Polemik Iriawan Jadi Penjabat Gubernur Jabar

Komjen Polisi M. Iriawan jadi Pjs Gubernur Jawa Barat, 17 Juni 2018.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

VIVA –  Komisaris Jenderal Polisi Mochamad Iriawan akhirnya resmi dilantik sebagai Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat. Pelantikan dilakukan oleh Mendagri Tjahjo Kumolo ditengah kontroversi soal tepat tidaknya sosok Iriawan memimpin Jabar, pada Senin, 17 Juni 2018.

Seusai pelantikan, Komjen Polisi Iriawan akan memimpin Jawa Barat sementara waktu sampai Gubernur Jabar definitif resmi dilantik. Sebab, setelah masa jabatan Gubernur Jabar Ahmad Heryawan dan Wakil Gubernur Deddy Mizwar resmi berakhir pada 13 Juni 2018, maka terjadi kekosongan kekuasaan di wilayah tersebut.

Ahmad Heryawan tidak bisa melanjutkan tugasnya karena telah dua periode menjadi gubernur dan habis masa baktinya setelah dilantik lima tahun lalu. Sementara Wakil Gubernur Deddy Mizwar mengikuti Pilkada Jawa Barat 2018 sebagai calon gubernur.

Kekosongan ini harus diisi oleh kepala daerah sementara sampai menunggu gubernur dan wakil gubernur definitif hasil Pilkada Serentak 2018. Dan akhirnya pemerintah melantik Komjen Polisi Iriawan. Dan pemerintah akhirnya memutuskan tetap melantik Iriawan. Kontroversi pelantikan Iriawan, anggota Polri yang akan mengisi posisi sebagai Penjabat Gubernur mulai ramai sejak Januari lalu.

Isu itu pertama kali muncul setelah Kabag Penum Mabes Polri Martinus Sitompul memberi keterangan pada awak media, Januari 2018. Saat itu ia menyebut dua nama Perwira Tinggi (Pati) yang akan menjabat sebagai Pjs Gubernur, yaitu Polri Irjen Pol Iriawan untuk Pj Gubernur Jawa Barat dan Irjen Pol Martuani yang diusulkan untuk mengisi posisi sebagai Penjabat Gubernur di Sumatera Utara.

"Untuk Provinsi Jawa Barat, pelaksana tugasnya akan diisi oleh Asisten Operasi Kapolri Irjen M. Iriawan dan untuk Provinsi Sumatera Utara, direncanakan Irjen Martuani Sormin yang menjabat sebagai Kadiv Propam Polri saat ini," kata Martinus, Kamis 25 Januari 2018.

Pernyataan itu langsung membetot perhatian publik dan menuai protes. Protes yang wajar, sebab salah satu kandidat Cagub Jawa Barat adalah Irjen Pol. Anton Charliyan, adalah purnawirawan Polri, dan Cawagubnya adalah TB Hasanuddin, tokoh PDI Perjuangan. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, sampai saat ini masih menjadi partai yang setia mendukung Presiden Jokowi.

Fakta-fakta itu menyebabkan lawan politik PDI P mengaitkan antara penunjukan Iriawan dengan kepentingan pemerintah dan PDI Perjuangan untuk memenangkan Pilkada Jabar. Posisi Iriawan yang masih menjabat sebagai Asisten Bidang Operasi (Asops) Polri dinilai bisa mengintervensi dan membuat Pemilu Jabar tidak berjalan dengan netral.


Pemerintah Ngotot

Kencangnya penolakan terhadap Iriawan sepanjang awal tahun sepertinya membuat pemerintah "gerah." Melalui Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Ham, klarifikasi disampaikan. Dikutip dari VIVA, Menkopolhukam Wiranto sempat mengeluarkan pernyataan yang intinya membantah bahwa pemerintah akan melantik Iriawan.

"Kalau ada kebijakan menimbulkan reaksi masyarakat, didengarkan dan dilaksanakan. Maka untuk Jawa Barat dan Sumatera Utara sudah dipertimbangkan, akan ada kebijakan lain nanti," kata dia di Hotel Sahid, Jakarta, Selasa, 20 Februari 2018.

