Diserang Virus Kiki Challenge
- YouTube
VIVA – Di era yang serba digital seperti saat ini, banyak orang berlomba membuat konten video di berbagai akun media sosial, mulai dari Instagram hingga Youtube. Mereka membuat tayangan sesuai dengan topik yang sedang hangat dan menjadi tren. Bak virus menular, setiap konten yang dianggap unik bahkan terkadang gila, banyak yang menirunya.
Belum hilang dari ingatan kita, bagaimana masyarakat sempat dihebohkan dengan kemunculan virus Harlem Shake dan Ice Bucket Challenge. Terakhir, virus Mannequin Challenge juga sempat menuai sensasi di dalam negeri pada 2016 silam.
Seperti namanya, Mannequin Challenge adalah rekaman video yang berisi aksi sekumpulan orang yang sedang bergaya bak patung. Mereka berdiam diri dengan berbagai gaya dan satu orang lainnya merekam gaya tersebut.
Dan kini, sebuah tantangan bernama Kiki Challenge sedang mewabah di Tanah Air. Kiki Challenge atau bisa juga disebut In My Feelings Challenge, menyedot perhatian berbagai usia, dari muda hingga dewasa, dari laki-laki hingga wanita.
Dalam beberapa pekan, sebanyak 328.034 unggahan diisi dengan tagar #inmyfeelingschallenge di Instagram. Tak hanya itu, di Youtube banyak video kompilasi dari In My Feelings Challenge ini. Beragam video menarik hadir menghiasi layar media sosial itu. Mulai dari yang berhasil hingga sampai ada yang gagal melakukan itu.
Contohnya, video kompilasi yang diunggah Top Ten Naija telah menyedot 3,7 juta penonton hanya dalam waktu sepekan. Sementara, akun Priska Qey sukses mengundang lebih dari 470 ribu pasang mata.
Dalam melakukan tantangan ini, seseorang harus turun dari mobil yang sedang melaju. Kemudian, mereka harus menari sesuai dengan irama lagu yang diputar. Kendaraan tetap berjalan perlahan dengan kondisi pintu terbuka.
In My Feelings milik penyanyi Drake merupakan salah satu lagu wajib yang diputar dalam melakukan tantangan ini. Tak hanya orang biasa, pesohor dalam negeri pun sampai ikut-ikutan membuat tantangan ini, mulai dari Nia Ramadhani, Aura Kasih hingga Jesicca Iskandar.
Dirangkum dari berbagai sumber, tarian Kiki Challenge berawal dilakukan oleh Shiggy dalam akun Instagramnya @theshiggyshow. Dalam videonya, Shiggy yang mengenakan setelan warna pink dan topi di kepalanya menari dengan lihai di pinggir jalan.
Saat lirik ‘Kiki do you love me?’ Ia membuat gerakan tangan berbentuk hati. Kemudian, muncul gerakan laiknya mengemudi ketika lirik dalam lagu Drake ‘Are you riding’ itu terlantun. Video yang diunggah pada 30 Juni 2018 itu telah ditonton sebanyak lebih dari enam juta pasang mata, dan telah disukai lebih dari 600 ribu pengguna akun Instagram.
***
Tak luput dari kritikan
Walaupun sukses menyedot perhatian warganet, namun Kiki Challenge bukannya tanpa cacat. Proses pembuatan video menjadi hal yang paling disorot. Sebab, adegan diambil dalam kondisi yang dianggap tidak mengutamakan keselamatan dan keamanan.
Salah satunya seperti yang terjadi di Makassar, Sulawesi Selatan. Dilansir dari akun Instagram @info_kejadian_makassar, Jumat 27 Juli 2018, tampak sebuah video yang memperlihatkan seorang perempuan turun dari mobil berjenis sport utility vehicle atau SUV berkelir putih.
Tak lama, ia pun melakukan tantangan Kiki Challenge di bahu jalan. Tantangan dilakukan saat situasi lalu lintas sedang ramai. Terdengar, beberapa kendaraan yang melintas membunyikan klakson mereka.
Aksi Kiki Challenge juga mendapat perhatian khusus dari pihak berwajib. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Polisi Mohammad Iqbal mengimbau masyarakat tak melakukan In My Feelings Challenge.
"Itu dilarang ya. Kami akan lakukan penindakan. Kalau yang belum melakukan, kami imbau jangan melakukan," kata Iqbal di Mabes Polri, Jakarta Selatan.
Ia menjelaskan, kepolisian akan menindak tegas jika ditemukan adanya masyarakat melakukan hal tersebut. Dasar hukumnya adalah Pasal 283 jo Pasal 106 ayat 1 Undang Undang nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan, yang berbunyi:
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan secara tidak wajar dan melakukan kegiatan lain atau dipengaruhi oleh suatu keadaan yang mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi di Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah)
Training Director Jakarta Defensive Driving Consulting atau JDDC, Jusri Pulubuhu juga mengingatkan, agar aksi tersebut tidak lagi dilakukan. "Itu ekstrem banget, dan menurut saya sangat tidak aman. Apalagi kalau aksi tersebut dilakukan di jalan raya," ujar Jusri kepada VIVA.
"Sesuatu yang dilakukan di jalan raya sebaiknya tidak dengan bercanda. Sebab, jalan raya bukan milik sendiri, punya banyak orang. Jalan raya bisa jadi area mematikan, dan ini banyak terbukti," tuturnya.
Jika benar-benar ingin melakukan tarian tersebut, ia mengimbau agar dilakukan di area yang tak umum, serta jangan biarkan mobil melaju sendiri. "Kalau enggak perlu ya enggak usah. Kecuali dilakukannya di area private atau tertutup, misalnya di lapangan yang kosong," kata dia.
Terkait banyaknya anak-anak yang latah mempraktikkan Kiki Challenge, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia atau KPAI Susanto menjelaskan bahwa peran orangtua sangat penting dalam hal ini.
“Orangtua perlu mengedukasi anak agar tidak melakukan Kiki Challenge di jalanan. Perlu kontrol dari orangtua dan masyarakat, karena ini berbahaya,” ungkapnya.
Selain itu menurutnya, tantangan itu juga bisa berdampak buruk bagi anak-anak. Yakni munculnya kebiasaan untuk berperilaku yang kurang tepat. “Joget boleh dan tak dilarang namun harus tepat waktu dan tempatnya. Tak boleh joget di pinggir jalan karena membahayakan,” tutur Susanto.
Hal senada dituturkan oleh Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait. Menurutnya, konten-konten negatif yang ada di media sosial adalah bentuk dari tsunami teknologi. “Jika tidak dipersiapkan dengan baik, anak menjadi ketergantungan dan budak dari teknologi itu sendiri,” jelasnya.
Sama seperti Susanto, Arist juga mengimbau orangtua untuk melek teknologi dan memberi batasan pemberian gawai pada anak. “Regulasi tidak menyelesaikan masalah. Orangtua tidak sekadar memberikan gawai untuk menyenangkan anak, tapi juga mendidik,” kata dia.