Tragedi Kapal Bodong Danau Toba

Kapal motor yang beroperasi di perairan Danau Toba
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi

VIVA – Isak tangis Fajar Alamsyah Putra pecah di posko Pelabuhan Tigaras, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, Selasa, 19 Juni 2018. Kepedihannya tak bisa dibendung setelah 24 jam menunggu kabar sang adik, Bagas Prama Ananta, tak kunjung tiba.

Perhelatan Aquabike 2024, Disajikan Panggung Hiburan untuk Rakyat Gratis

Bagas merupakan salah satu penumpang Kapal Motor (KM) Sinar Bangun, yang karam di perairan Danau Toba pada Senin petang, 18 Juni 2018, lalu. Bagas bersama teman-temannya, menikmati libur lebaran dari Pelabuhan Simanindo, Pulau Samosir, menuju ke Tigaras, Kabupaten Simalungun pada Senin lalu.

Kepastian Bagas sebagai penumpang KM Sinar Bangun yang karam, diperoleh Fajar dari teman adiknya, yang selamat dari peristiwa nahas tersebut. Kapal tenggelam dengan cepat, sementara Bagas yang tengah berada di bagian dalam kapal, kesulitan menyelamatkan diri.

Hari Ketiga, Pengunjung Padati Venue Aquabike 2024 Digelar di Parapat Danau Toba

"Kawannya yang ada di bagian atas kapal, selamat, dia sempat melompat dan dapat pertolongan dari kapal feri yang lewat," kata Fajar dilansir BBC Indonesia. "Saya akan menunggu sampai adik saya ketemu"

KM Sinar Bangun tenggelam di perairan Danau Toba sekitar pukul 17.20 WIB, Senin lalu. Angin kencang dan besarnya ombak disebut sebagai penyebab utamanya. Seperti penuturan Ernando Lingga, korban selamat KM Sinar Bangun, yang melompat ke danau ketika kapal mulai oleng sebelum akhirnya karam.

Polda Sumut Terjunkan 868 Personel Amankan Aquabike Danau Toba 2024

Ernando menuturkan, awalnya saat kapal lepas dari dermaga Simanindo, masih berjalan biasa alias normal. Kekhawatiran terjadi ketika kapal sudah menjauh dari dermaga. Kapal yang dia tumpangi tiba-tiba oleng disapu gelombang tinggi dan angin kencang.

"Kondisi penumpang panik termasuk saya dan teman-teman," kata Ernando dalam wawancara dengan tvOne, Kamis, 21 Juni 2018.

Ernando mengatakan kondisi kapal yang terdiri dari tiga dek saat itu sangat padat. Ia memprediksi kapal yang dia tumpangi membawa lebih dari 150 penumpang. Itu belum termasuk kendaraan sepeda motor yang mencapai puluhan unit.

Sebelum kapal terbalik, Ernando mengakui kapal sempat oleng ke kanan dan kiri beberapa menit. "Terbalik dahulu ke kanan, kemudian tenggelam, ada sekitar lima menit lebih sebelum kapal tenggelam," sebutnya.

Saat kapal karam, ratusan penumpang berteriak minta tolong, masing-masing berusaha menyelamatkan diri. Ernando dan dua rekannya yang mencoba melompat dan berenang, mencari lokasi keramaian untuk meminta pertolongan.

Ia menuturkan, saat itu, tak ada persiapan dari awak kapal sebelum tenggelam. Minimnya pelampung yang tak sebanding dengan jumlah penumpang. Kemudian, awak kapal yang ada hanya dua orang belum termasuk nakhoda.

"Nakhoda enggak memberitahukan. Tidak ada siaga itu. Sebagian lantai 1, banyak pelampung, itu enggak ada persiapan," tuturnya.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sumatera Utara menyatakan hingga Rabu sore, 20 Juni 2018, pukul 16.30, ada 21 korban tenggelamnya KM Sinar Bangun ditemukan. 18 korban selamat dan 3 korban meninggal dunia. Sedangkan 192 orang dilaporkan hilang.

Jumlah tersebut berdasarkan laporan keluarga di posko terpadu yang mengakui keluarganya menjadi penumpang KM Sinar Bangun yang tenggelam di perairan Danau Toba. Namun demikian, tidak adanya manifes penumpang menyebabkan petugas kesulitan memastikan jumlah hilang.

