Balon Udara, Tradisi yang Mengancam Nyawa
- ANTARA/Syaiful Arif
VIVA – Setiap Lebaran, langit di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur akan dihiasi balon udara warna warni yang beterbangan. Balon beragam ukuran dan corak serta warna tersebut melayang tinggi membelah langit.
Tak jelas sejak kapan melepaskan balon udara untuk menyambut Hari Raya Idul Fitri menjadi tradisi. Tapi setiap hari raya, puluhan balon bahkan mungkin ratusan akan memenuhi langit Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di sejumlah video tentang balon udara yang diunggah ke YouTube, biasanya seluruh warga terlibat dan ikut bergembira dalam tradisi ini.
Mereka ikut membuat dan melepaskan balon. Kadang pelepasan balon juga dibarengi dengan gantungan petasan yang terbakar dan meledak saat balon-balon itu melayang ke angkasa. Di Wonosobo, Jawa Tengah, pelepasan balon udara saat Lebaran bahkan dilakukan setiap kampung. Balon dibuat oleh warga dewasa secara bergotong royong.
Biasanya, warga berkumpul di salah satu rumah atau musala. Mereka merancang balon sambil bercengkerama. Bambu-bambu dianyam untuk dijadikan rangka balon, helai demi helai kertas berbahan agak tebal namun lentur direkatkan hingga menjadi sebuah balon besar.
Warga menerbangkan balon udara
Jika sudah jadi, balon lalu dibawa ke area terbuka yang luas. Asap dari api kecil dihembuskan perlahan hingga memenuhi rongga dalam balon. Pelan-pelan, balon terisi udara panas yang membuatnya berdiri tegak. Sejumlah pria dewasa akan memegangi sekeliling balon, menjaga hingga pengasapan sempurna. Saat balon makin membesar dan siap terbang, maka warga akan melepas pegangan, perlahan, hingga balon naik ke udara.
Proses tersebut biasanya ditonton oleh nyaris seluruh warga kampung. Tua muda, dewasa dan anak-anak, laki dan perempuan, ikut bersorak dan bertepuk tangan ketika balon dilepas dan mulai meniti angkasa. Mereka larut dalam kegembiraan hari raya dan kepuasan karena balon yang dibuat berhasil melayang sempurna.
Tradisi yang Membahayakan
Tapi tradisi yang menyenangkan dan menjadi peristiwa yang ditunggu warga kampung tersebut kini mulai terusik. Keluhan soal balon yang memenuhi angkasa dan mengganggu penerbangan semakin kencang. Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia atau AirNav Indonesia mengaku menerima puluhan laporan tentang keberadaan balon-balon udara liar dari 20 pilot maskapai penerbangan sipil selama musim arus mudik Lebaran.
Menurut General Manager AirNav Cabang Yogyakarta, Nono Sunaryono, balon-balon yang terbang tanpa kendali itu sangat membahayakan penerbangan. Jika balon udara udara itu tertabrak, dapat menutup kaca depan pesawat sehingga pilot tidak bisa melihat luar, atau jika tersedot ke dalam mesin, dapat menyebabkan mesin pesawat mati mendadak.
“Demikian pula balon ini dapat menyangkut di sayap yang menyebabkan pesawat tidak dapat dikendalikan, atau menutup part lain yang dapat menyebabkan pesawat tidak dapat memberikan informasi ketinggian dan arah,” katanya, Sabtu, 16 Juni 2018.
Ikatan Pilot Indonesia juga melayangkan protes. Ketua IPI Ari Sapari mengatakan, tradisi menerbangkan balon udara mengancam keselamatan penerbangan. Ia mempertanyakan izin khusus warga yang menerbangkan balon-balon tersebut.
"Beberapa tahun belakangan ini antara tiga sampai empat tahun ke belakang ada tradisi yang dilakukan masyarakat untuk menerbangkan balon udara, dan itu mengancam keselamatan sisi udara. Kalau pada aturan penerbangan yang tertuang dalam undang-undang penerbangan, pelepasan balon gas ke udara harus memiliki izin khusus," ujarnya.
Aparat menyita balon udara yang diterbangkan warga
Kementerian Perhubungan juga menerima puluhan laporan penerbangan balon udara secara liar di sejumlah wilayah di Jawa. Ditemukan sedikitnya 84 balon udara di beberapa daerah di Jawa dalam beberapa hari terakhir, sejak Lebaran Idul Fitri. Dua per tiga di antaranya ditemukan di Jawa Tengah. Sementara sepertiga lainnya di Jawa Timur.
Tahun lalu, Kepala Otoritas Bandar Udara Wilayah III Juanda Surabaya Dadun Kohar juga sudah menyampaikan keberatan yang sama. Ia mengatakan, satu minggu setelah Lebaran menjadi puncak penerbangan balon udara tanpa awak di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Balon tanpa awak tersebut terbang hingga melewati jalur penerbangan Pulau Jawa. Balon tersebut bahkan ditemukan hingga ketinggian 30 ribu kaki, jarak yang cukup tinggi dalam penerbangan.
Dadun menegaskan, keberadaan balon udara tanpa awak sangat membahayakan jalur penerbangan. Sebab, balon udara yang melintas di udara dan terkena angin memiliki kecepatan yang cukup tinggi. Dan itu sangat membahayakan pesawat yang melintas di jalur penerbangan.
"Jika itu sampai terkena pesawat, masuk ke engine sangat fatal. Dampak balon udara merusak citra bangsa Indonesia soal keselamatan jalur penerbangan," ujar Dadun Kohar.
Mengutip Dadun, tahun lalu bahkan ada tiga hutan yang terbakar karena balon yang dilengkapi petasan turun di hutan Madiun, lereng Merapi, dan hutan Dieng. Api yang dibawa petasan membakar hutan. Tak hanya di hutan, balon juga jatuh di berbagai tempat, termasuk atap sebuah rumah bersalin. Menurut dia, selama musim Lebaran tahun lalu, 100 balon dilaporkan terlihat di udara.
Sejak muncul keluhan tahun lalu, aktivitas penerbangan balon udara mulai menjadi perhatian. Kementerian Perhubungan bahkan sudah berjanji akan melakukan penertiban karena penerbangan itu dianggap lebih banyak mudarat dibanding manfaatnya. Polres Wonosobo juga sudah melakukan razia dan menyita puluhan balon dari rumah-rumah warga. Bahkan empat di antaranya diproses secara hukum.
Pihak bandara Adisucipto Yogyakarta juga terus melakukan persuasi dengan mendatangi warga Wonosobo. Mereka melakukan sosialisasi dan edukasi agar warga tak melakukan penerbangan balon udara tanpa awak. Tapi, warga sepertinya tak kapok. Sebab, selama musim mudik Lebaran 2018, puluhan balon udara sudah dilaporkan terlihat melintas di langit Jawa.
Penertiban dan Solusi
Tahun ini, razia juga dilakukan. Aparat TNI di Pangkalan Udara Adisutjipto menyita dua balon udara tak berkendali yang jatuh di wilayah Piyungan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Balon ini diduga diterbangkan dari Wonosobo. Selasa, 19 Juni 2018, Kementerian Perhubungan mengaku sudah menyita ratusan balon. Bekerjasama dengan TNI dan Kepolisian, Kemenhub mendatangi warga.
Aparat TNI di Pangkalan Udara Adisutjipto menyita dua balon udara tak berkendali yang jatuh di wilayah Piyungan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Ketua Posko Harian Angkutan Lebaran Kemenhub, Arif Toha mengatakan, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Agus Santoso juga turun langsung melakukan sosialisasi di Wonosobo terkait bahayanya balon udara bagi penerbangan.
"Sampai kemarin itu sudah ratusan yang diamankan balon udara di Ponorogo. Hari ini akan terus diawasi dan akan bertambah jumlahnya," kata Arif di Posko Nasional Angkutan Lebaran Kemenhub, Jakarta, Selasa 19 Juni 2018.
Ia mengatakan, beberapa wilayah yang berpotensi melepaskan balon udara adalah Wonosobo, Ponorogo dan Pekalongan
Penerbangan balon udara yang terjadi secara liar memang melanggar Undang-undang Penerbangan Nomor 1 tahun 2009. Dalam Pasal 411 UU tersebut disebutkan, menerbangkan balon udara bisa mengganggu lalu lintas penerbangan dan membahayakan penumpang pesawat. Setiap pelanggar pun dapat terancam pidana dua tahun penjara dan denda sebesar Rp500 juta. Toh, ancaman denda dan hukuman ternyata tak menggentarkan warga. Terbukti dengan disitanya ratusan balon seperti disampaikan Arif Toha.
Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi mengatakan, akan segera menggodok aturan terkait aktivitas penerbangan balon udara saat musim Lebaran. Ia memahami, pelepasan balon adalah tradisi yang memberi kebahagiaan pada warga. Ia berjanji akan memberi solusi yang akan membuat warga tetap bisa menyalurkan kebahagiaan mereka melalui kompetisi atau festival balon udara.
Namun, ada hal-hal yang perlu dilakukan agar balon tak terbang liar. Menhub menawarkan agar balon tetap diikat dan diizinkan melayang hingga ketinggian 150 meter dan radius 15 kilometer dari bandara, sesuai dengan Peraturan Menteri Nomor 40 Tahun 2018. "Kami akan tentukan tempatnya. Ketinggiannya juga ditentukan dengan kualifikasi, tertentu agar tidak mengganggu," kata Budi Karya saat meninjau arus balik di Stasiun Poncol, Semarang, Kamis 29 Juni 2017.
Balon udara yang diterbangkan, katanya, juga harus diikat agar masih dapat dikendalikan. “Sehingga tidak menjadi free balon (balon terbang liar). Silakan menerbangkan balon tapi sesuai dengan Peraturan Menteri Nomor 40 Tahun 2018," ujarnya menambahkan.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Agus Santoso pun menegaskan, sesuai dengan PM Nomor 40 Tahun 2018 Tentang Penggunaan Balon Udara Pada Kegiatan Budaya Masyarakat diharapkan masyarakat tidak menerbangkan balon udara tanpa kendali apalagi sampai tembus ke angkasa. Menurut Agus, yang terjadi saat ini bahkan sudah menembus level cruise altitude atau ketinggian jelajah pesawat terbang di 10.000 meter dari permukaan laut.
"Ini jelas merupakan tindakan melanggar aturan. Maksimum menerbangkan balon itu 150 meter dan itupun tidak dilakukan pada area airport,” ujar Agus.
Upaya dan keseriusan pemerintah untuk melakukan penertiban akan terjawab tahun depan. Sudah dua tahun sosialisasi terus dilakukan, namun warga tak kapok. Tahun lalu, bahkan ada razia dan proses hukum, nyatanya warga terus nekat.
Jika tahun depan warga masih tak peduli dan terus melakukan tradisi tanpa memperhitungkan keselamatan nyawa orang lain, keseriusan pemerintah layak dipertanyakan. Apakah harus menunggu korban baru setelah itu menegakkan aturan? Semoga tidak demikian. (mus)