Jalan Panjang Kuasai Freeport Indonesia
- ANTARA/Muhammad Adimaja
VIVA – Kamis, 12 Juli 2018 menjadi hari bersejarah bagi industri pertambangan di Indonesia. PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) dan Freeport-McMoran Inc meneken Head of Agreement Divestasi Saham PT Freeport Indonesia.
Penandatanganan ini dilakukan langsung oleh Chief Executive Officer Freeport, McMoRan Richard Adkerson bersama Direktur Utama PT Inalum Budi Gunadi Sadikin. Prosesi penandatanganan disaksikan langsung Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri ESDM Ignasius Jonan, Menteri LHK Siti Nurbaya, serta Menteri BUMN Rini Soemarno.
Sri Mulyani mengatakan, dengan penandatanganan ini, maka telah dicapai proses kesepakatan awal divestasi saham PT Freeport Indonesia, di mana 51 persen akan dimiliki Pemerintah Indonesia dan sisanya dimiliki Freeport-McMoran Inc.
Dia menjelaskan, Head of Agreement (HoA) ini memiliki empat poin yang secara resmi telah disepakati dan akan menjadi milestone pengembangan PT Freeport Indonesia (PTFI) ke depan. Empat poin itu adalah:
- Divestasi saham sebesar 51 persen untuk kepemilikan Indonesia, sesuai Kontrak Karya dan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
- Pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) selama lima tahun.
- Stabilitas penerimaan negara, sesuai Pasal 169 dalam UU Minerba, peralihan Kontrak Karya PTFI menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) akan memberikan penerimaan negara yang secara agregat lebih besar daripada penerimaan negara melalui Kontrak Karya.
- Perpanjangan Operasi Produksi 2x10 tahun, sesuai ketentuan perundang-undangan, asalkan PTFI menyepakati empat poin di atas, maka masa operasi maksimal hingga tahun 2041.
Sri Mulyani mengatakan, HoA juga menyepakati harga saham dan Inalum akan mengeluarkan dana US$3,85 miliar untuk membeli hak partisipasi Rio Tinto dan menyelesaikan jual beli sebelum akhir 2018.
Prosesi penandatanganan Head of Agreement antara PT Freeport dengan Inalum
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi mengatakan, HoA adalah langkah bagus bagi pemerintah untuk memiliki 51 persen saham Freeport Indonesia.
Menurut dia, jika nantinya pemerintah memiliki 51 persen saham melalui holding BUMN Tambang yaitu PT Inalum maka dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Freeport bisa 'dipaksa' untuk membagi deviden.
"Selama bertahun-tahun Indonesia tidak pernah memeroleh pembagian dividen itu. Dengan mayoritas maka dalam rapat pemegang saham itu akan bisa diputuskan bahwasanya harus dibagi, porsi yang akan diterima Indonesia itu akan lebih besar," kata Fahmy saat dihubungi VIVA, Jumat 13 Juli 2018.
***
11 Bank Bantu Inalum Bayar Freeport
Guna mewujudkan kepemilikan saham Merah Putih di PT Freeport Indonesia bisa terlaksana hingga akhir 2018, sejumlah upaya dilakukan Inalum dari menggelontorkan dana internal hingga mengajak perbankan.
Direktur Utama PT Inalum Budi Gunadi Sadikin menjelaskan, kebutuhan dana US$3,85 miliar akan diperoleh dari dana internal perseroan serta dana dari 11 bank yang telah menyatakan siap membantu pendanaan.
"Ada 11 bank yang siap membantu mendanai transaksi. (Untuk nama-nama banknya) belum bisa bicara," ucap Budi di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis, 12 Juli 2018.
Dia mengatakan, dana internal perseroan saat ini secara tunai mencapai US$1,5 miliar. Selain itu, tak menutup kemungkinan akan menggunakan ekuitas holding, namun tergantung kebutuhan perbankan.
Adapun pembayaran pembagian yang akan dilakukan Inalum adalah US$3,5 miliar akan dibayarkan kepada Rio Tinto, sedangkan ke Freeport-McMoran Inc sebesar US$350 juta.
Budi menambahkan, untuk melakukan transaksi divestasi 51 persen saham tersebut pihaknya yakin dapat terlaksana dalam dua bulan sejak HoA ini dilakukan.
"Kami harapkan dalam dua bulan bisa selesai. Seluruh dokumentasi sekarang supaya transaction closing-nya jadi semua," ujarnya menegaskan.
Pertambangan PT Freeport Indonesia
Pemerintah Indonesia berkepentingan untuk mengakuisisi saham Freeport karena nilai total cadangan tambangnya mencapai US$160 miliar atau setara Rp2.290,3 triliun. Cadangan itu terdiri dari, emas sebesar US$42 miliar, tembaga sebesar US$16 miliar dan perak sebesar US$2,5 miliar. Dengan cadangan tersebut, Freeport menjadi perusahaan yang mengelola deposit emas terbesar di dunia.
Adapun manfaat langsung bagi negara dari banyaknya cadangan tersebut adalah penerimaan pajak dan royalti operasi yang cukup besar hingga penerimaan jangka panjang.
CEO Freeport McMoran Richard Adkerson mengklaim, dengan HoA maka Freeport bisa memberikan manfaat bagi Indonesia sebesar US$60 miliar atau setara Rp840 triliun. Menurut dia, pemberian manfaat bagi Indonesia tentunya bisa dilakukan asalkan Freeport kembali memperpanjang masa operasinya hingga 2041 di tambang emas grasberg dan itu perlu mekanisme yang harus dibicarakan secara detail.
***
Tak Perlu Euforia
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana mengatakan, HoA perlu diapresiasi. Namun jangan dianggap suatu kemenangan bagi Indonesia. Sebab, dari perspektif hukum ada beberapa alasan tidak perlu terlalu euforia menanggapi HoA tersebut. Terlebih, HoA akan ditindaklanjuti dengan sejumlah perjanjian.
Ia menjelaskan, perjanjian yang harus dilakukan pemerintah adalah terkait jual beli participating rights antara Rio Tinto yang nantinya dikonversi menjadi saham sebesar 40 persen di PT Freeport Indonesia. Kemudian jual beli saham antara pemerintah dengan Freeport McMoran sejumlah 5,4 persen.
"Menjadi pertanyaan berapa harga yang disepakati membeli participating rights di Rio Tinto dan saham yang dimiliki oleh Freeport McMoran. Ini muncul karena bila konsesi tidak diperpanjang hingga 2021 tentu harga akan lebih murah dibanding bila konsesi mendapat perpanjangan hingga tahun 2041," ujarnya melalui keterangan tertulis, Jumat 13 Juli 2018.
Hikmahanto menerangkan, hingga saat ini belum jelas apakah pemerintah akan memperpanjang konsesi PT FI atau tidak. Sehingga, menjadi pertanyaan apakah pemerintah pasca 2019 akan merasa terikat dengan HoA atau tidak.
Pendapat senada disampaikan Drajad Wibowo. Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) ini mengatakan, HoA jangan diartikan bahwa Freeport telah jatuh sepenuhnya ke tangan Pemerintah Indonesia.
Sebab, kesepakatan atau HoA justru menunjukkan negosiasi antara pemerintah dan Freeport belum selesai dan hanya kesepakatan awal terhadap harga pelepasan hak partisipasi Rio Tinto, plus saham FCX di FI. Tak hanya itu, HoA juga belum menunjukkan secara jelas transaksi saham tersebut. Terlebih pihak Freeport McMoRan (FCX) dan Rio Tinto menyebut ada isu-isu besar yang belum disepakati.
Isu besar itu antara lain hak jangka panjang FCX di FI hingga 2041, butir-butir yang menjamin FCX tetap memegang kontrol operasional atas FI meskipun tidak menjadi pemegang saham mayoritas, dan kesepakatan isu lingkungan hidup, termasuk limbah tailing.
Selain itu, tercapainya kesepakatan harga saat ini, diduga bahwa Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) FI habis pada 4 Juli 2018 dan melalui revisi SK Nomor 413K/30/MEM/2017, IUPK diperpanjang hingga 31 Juli 2018.
Namun, terkait harga saham mahal atau tidak, politikus Partai Amanat Nasional ini tidak bisa menjawab. Sebab sejak lama Rio Tinto pasang harga di US$3,5 miliar. Sehingga, kata dia, bisa dilihat perbandingannya dengan apa yang sudah dikerjakan sebelumnya saat mengambil Inalum dari Jepang. Dimana saat harga tawar dan pembelian akhirnya membuat Jepang takluk.
"NAA (Nippon Asahan Aluminium) ngotot dengan harga US$626 juta. Tapi pemerintah ngotot US$558 juta. Jadi ada selisih US$ 68juta. Jepang akhirnya takluk. Dan sekarang memang sulit kalahkan koalisi AS, Inggris dan Australia." (mus)