Pencarian Diperluas

Hingga kini, pencarian korban tenggelam KM Sinar Bangun masih terus dilakukan. Pencarian korban KM Sinar Bangun diperluas hingga 6 kilometer dari titik koordinat kapal karam, yakni ke arah timur laut selatan perairan Danau Toba. Mengingat banyak korban ditemukan dari arah tersebut.

"Tim akan menyelam di seputaran kawasan itu," kata Kepala Kantor SAR Medan, Budiawan, Kamis, 21 Juni 2018.

Pencarian dilakukan dengan menggunakan 10 perahu karet, tiga kapal Basarnas dan tiga kapal Polisi Air. Pencarian dibantu dengan helikopter untuk memantau langsung dari atas perairan Danau Toba dan juga robot bawah air jenis Remotely Operated Vehicle (ROV).

Detasemen Jala Mangkara (Denjaka) yang merupakan satuan elite TNI Angkatan Laut, kabarnya juga akan turut membantu proses pencarian dan evakuasi korban kapal tenggelam. Satuan ini akan membantu proses evakuasi dengan robot bawah air jenis ROV.

Tim SAR gabungan sebelumnya menerima informasi bahwa kondisi KM Sinar Bangun diperkirakan berada di dasar Danau Toba dengan kedalaman mencapai ratusan meter dari permukaan air.

"Kesulitan untuk tim adalah kedalaman Danau Toba. Informasi dari Lantamal I Belawan kedalamannya itu sekitar 490 meter, sehingga kami akan dibantu dari TNI AL akan mendatangkan alat yang lebih canggih dengan kedalaman 600 meter," ucap Budiawan.

Selanjutnya, TNI AL juga akan menurunkan alat canggihnya untuk mencari keberadaan Kapal Motor Sinar Bangun bersama penumpangnya. Dengan bantuan dari TNI AL akan mempermudah proses pencarian dan evakuasi korban.

"Kita upayakan juga pemakaian alat ini nantinya bisa lebih akurat dan menemukan lokasi di mana tenggelamnya KM Sinar Bangun. Kita juga akan dapat bantuan dari Tim Denjaka bersama alat tersebut akan datang ke Danau Toba," ungkap Budiawan.

Kapolres Simalungun, AKBP Marudut Liberty Panjaitan mengakui sulitnya medan menjadi alasan pencarian dan evakuasi korban belum maksimal. Luasnya area perairan dan kedalaman Danau Toba yang mencapai ratusan meter menjadi tantangan bagi tim SAR gabungan.

Di samping itu, Danau Toba juga ditumbuhi ganggang berukuran tinggi. Sehingga sulit mencari orang yang hilang tenggelam di Danau Toba. "Jadinya, beda mencari orang dan mencari sesuatu di dalam Danau Toba dengan di luar Danau Toba," kata Marudut kepada wartawan, Rabu malam, 20 Juni 2018.

Sementara itu, Pengamat Keselamatan Transportasi, Ruth Hanna Simatupang, pun mengungkapkan, rute penyeberangan ke Pulau Samosir tersebut memang bukanlah rute yang biasa. Sebab, ekosistem dan karakteristik danau tersebut berbeda dengan danau-danau lainnya.

Jika tidak diantisipasi dengan baik apabila terjadi kecelakaan, sulitnya evakuasi korban pun bisa saja terjadi.

"Dari data dan lapangan, karena sifat Danau Toba yang lain, di dalamnya ada semacam tumbuhan yang bisa melilit ke bawah." ujar Ruth saat diwawancarai tvOne, Rabu 20 Juni 2018.

Selain itu di Danau Toba, menurutnya, sering terjadi fenomena alam yang tidak biasa. Salah satunya adanya pusaran air di beberapa titik. "Di danau tersebut sering terjadi kumparan-kumparan air ini yang bisa menghisap," ungkapnya.

Lebih lanjut ungkapnya, moda angkutan penyeberangan di kawasan tersebut pun menurut dia belum memadai. Berdasarkan pantauannya, angkutan tradisional yang ada di rute tersebut pun, masih banyak yang belum memenuhi standar keselamatan transportasi yang baik.  

"KM Sinar Bangun itu bangunannya kayu, atasnya ada yang fiber ada yang besi. Sebenarnya kapal itu tidak untuk motor, kenyataan banyak," tambahnya.

Kapal Bodong

Tak dipungkiri, insiden tenggelamnya KM Sinar Bangun seolah menguak carut marutnya tata kelola angkutan penyeberangan di perairan Danau Toba. Kapal yang kelebihan muatan sehingga jatuh korban dan administrasi pelayaran yang tidak sesuai, membuat pertanyaan banyak pihak, kenapa kapal itu dapat izin berlayar.