Klarifikasi Wiranto sempat membuat keriuhan mereda. Meski demikian, pemerintah sepertinya tak asal terima. Dengan senyap, langkah demi langkah tetap dilakukan.  Bulan Maret 2018, Polri melakukan mutasi jabatan. Iriawan termasuk salah satu yang digeser. Ia dipindahtugaskan ke Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas) sebagai Sekretaris Utama. Mutasi tersebut tertuang dalam Surat Telegram Kapolri Nomor: ST/663/III/KEP/2018. Berdasarakan Surat Telegram tersebut, Iriawan resmi berpindah dari Polri.

Tak cukup hanya menggeser posisi Iriawan ke Lemhanas, bulan Mei 2018, pangkat Iriawan juga dinaikkan. Jika sebelumnya Iriawan berpangkat sebagai Inspektur Jenderal, jabatannya lalu naik menjadi menjadi Komisaris Jenderal. Kenaikan pangkat itu menyebabkan pria yang kerap disapa Iwan Bule itu resmi menyandang bintang tiga.

Puncaknya adalah keputusan pemerintah untuk tetap melantik Iriawan sebagai Penjabat Gubernur Jawa Barat. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyebut alasan penunjukan mantan Kapolda Metro Jaya itu sebagai Penjabat Gubernur Jawa Barat demi kepentingan tiga momen penting politik, yaitu Pilkada Jawa Barat 2018, Pemilu Legislatif, serta Pemilu Presiden tahun 2019.

Namun Tjahjo memastikan tugas Iriawan alias Iwan Bule, bukanlah untuk urusan politik praktis. Melainkan meningkatkan partisipasi politik masyarakat pada ketiga hajatan politik itu.

Ia menegaskan, Iriawan harus secepatnya berkoordinasi dengan bupati/wali kota se-Jawa Barat untuk mendorong pelayanan publik. "Kuncinya, beri pelayanan masyarakat dengan baik. Urusan Pilkada itu tanggung jawab bersama, keamanan sudah disiapkan dari tingkat Polri sampai Danramil; melibatkan juga tokoh adat, agama," kata Tjahjo seusai pelantikan Iriawan di Gedung Sate, Kota Bandung, pada Senin, 18 Juni 2018.

Tjahjo memastikan, tak ada aturan yang dilanggar oleh pemerintah dengan melantik Iriawan untuk memimpin sementara Jawa Barat, wilayah yang selama ini menjadi basis kemenangan Partai Keadilan Sejahtera, partai yang bersama Partai Gerindra konsisten menjejakkan diri sebagai oposisi pemerintah sejak kalah dalam pertarungan Pilpres pada 2014 lalu.

Melalui Kapuspen Kemendagri, pemerintah menjelaskan bagaimana aturan hukum yang dijadikan alas untuk menetapkan posisi Iriawan sebagai Pjs Gubernur Jawa Barat. Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri, Bahtiar memastikan pelantikan Komjen Iriawan sebagai Penjabat Gubernur (Pjs) Jawa Barat, sudah sesuai dengan aturan.

Bahtiar pun menyebut Pasal 201 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada sebagai payung hukum pengisian posisi penjabat gubernur. "Dalam Pasal 201 UU Pilkada disebutkan, dalam mengisi kekosongan jabatan gubernur diangkat Penjabat Gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan gubernur, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku," kata Bahtiar melalui keterangan tertulisnya, Senin 18 Juni 2018.

Bahtiar juga menyebut penjelasan Pasal 19 ayat (1) huruf b dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara. Dalam pasal tersebut, diatur tentang ruang lingkup nomenklatur jabatan pimpinan tinggi madya. "Pasal 19 ayat (1) huruf b menyebutkan yang dimaksud pimpinan tinggi madya adalah sekretaris kementerian, sekretaris utama, sekretaris jenderal kesekretariatan lembaga negara, sekretaris jenderal lembaga non-struktural, direktur jenderal, deputi, inspektur jenderal, inspektur utama, kepala badan, staf ahli menteri, kepala sekretariat presiden, kepala sekretariat wakil presiden, sekretaris militer presiden, kepala sekretariat dewan pertimbangan presiden, sekretaris daerah provinsi, dan jabatan lain yang setara," kata Bahtiar.

