Vonis Mati Gembong Teroris Aman Abdurrahman
- ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/pras/18
VIVA – Empat bulan lebih proses persidangan dengan terdakwa Aman Abdurrahman alias Oman Rochman alias Abu Sulaiman bin Ade Sudarma harus berjalan. Jumat pagi, 22 Juni kemarin, Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis hukuman mati terhadap otak teror bom di Jalan Thamrin Jakarta tersebut.
Dalam amar putusannya, majelis hakim menegaskan Aman terbukti melakukan tindak pidana kasus terorisme. Aman terbukti terlibat dalam rangkaian teror di Indonesia.
Selain bom Thamrin pada Januari 2016, pentolan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) itu terlibat dalam teror Gereja Oikumene di Samarinda pada November 2016, bom Kampung Melayu pada Mei 2017. Lalu, aksi teror penusukan polisi di Sumut pada Juni 2017, kemudian penembakan polisi di Bima pada September 2017.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Aman Abdurrahman terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindakan terorisme, menjatuhkan hukuman kepada Aman Abdurrahman dengan pidana mati," kata Ketua Majelis Hakim Ahmad Zaini di ruang sidang utama Prof. H. Oemar Seno Adji, Pengadilan Negeri Jaksel, Jumat, 22 Juni 2018.
Sosok pria berusia 46 tahun itu dikenal sebagai pendiri JAD. Dalam praktiknya, JAD merupakan kelompok yang mendukung Daulah Islamiyah dan menginisiasi rangkaian aksi amaliah jihad di lapangan.
Salah satu yang memberatkan atas vonis mati Aman karena terdakwa merupakan penggerak jihad dan aksi teror. Akibat aksi amaliah jihad, banyak korban meninggal dan mengalami luka berat.
Aman dianggap punya pengaruh sebagai penggerak JAD yang memiliki struktur wilayah yang tersebar di beberapa daerah. Dengan vonis mati, Aman terbukti melakukan tindak pidana terorisme sebagaimana Pasal 14 jo Pasal 6 UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Baca: Divonis Mati, Aman Abdurrahman Sujud Syukur
Foto: Aman Abdurrahman
Tolak Banding
Divonis hukuman mati, Aman menyatakan menolak banding. Majelis hakim usai pembacaan amar putusan meminta terdakwa dan tim kuasa hukum berkonsultasi terkait vonis hukuman banding. "Saya tidak ada banding," kata Aman, dalam ruang persidangan, Jumat, 22 Juni 2018.
Pihak kuasa hukum yang diwakili Asludin Atjani, mengatakan Aman memang tak ada rencana mengajukan banding. Meski dari kuasa hukum sebenarnya masih pikir-pikir terhadap vonis mati. "Tapi, kami sendiri sebagai penasehat hukum terdakwa tadi menyatakan pikir-pikir tapi beliau tadi sudah angkat tangan menolak," jelas Asludin.
Baca: Aman Abdurrahman Tolak Kompromi
Menurut Asludin, vonis mati ini terlalu dipaksakan karena tak sesuai dengan fakta. Ia keberatan dengan pertimbangan hakim atas vonis mati bahwa Aman sebagai penggerak jihad dan teror.
Dia menegaskan kliennya hanya membawa pesan dari tokoh sekaligus ahli strategi ISIS yaitu Abu Muhammad Al-Adnani kepada Saiful Muhtohir alias ABu Gar. Abu merupakan terpidana kasus bom Thamrin.
"Kalau saya menyatakan itu terlalu dipaksakan sekali karena yang dijadikan alat bukti itu adalah pesan beliau kepada Abu Gar yang menyampaikan pesan dari Syeh Adani harus melakukan amaliyah seperti di Prancis," ujar Asludin.
Efek Vonis Aman
Pihak aparat terutama Detaseman Khusus Antiteror diminta tetap terus deteksi pergerakan simpatisan JAD. Menurutnya, sel dan simpatisan JAD yang pernah menjadi murid Aman Abdurrahman berpotensi kecewa terhadap vonis mati.
Pengamat teroris Harits Abu Ulya menganalisis jaringan JAD yang ada saat ini meski belum punya militansi 'jihad' tapi sel-sel ini tetap harus bisa dideteksi aparat. Apalagi, ia menyebut pasca serangan teror bom Surabaya dan Sidoarjo, jaringan JAD masih tersebar terutama di Pulau Jawa.
"Vonis itu bisa melahirkan kekecewaan bagi pendukung Aman. Saya pikir, polisi, aparat waspada sekaligus mendeteksi karena potensi pendukung Aman marah," ujar Abu Ulya saat dihubungi VIVA, Jumat, 22 Juni 2018.
Menurut dia, dengan vonis mati Aman, seolah-olah jaringan JAD kehilangan induknya. Meski Aman menolak banding atas vonis mati, belum tentu pendukung pentolan JAD itu menerima. Pemerintah disarankan harus cermat dalam penentuan waktu eksekusi Aman.
"Kalau Aman sih enggak ada masalah. Dia siap. Tapi, apa pendukungnya siap? Mereka bisa saja anggap vonis tidak adil," sebut Abu Ulya.
Layak Vonis Mati
Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menegaskan Aman layak divonis mati. Menurut dia, putusan hakim sependapat dengan yang dituntut Jaksa Penuntut Umum. Sebelumnya, dalam tuntutan, jaksa ingin Aman divonis mati.
Dia menekankan vonis mati ini tentunya sudah merujuk perbuatan dan rangkaian peristiwa yang terbukti melibatkan Aman.
"Ya kita menuntut seperti itu dipenuhi artinya sudah tepat dong. Berarti majelis hakim sepaham dengan apa yang menjadi keyakinan jaksa," kata Prasetyo.
Foto: Jaksa Agung M. Prasetyo
Prasetyo juga tak ambil pusing bila kemungkinan Aman mengajukan banding atas vonis mati. Ia menilai pihaknya siap meladeni perlawanan Aman bila berubah pikiran mengajukan banding.
"Kalau mereka mengajukan upaya hukum ya kita juga upaya hukum supaya kita tidak kehilangan kesempatan untuk melakukan keimbangan serupa apa yang dilakukan terdakwa," ucap Prasetyo.
Baca: Aman Abdurrahman: Saya Anjurkan Murid-murid Hijrah ke Suriah
Vonis mati terhadap Aman belum diketahui waktu pelaksanaannya. Namun, vonis ini melengkapi beberapa nama teroris yang sudah dieksekusi.
Gembong teroris pertama yang dieksekusi adalah pelaku bom Bali I pada 2002 lalu, yaitu Amrozi. Amrozi divonis mati pada 8 Juli 2003. Kemudian, kakak kandung Ali Imran itu dieksekusi mati di Nusakambangan pada November 2008.
Nama Imam Samudera menjadi sorotan publik pada awal tahun 2000-an. Pria asal Serang, Banten itu dicokok karena terkait rangkaian teror bom Natal di Batam dan Mal Atrium Senen, Jakarta. Ia dieksekusi mati bareng Amrozi pada November 2008.
Sosok Ali Gufron alias Muhklas tak bisa dipisahkan dari Amrozi dan Ali Imran. Ali Gufron merupakan kakak kandung dari Amrozi dan Ali Imran. Bersama Amrozi dan Imam Samudera, Ali Gufron dieksekusi mati pada November 2008.