Apalagi, kecelakaan tenggelamnya kapal terjadi masih dalam suasana liburan hari raya. Diduga banyak kapal tidak resmi yang muncul di kawasan Danau Toba, Sumatera Utara. Informasi tersebut didapat Polisi berdasarkan pantauan di lokasi

"Memang situasi informasi di lapangan banyak kapal di hari raya seperti ini, itu kapal-kapal yang muncul tidak resmi," ujar Kabag Pensat Divisi Humas Polri, Kombes Pol Yusri Yunus di Kantor Divisi Humas Polri, Rabu 20 Juni 2018.

Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian yang meninjau langsung evakuasi korban tenggelamnya KM Sinar Bangun, mengatakan dari hasil penyelidikan awal diketahui kapal ini tenggelam karena ada unsur kelalaian sehingga menyebabkan orang lain meninggal dunia.

Berdasarkan pengakuan nakhoda KM Sinar Bangun, Situa Sagala, kapal yang dia nahkodai sudah terbiasa berlayar dengan kelebihan muatan. Selain itu, kapal berlayar tidak dilengkapi dengan data penumpang atau manifes.

"Ternyata menurut informasi, nakhoda sudah sering (mengangkut) dengan jumlah berlebihan," kata Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian kepada wartawan di Danau Toba, Parapat, Kamis 21 Juni 2018.

Tito mengatakan KM Sinar Bangun memiliki kapasitas angkut penumpang sekali berlayar sebanyak 60 orang. Tapi, nakhoda bisa sampai mengangkut penumpang mencapai 150 orang sekali melakukan penyeberangan.

"Begitu tidak masalah, begitu ada angin ada masalah. Sehingga kita memulai langkah-langkah penyelidikan. Kemungkinan dugaan kelalaian menyebabkan orang meninggal dunia," sebut Tito.

Sebelumnya, Situa Sagala ditangkap polisi di rumahnya, di Desa Simarmata, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, Senin, 18 Juni 2018. Situa diamankan beberapa jam setelah insiden Kapal Motor Sinar Bangun tenggelam. Nakhoda kapal itu masih menjalani pemeriksaan lanjutan di Polres Samosir.

Untuk mengungkap lebih jauh carut marutnya rute pelayaran di Danau Toba ini, Kapolri perintahkan
anggotanya untuk segera melakukan pemeriksaan terhadap Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Utara dan Dinas Perhubungan Kabupaten setempat.

Tito menduga, kelalaian itu tidak hanya dilakukan oleh nakhoda kapal, tapi juga Dinas Perhubungan terkait, sebagai otoritas berwenang menerbitkan izin berlayar dan pengawasan terhadap seluruh kapal motor yang beroperasi di Danau Toba.

"Saya tidak akan segan-segan untuk meminta kepada penyidik jangan hanya nakhoda kapal. Tapi, juga sistemnya yang bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan," ucap Tito

Menurut Tito, penyelidikan terhadap sistem pengawasan yang dilakukan Dinas Perhubungan setempat, penting dilakukan karena memiliki tanggung jawab sepenuhnya atas operasi pelayaran dilakukan KM Sinar Bangun.

Adapun izin pemberangkatan kapal ditetapkan oleh Syahbandar Dinas Perhubungan Kabupaten setempat. Kapal dengan berat di bawah 5 gros ton, izin dan pengawasannya oleh Dinas Perhubungan Kabupaten. Kapal 5 gros ton hingga 300 gros ton, oleh Dinas Perhubungan Provinsi. Sedangkan kapal dengan berat 300 gros ton di bawah pengawasan Kementerian Perhubungan.

"Nah berat KM Sinar Bangun 17 gros ton. Jadi untuk perizinan dan kelayakan itu menjadi kewenangan Dinas Perhubungan Provinsi," tutur Tito.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat di Kementerian Perhubungan, Budi Setiyadi memastikan pihak yang abai atau lalai terhadap tenggelamnya Kapal Motor Sinar Bangun di Perairan Danau Toba, akan dijerat pidana.

"Di dalam KUHP pasal 359 KUHP, apakah itu nakhodanya, apakah juga operatornya, apa juga pemilik kapal atau juga pada petugasnya yang bertanggung jawab, ya mungkin dinas perhubungan sana yang mengatur masalah perjalanan," kata Budi di kemenhub, Jakarta, Rabu 20 Juni 2018.