Aturan lain yang jadi payung hukum pengangkatan Penjabat Gubernur, kata Bahtiar, adalah Permendagri Nomor 1 Tahun 2018 tentang Cuti Di luar Tanggungan Negara bagi Gubernur, Wagub, Bupati, Wabup, Wali Kota dan Wawali Kota.

Penolakan Berdatangan

Elektabilitas di Atas 50 Persen, SMRC: Ridwan Kamil Berpeluang Menang Telak di Pilgub Jabar

Meski pemerintah memiliki sederetan alas hukum yang membuat Iriawan tetap melenggang menjadi Pjs Gubernur Jabar, namun keputusan itu tetap menuai protes. Melalui akun Twitter, sejumlah politisi oposisi pemerintah mengecam sengit pelantikan Iriawan.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon segera melayangkan keberatannya di hari yang sama dengan pelantikan Iriawan. Politisi Partai Gerindra ini mengatakan yang dilakukan oleh pemerintah bertolak belakang dengan pernyataan Menkopolhukam sebelumnya. Ia menuding pemerintah melakukan kebohongan publik dan menipu rakyar.  "Dulu dinyatakan batal oleh Menkopolhukam, sekarang mau dilantik, ini jelas kebohongan publik. Pemerintah menipu rakyat. Pilkada Jabar ternoda," tulis Fadli Zon melalui akun @fadlizon.

Sambangi Depok, Bima Arya Nyeletuk ‘Kok Panas Pisan Teh’

Fadli Zon bahkan menuliskan akan ikut mendukung agar DPR RI menggunakan Hak Angket atas pengangkatan Pjs Jabar tersebut. Sebab, menurutnya pengangkatan itu berpotensi melanggar UU dan telah menipu rakyat.

Sekjen Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera juga menyampaikan keberatannya. Ia menyarankan agar pemerintah lebih arif dan bijaksana dalam menentukan calon yang netral dan negarawan. Sebab, hal ini akan menimbulkan prasangka buruk dalam proses Pilkada Jabar. Dikutip dari akun Twitternya, @MardaniAliSera mengatakan penunjukkan ini menimbulkan syak wasangka peluang ketidakadilan dalam proses Pilkada Jabar krn ada kandidat yg sama institusi. "Akan lebih arif dan bijak jika dipilih figur netral dan negarawan. Jabar itu magnitude politik nasional," tulisnya.

Golkar Sambut Baik PAN Jagokan Ridwan Kamil di Pilgub Jakarta 2024

Dalam cuitan berikutnya, Mardani menulis, "Jabar adalah kunci, Jabar adalah miniatur, Jabar adalah barometer. Ngga aneh jika semua mati-matian berjuang kendalikan Jabar sebagai gerbang meraih Indonesia."

Komentar pedas juga disampaikan oleh Ketua Pemuda Muhammadiyah, Dahnil A Simanjuntak. Ia menyebut model pemerintahan Indonesia kini tidak benar dan tidak bisa dipercaya. Melalui akun @Dahnilanzar: Menkopolhukam, Kapolri sepakat dibatalkan pengangkatan Perwira polisi jd plt kepala daerah, skrng tiba-tiba Mendagri kabarnya malah mau melantik.Akal sakit saja yg bilang model pemerintahan sprt ini benar. Siapa sesungguhnya yg memimpin negeri ini? Dan siapa yg bisa dipercaya?

Kepala Divisi Advokasi dan Hukum Partai Demokrat (PD), Ferdinand Hutahaean menyesalkan keputusan pemerintah. "Yang jelas kita dari PD prihatin ya, menyayangkan dan menyesalkan keputusan pemerintah untuk menunjuk Komjen Iriawan sebagai Plt Gubernur Jawa Barat.Jadi kami menyanyangkan karena kita khawatir Pilkada di Jabar ini menjadi tidak netral karena di sana ada orang Polri yang maju sebagai Cawagub berpasangan dengan TB Hasanuddin dari PDIP," kata Ferdinand saat dihubungi pada Senin 18 Juni 2018.

