Tak Putus Melawan Teror
- ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana
VIVA – Ancaman teror bom nyatanya masih ada di sekitar kita. Sasarannya tetap sama, yaitu anggota kepolisian. Kali ini aksi para pelaku teror menyasar Markas Komando Polres Indramayu, Jawa Barat.
Peristiwa itu terjadi pada Minggu dinihari 15 Juli 2018. Aksi dua orang tak dikenal ini mirip dengan pelaku sebelumnya. Mereka terobos penjagaan polisi hingga terjadi saling baku tembak.
Kapolda Jawa Barat Inspektur Jenderal Agung Budi Maryoto mengatakan, pelaku teror yang menyerang kantor anak buahnya merupakan jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD). Dari keterangan yang didapatnya, penyerangan tersebut bermula saat dua orang tak dikenal menerobos Mako Polres Indramayu menggunakan motor matic hitam.
Saat kejadian, penjagaan yang dijalankan oleh komandan regu jaga, Aipda Dudi Jauhari bersama Brigpol Endang dan Brigpol Hartanto, melihat dua orang tersebut tiba dari arah bunderan Mangga menuju bunderan Kijang yang melewati Polres Indramayu.
Merasa ada yang tak beres, Dudi berinisiatif menutup pintu pagar, tetapi sulit karena berat. Tak berlangsung lama, dua orang tersebut melaju cepat dengan mematikan lampu motor mereka untuk menerobos mengejar anggota yang berseragam.
Pasca penyerangan tersebut kemudian terjadi baku tembak sebanyak 11 kali antara polisi dan dua orang tersebut. Kemudian, dua orang tersebut berbalik arah, keluar dari Polres sambil melemparkan panci ke arah pos penjagaan Mako Polres dan keduanya melarikan diri. Tak sampai 24 jam, kedua pelaku teror ini akhirnya ditangkap.
Mereka sengaja melemparkan panci berisi bom untuk melukai petugas. "Kedua pelaku ternyata pasangan suami istri dan keduanya sudah ditangkap. Dari mereka, kami sita bom panci yang berdaya ledak rendah dan berisi bahan pembuat petasan," ujar Agung di Bogor, Minggu, 15 Juli 2018.
Sementara itu, baku tembak tak hanya terjadi di Indramayu. Sabtu, 14 Juli 2018, polisi juga melakukan baku tembak dengan kelompok terduga teroris di Jalan Kaliurang, Kilometer 9,5, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Kelompok itu terdiri atas tiga orang dan semua ditembak mati di lokasi.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigadir Jenderal Polisi Mohammad Iqbal menjelaskan, penembakan tersebut dilakukan karena membahayakan nyawa polisi dan warga.
"Maka ketiga terduga teroris terpaksa dilakukan tindakan tegas terukur yang akibatnya tiga terduga teroris MD (meninggal dunia),” kata Iqbal.
Menurut Iqbal, aparat yang terlibat dalam kontak tembak itu memang pasukan Detasemen Khusus 88 Antiteror. Mereka memang dikerahkan untuk menanggulangi terduga teroris. Tiga di antara mereka melawan serta berusaha menyerang polisi dengan senjata tajam dan senjata api.
“Dua petugas Densus mengalami luka-luka di tangan akibat serangan terduga teroris,” kata Iqbal.
Barang bukti yang disita, antara lain empat senjata tajam jenis parang dan satu senjata api jenis revolver beserta beberapa pelurunya. Ketiga jenazah terduga itu sudah dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara Yogyakarta.
Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Polisi Syafruddin menambahkan, kelompok terduga teroris di Kaliurang tersebut adalah bagian dari investigasi peristiwa bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya pada 13-14 Mei 2018 dan penyerangan polisi di Markas Polda Riau pada 16 Mei 2018.
Aparat Densus 88 Antiteror awalnya hanya ingin menangkap mereka saat bersepeda motor di Jalan Kaliurang. Namun, mereka menyerang membabi buta kepada aparat, sehingga Densus terpaksa menembak mati tiga di antara mereka. Sementara itu, seorang lagi berhasil kabur.
“Jadi, itu pengembangan kasus terorisme dari kasus di Surabaya dan Riau. Kami masih melakukan pengembangan terus apa yang terjadi di Surabaya itu,” kata Syafruddin.
Gaya Baru Teroris
Sementara itu, ada fakta baru yang terungkap soal komunikasi para teroris dalam merekrut pengikutnya yakni mendekatkan diri melalui aplikasi game online. Diketahui, pemain game online kebanyakan anak muda dan anak di bawah umur. Fakta ini terungkap berdasarkan hasil riset Badan Siber dan Sandi Negara.
Juru Bicara BSSN, Anton Setiawan mengatakan, ada bukti nyata penggunaan game online sebagai alat komunikasi teroris, yaitu dalam serangan yang terjadi di Prancis pada 2015.
"Waktu itu digunakan dalam serangan di Prancis menggunakan Play Station 4 dan sekarang dengan perkembangan game online, potensinya akan lebih besar lagi," kata Anton di Jakarta beberapa hari lalu.
Anton mengatakan, pihaknya saat ini belum menemukan jalan untuk menemukan blocking terhadap aplikasi. Apalagi saat ini game online banyak digunakan oleh anak-anak di bawah umur.
Saat ini, BSSN sedang bekerja sama dengan para ahli di bidang riset, untuk melakukan deteksi yang tidak hanya terbatas pada aplikasi permainan, namun juga kepada aplikasi sehari-hari yang memungkinkan untuk dijadikan sarana komunikasi.
Kerja sama dengan forum bilateral seperti Badan Siber Malaysia, Singapura, negara-negara tingkat Asia Pasifik, anggota Organisasi Kerja Sama Islam juga telah dilakukan. Kerja sama tersebut dalam bentuk pertukaran informasi.
"Oleh karena itu, kami harus buat tata kelola keamanan siber dengan baik, buat landasan regulasi yang lebih baik, serta menumbuhkan budaya keamanan siber di masyarakat dengan lebih baik," ungkapnya.
Warga Harus Peka
Presiden Joko Widodo pun menanggapi aksi teror yang terjadi di Tanah Air beberapa hari terakhir. Jokowi mengungkapkan, diperlukan upaya bersama untuk mengatasi terorisme yang masih ada di Indonesia saat ini. Seluruh masyarakat diminta bekerja sama dengan aparat untuk melawan aksi radikal tersebut.
"Kita harus sadar semuanya bahwa yang namanya terorisme masih ada di negara kita. Sebab itu, saya minta seluruh masyarakat ikut kerja sama dengan aparat untuk menyelesaikan masalah ini," kata Presiden, usai meresmikan jalan tol Solo-Ngawi ruas Kartasura-Sragen, Minggu 15 Juli 2018.
Presiden mengungkapkan, pemerintah sudah melakukan berbagai cara untuk menyelesaikan masalah terorisme, baik pendekatan lunak maupun pendekatan keras. Namun, peran masyarakat masih tetap diperlukan.
"Pemerintah saya kira, sudah melakukan pendekatan, pendekatan lunak, pendekatan keras. Semuanya dilakukan, tetapi sekali lagi ini merupakan ancaman yang memang harus diselesaikan dengan baik oleh aparat hukum," ujarnya.