Ucapan Duka Cita

Presiden Joko Widodo menyampaikan duka citanya atas tenggelamnya kapal motor Sinar Bangun, yang tenggelam di perairan Danau Toba, Sumatera Utara.

Dalam keterangan persnya di Istana Bogor, Rabu 20 Juni 2018, Jokowi mengatakan sudah mendapatkan laporan langsung dari Menteri Perhubungan dan Kepala Basarnas.

"Atas nama pribadi dan seluruh masyarakat Indonesia, seluruh rakyat Indonesia kita menyampaikan duka cita yang mendalam atas korban yang meninggal dunia dalam musibah tersebut," kata Jokowi.

"Dan terhadap korban yang hilang saya minta Basarnas, TNI, Polri, BNPB untuk secepatnya segera menemukan dan menyelamatkan korban," imbuhnya.

Menurut Presiden Jokowi, banyak pelajaran yang bisa diambil dari tenggelamnya KM Sinar Bangun ini, sehingga ke depan peristiwa serupa tidak terulang lagi. Oleh sebab itu, Presiden meminta persoalan keselamatan menjadi perhatian, khususnya oleh pemilik kapal.

"Bagi semua pemilik kapal patuhi semua peraturan yang ada, utamakan keselamatan penumpang, dan ikuti petunjuk dan arahan dari BMKG mengenai prakiraan dan potensi adanya cuaca buruk," ujarnya.

Pihak terkait, juga diperintahkan Presiden untuk lebih proaktif. Terutama untuk mengecek secara rutin kelaikan dari setiap kapal penumpang yang digunakan. Ini mesti dilakukan, agar peristiwa seperti ini tidak terjadi lagi.

"Saya juga minta ke Kemenhub dan Dinas Perhubungan di daerah untuk selalu rutin melakukan pengecekan berkala demi keamanan dan keselamatan penumpang," tegas Jokowi.

Di sisi lain, Kepala Basarnas, Marsekal Madya Muhammad Syaugi berjanji akan mengerahkan sekuat tenaga untuk menemukan korban yang hilang. Ia memastikan upaya yang dilakukan Tim SAR gabungan sangat serius mengingat jumlah korban yang belum ditemukan masih banyak.

"Pemerintah serius dan all out itu kita buktikan kemarin kita hadir di lokasi kejadian ada dari Kementerian Perhubungan, Basarnas, KNKT, dan Jasa Raharja. Kami berempat sepakat membagi tugas tersebut dan penanggung jawab atau leading sector adalah Basarnas," kata Syaugi dalam konfrensi persnya di Kementerian Perhubungan, Rabu, 20 Juni 2018.

Dalam pencarian ini Basarnas juga dibantu oleh TNI dan Polri termasuk Kementerian dan masyarakat setempat. Sementara Basarnas sendiri menurunkan 70 personel termasuk di dalamnya adalah Basarnas Special Group (BSG) yang mempunyai kemampuan menyelam sampai dengan kedalaman tertentu.

"Karena dalamnya Danau Toba sekitar 300-500 meter. Kami mengerahkan segala daya upaya. Kita all out, kita menggunakan suatu alat yang dinamakan Remoted Operated Underwater Vehicle (ROV) yang bisa mendeteksi di dalam air dan portable," ungkapnya.

Selain ROV, Basarnas membekali para penyelamnya dengan alat bernama Rotinor, yang berfungsi  mempercepat kegiatan di dalam air dan mampu mengangkut korban sampai 6 orang diangkat oleh satu penyelam. Di samping Rotinor, penyelam juga dibekali jet booth yang ditempel di pinggang penyelam dan berfungsi untuk mempercepat pergerakan penyelam di dalam air.

Menurut Syaugi, penyelam sudah dilakukan hingga kedalaman 50 meter, namun tim belum behasil menemukan apa-apa. Kondisi di dalam danau yang gelap dengan air keruh serta dingin, menjadi sedikit kendala bagi tim dalam melakukan pancarian korban.

Untuk membantu penerangan di dalam air, tim penyelam juga menggunakan senter, namun yang dapat terlihat paling jauh hanya 5 meter.

"Jadi sampai sekarang kita belum mengetahui ada korban atau tidak di dalam danau. Tapi dari situasi yang kita temukan korban diduga sudah bergeser 3-5 km dari titik koordinat pertama kali korban ditemukan," terang Jenderal Bintang Tiga ini.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya