan dengan ISIS atau DAESH (Al Dawla Al Sham) atau awalnya ISIL (Islamic States in Iraq and Levant) atau IS. Tak hanya itu, JAD juga sudah meresahkan masyarakat Indonesia dengan berbagai akasis terorisme yang didalanginya. Diputuskan Majelis Hakim, tak ada hal yang sama sekali bisa meringankan JAD.
“Dan, menyatakan sebagai korporasi yang terlarang,” kata Hakim lagi.
Zainal Anshari merespons keputusan hakim dengan tak mau bicara banyak. Melalui pengacaranya disampaikan, mereka tak mengajukan banding. Tak lama, Zainal mengarahkan tubuhnya ke area kursi wartawan yang meliput di pengadilan.
“Takbir!” kata Zainal, persis pekikan para pelaku teror saat beraksi.
Berikutnya, mengabdi ISIS>>>
Mengabdi ISIS
Diketahui bahwa lebih awal, inisiator JAD yang tak lain adalah Aman Abdurrahman, alias Oman Rochman, alias Abu Sulaiman sudah divonis mati di pengadilan yang sama. Aman yang juga terlibat banyak aksi teroris berdarah itu dinyatakan terbukti bersalah. Vonis yang dijatuhkan kepada Aman sama dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum.
Pentolan “jihad” yang kerap dijuluki pengikutnya sebagai Singa Tauhid itu melanggar Pasal 14 juncto Pasal 6 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebagaimana dakwaan kesatu primer. Aman juga melawan Pasal 14 juncto Pasal 7 pada UU yang sama sebagaimana dakwaan kedua primer.
Terungkap pula bahwa keberadaan JAD, organisasi kaki tangan ISIS di Indonesia, tak lepas dari peran signifikan Aman. Sesuai fakta sidang, Aman memengaruhi para pengikutnya, bahkan saat dia masih menjalani hukuman pidana terorisme di Lapas Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
Pada Oktober 2014, Aman yang sangat disegani para radikalis itu memanggil tiga orang “anak didiknya” di Lapas Kembang Kuning Nusakambangan. Ketiganya, Marwan, alias Abu Musa, Abu Fahry dan Zainal Anshari.
Saat itu, dengan mengatasnamakan sedang melakukan kajian, mereka diajak ke salah satu pojokan dan dalam lingkaran kecil, Aman memulai pengaruhnya, agar tiga orang ini mulai membentuk semacam forum terorganisir yang membantu memuluskan penyebaran paham garis keras dan pendirian kilafah oleh pemimpin ISIS Abu Bakar al Baghdadi.
Aman meminta, agar jalan Daulah Islamiyah, alias ISIS dimuluskan oleh para pendukungnya. Saat itu, Aman menekankan, umat Islam wajib mendukung gerakan pengislaman negara yang muncul di Irak dan Suriah dan berusaha menyebar ke seluruh dunia.
Tujuan wadah itu antara lain, satu, wadah menyatukan pendukung ISIS di Indonesia, termasuk dari berbagai organisasi Islam. Kedua, mempersiapkan warga Muslim menyambut kilafah islamiyah. Ketiga, mempersiapkan para kader jihad. Keempat, menyatukan pemahaman pendukung Anshar Daulah.
Tak perlu waktu lama, ketiga tangan kanan Aman langsung bergerak. Marwan alias Abu Musa diangkat menjadi pemimpin JAD pusat. Sementara itu, Zainal Anshari diberi mandat sebagai pemimpin JAD Jawa Timur. JAD mulai lahir dengan kedok pembuatan dan penjualan obat herbal.
Selanjutnya, dosa-dosa JAD>>>
Dosa-dosa JAD
Pengungkapan demi pengungkapan oleh Densus 88, satuan Kepolisian lainnya dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menunjukkan jejak darah yang dijalankan JAD di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.
JAD dan kaki tangannya terlibat dalam sederet aksi teror yang menyebabkan banyak korban tak berdosa meregang nyawa. Korbannya, aparat dan warga sipil bahkan perempuan dan anak-anak. Sejumlah aksi teroris mengait dengan JAD antara lain:
1. Bom Bunuh Diri Kampung Melayu pada 24 Mei 2017. Bom yang mengguncang terminal dan halte bus Transjakarta ini menyebabkan lima korban tewas dan 10 orang korban luka-luka.
2. Bom Panci Cicendo Bandung 27 Februari 2017. Aksi ini menyebabkan pelaku bernama Yayat tewas, setelah terlebih dahulu meminta rekan-rekan terorisnya dibebaskan dari tahanan.
3. Penembakan polisi di NTB. Pada 11 September 2017, Iqbal alias Usama menembak aparat polisi. Diketahui bahwa Iqbal mendapat doktrin dan pengajaran dari JAD.
4. Penyerangan Polda Sumut tanggal 25 Juni 2017. Dalam insiden ini, satu orang polisi gugur akibat dilukai dengan senjata tajam. Pelakunya adalah Syawaluddin Pakpahan yang terdoktrin dengan buku-buku Aman Abdurrahman antara lain buku seri materi tentang Tauhid.
5. Bom Molotov Gereja Oikumene Samarinda. Bom meledak setelah jemaat selesai mengadakan ibadah Minggu. Aksi teror ini menyebabkan empat orang mengalami luka serius dan cacat permanen terhadap korban anak-anak. Aksi yang disebut amaliyah oleh teroris ini dieksekusi oleh teroris J yang disebut memiliki jaringan dan komunikasi dengan JAD Jatim.
6. Bom Thamrin yang terjadi 14 Januari 2016. Insiden berdarah ini menyebabkan tujuh orang korban tewas termasuk pelaku.
Berantas habis teroris
Putusan Pengadilan Jakarta Selatan yang membekukan atau membubarkan JAD ditanggapi positif oleh Kepolisian. Kepala Divisi Humas Polri, Inspektur Jenderal Polisi Setyo Wasisto mengatakan, putusan ini jelas memudahkan polisi membabat kejahatan terorisme yang ada di Tanah Air.
Sebagaimana pula didasarkan pula pada Undang Undang Nomor 5 Tahun 2018, polisi akan melakukan penindakan baik kepada perseorangan maupun kelompok yang berafiliasi dengan JAD.
“Ini lebih memudahkan Polri melakukan pemberantasan tindak pidana terorisme,” kata Setyo di Jakarta.
Sementara itu, Pengamat Terorisme dari lembaga riset PAKAR, Adhe Bhakti menjelaskan, soal terminologi pembekuan yang digunakan Majelis Hakim dan bukan pembubaran. Hal ini, kata dia, merujuk pada realita bahwa JAD memang bukanlah organisasi resmi. Karena itu, istilah yang tepat untuk melarang organisai tak legal adalah kata pembekuan.
“Gimana dibubarkan? Kalau ormas mungkin dibubarin, karena ada badan hukumnya, karenanya sekarang terminologi dipakai adalah dibekukan. Tetapi, ingat di belakang juga disebutkan bahwa dilarang organisasi, karena terafiliasi dengan ISIS, DAESH, ISIL dan IS. Itu pelarangan," kata Adhe, saat ikut hadir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa 31 Juli 2018.
Dia membenarkan bahwa vonis pembekuan JAD dan cap organisasi teroris akan membuat polisi lebih leluasa melakukan pemberantasan. Menurutnya, polisi sebenarnya sudah bisa mengendus pihak-pihak yang terafiliasi dengan JAD. Namun, palu hakim akan menjadi gong keras wajibnya pemberantasan organisasi terlarang ini demi menegakkan hukum.
"Jadi, nanti putusan ini yang menjadi dasar penangkapan mereka. Lalu, tantangan berikutnya adalah membuktikan mereka adalah bagian dari organisasi itu, tetapi itu hal lain karena butuh keterangan saksi," ujarnya. (asp)