Waketum Gerindra Arief Poyouno bahkan terus terang menyebut nama Presiden Jokowi sebagai pejabat yang biasa melanggar aturan. Meski Mendagri sudah menjelaskan sejumlah aturan dan payung hukum, Arief menafikan penjelasn itu. "Sudah biasa Joko Widodo melanggar peraturan dan UU di Republik ini, wong namanya saja lagi kuasa," kata Arief melalui pesan singkat, Senin 18 Juni 2018.

Komentar berbeda disampaikan Wakil Sekjen DPP Partai Persatuan Pembangunan, Achmad Baidowi. Ia menilai, pelantikan Iriawan sebagai Penjabat Gubernur atau Plt Jawa Barat, sepenuhnya menjadi wewenang pemerintah sesuai Undang Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada maupun Permendagri 1/2018. Hanya saja, ujarnya, pemerintah harus memastikan tidak ada konflik kepentingan dalam pengangkatan Iriawan.

Ia juga menyangsikan Iriawan akan mampu campur tangan karena pelaksanaan Pilkada yang sudah makin dekat. "Jika melihat waktu pelaksanaan pilkada, potensi adanya skenario kecurangan yang dicurigai banyak pihak, kami melihatnya sulit untuk terjadi," kata Baidowi, Senin 18 Juni 2018.

"Begitu pun perhatian masyarakat dan pegiat Pemilu juga ketat. Di pundak Iriawan, nama baik institusi Polri sedang dipertaruhkan. Apakah mau terseret ke konflik kepentingan pilkada atau tetap profesional. Kami masih meyakini, Polri tetap berada dalam koridornya," katanya memastikan.

Janji Netral

Menanggapi berbagai tudingan miring tersebut, Komjen Iriawan memilih tak terpengaruh. Kepada wartawan yang “menyerbunya” usai pelantikan, ia berjanji akan bekerja dengan netral atau tak mendukung pasangan calon tertentu dalam tugas barunya tersebut. Dia mengaku hanya akan menjalankan kewajiban sebagai pengganti sementara Gubernur Jawa Barat.

Ia memohon masyarakat tak meragukan komitmennya tentang profesionalitasnya sebagai anggota Polri maupun kini sebagai Penjabat Gubernur. Dia mengaku tak mungkin mempertaruhkan karier yang dirintisnya dari bawah hingga kini menyandang bintang tiga hanya untuk kepentingan politik sesaat dalam Pemilihan Gubernur Jawa Barat maupun Pemilu 2019.

Kalau pun ada pihak-pihak yang mengkritik atau bahkan menolaknya, Iriawan mengaku tak keberatan karena itu hak setiap orang. “Enggak masalah (kalau ada yang menolak), (ini bagian dari kehidupan) demokrasi. Apa yang diperintahkan oleh negara, kami laksanakan. Dalam sumpah pun ada," katanya.

Ia mengatakan, sebagai Bhayangkara ia akan mengemban dengan baik semua tugas yang diberikan dan ingin sukses di semua sektor. "Di bidang kamtibmas [keamanan dan ketertiban masyarakat] Alhamdulilah berhasil. Saya juga ingin berhasil di bidang pemerintahan sehingga ada catatan sejarah buat saya apabila nanti sudah dipanggil Maha Kuasa," ujarnya.

Mereka yang tak sepakat terus bersuara, dan Iriawan juga sudah memastikan janjinya untuk netral. Namun pelantikan sudah usai, dan pesta Pilkada sudah di depan mata. Pertaruhan nama baik Iriawan, jelas menjadi taruhan jika ia tak mampu. Jawa Barat memang magnet dan menjadi miniatur Indonesia. Maka pertaruhan untuk berkuasa juga semakin nyata. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya