Kejutan Yudi Latif dan Polemik BPIP

Yudi Latif saat dilantik sebagai Kepala Unit Kerja Presiden Pembinaan Idiologi Pancasila beberapa waktu lalu.
Sumber :
  • VIVA/Agus Rahmat

VIVA – Lebih dari sepekan gonjang ganjing pro dan kontra gaji fantastis Badan Pembinaan Ideologi Pancasila alias BPIP bentukan Presiden Jokowi, Yudi Latif mengambil sikap mengejutkan. Kepala Pelaksana BPIP tersebut memilih mengundurkan diri dari posisi yang sudah dianggap setara dengan menteri itu.

Jokowi Ngevlog dan Jalan-Jalan Sama Cucu Naik MRT, Sempat Dihentikan Warga karena...

Baru saja setahun menjabat sebagai Kepala Pelaksana BPIP, Yudi Latif mengirimkan surat pengunduran diri kepada Presiden Jokowi. Yudi sebenarnya mengirimkan surat itu kepada Presiden pada Kamis lalu, namun baru diterima langsung oleh Jokowi pada Jumat pagi, 8 Juni 2018.

Namun sebelum surat itu sampai di tangan Presiden, Yudi sehari sebelumnya mengumumkan melalui media sosial soal mundurnya dia dari badan tersebut. Melalui akun pribadinya di media sosial Facebook, Yudi cukup panjang lebar menjelaskannya. Lantas, bagaimana nasib BPIP ke depan?

Kata Gerindra soal Penghapusan Utang Petani-Nelayan

Mundurnya Yudi ini mengejutkan banyak pihak, mengingat dia baru bekerja selama setahun dan saat banyak pihak menunggu apa langkah-langkah konkret yang dilakukan BPIP bagi masyarakat. Apalagi belakangan ini BPIP tengah disorot terkait pro dan kontra “hak keuangan” bagi para pengurus dan dewan pembinanya, yang diduduki sederet elite politik dan tokoh masyarakat.

Yudi, yang memang dikenal cukup banyak menulis soal kenegarawanan dan Pancasila itu, secara gamblang menjelaskan alasannya mundur dari BPIP, yang awalnya bernama Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP). Pejabat unit tersebut dilantik tepat pada 7 Juni 2017 dengan Yudi sebagai Kepala Pelaksana.

Aktivitas Retno Marsudi Usai Tak Menjadi Menlu, Isi Seminar Bicara Pancasila Pemersatu Bangsa

“Saya merasa perlu ada pemimpin-pemimpin baru yang lebih sesuai dengan kebutuhan. Harus ada daun-daun yang gugur demi memberi kesempatan bagi tunas-tunas baru untuk bangkit. Sekarang, manakala proses transisi
kelembagaan menuju BPIP hampir tuntas adalah momen yang tepat untuk penyegaran kepemimpinan,” kata Yudi Latif sebagaimana diunggah melalui akun Facebook.

Diketahui setelah dibentuk dalam formasi UKP-PIP, dalam hitungan bulan, unit itu kemudian dipersiapkan menjadi badan yang posisinya selevel kementerian dan lembaga setingkat kementerian. Tak lama, institusi ini berubah menjadi BPIP melalui Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2018 yang diteken Presiden Jokowi pada Februari lalu.
 
Menurut Yudi, setelah dia memimpin lembaga itu dalam masa transisi menjadi BPIP maka saatnya dia mundur. Dalam tulisannya tersebut, pengamat politik ini juga sempat menjelaskan memang belum banyak yang mereka lakukan dalam setahun terakhir. Alasannya, adanya sejumlah kendala administrasi termasuk anggaran tetek bengek yang harus dikerjakan dalam transisinya.
 
Yang mengejutkan, dalam tulisan itu Yudi juga buka-bukaan bahwa dalam setahun ini, mereka belum mendapatkan hak keuangan yang jumlahnya sempat dipersoalkan di publik. Bagian tersebut yang mengakhiri tulisan Yudi yang diberi judul “Terimakasih, Mohon Pamit” itu.

“Setelah setahun bekerja, seluruh personel di jajaran Dewan Pengarah dan Pelaksana belum mendapatkan hak keuangan. Mengapa? Karena menunggu Perpres tentang hak keuangan ditandatangani Presiden. Perpres tentang hal ini tak kunjung keluar, barangkali karena adanya pikiran yang berkembang di rapat- rapat Dewan Pengarah untuk mengubah bentuk kelembagaan dari Unit Kerja Presiden menjadi badan tersendiri,” lanjut Yudi Latif.

Ihwal pengunduran diri Yudi makin terkonfrimasi melalui Juru Bicara Presiden Jokowi, Johan Budi Sapto Pribowo. Presiden sudah mengetahui hengkangnya Yudi dari lembaga itu. Namun Jokowi belum memberikan keputusan soal calon penggantinya. Selain hal yang dijelaskan Yudi melalui Facebook, Johan Budi mengatakan bahwa soal keluarga juga menjadi pertimbangan Yudi memilih mundur.

“Respons belum bagaimana pengganti. Tapi mengundurkan diri hak semua orang," kata Johan Budi.

***

Moralis

Pengunduran diri Yudi Latif ditanggapi oleh banyak pihak. Tak sedikit yang mengapresiasinya. Pengamat Hukum Tata Negara Refly Harun juga langsung bercuit soal mundurnya Yudi. Menurut Refly, sosok moralis seperti Yudi Latif memang seharusnya tak berlama-lama di BPIP.

Tak hanya itu, Refly menilai bahwa badan sejenis memang kurang relevan dan tak mendesak diperlukan lantaran pengamalan Pancasila sebaiknya disosialisasikan dari masyarakat atau bottom up bukan harus diarahkan dari
wewenang yang berada di atas atau top down.

“Tidak top down dari negara. Negara cukup memberi contoh yang baik. Salut Yudi," kata Refly melalui Twitter sebagaimana dilansir VIVA, Jumat 8 Juni 2018.

Di BPIP, Yudi menjabat sebagai Ketua Pelaksana didampingi oleh Wakil Kepala BPIP. Selain itu ada pula jabatan deputi BPIP dan staf BPIP. Namun BPIP juga memiliki Dewan Pengarah yang diketuai oleh Megawati Soekarnoputri. Lalu sejumlah tokoh duduk sebagai Anggota Dewan Pengarah antara lain Try Sutrisno, Ahmad Syafii Maarif, Said Aqil Siradj, Ma'ruf Amin, Mahfud MD, Sudhamek, Andreas Anangguru Yewangoe dan Mayjen (Purn) Wisnu Bawa Tenaya.

Sementara Kepala Staf Presiden, Jenderal (Purn) TNI Moeldoko mengaku terkejut sekaligus agak menyayangkan Yudi mundur lantaran sosoknya dianggap sangat mampu dalam merumuskan hal-hal yang bisa dilakukan untuk membumikan Pancasila.

Moeldoko mengatakan bahwa BPIP yang awalnya UK-PIP tersebut, penting ada di zaman sekarang. Bahkan kata Moeldoko, pihak KSP dan BPIP sudah dua kali bertemu dan mendiskusikan soal sosialisasi Pancasila dengan berbagai metode. Presiden Jokowi disebut sangat memikirkan tersampaikannya nilai-nilai Pancasila yang menjadi dasar negara itu agar semakin merasuk di kehidupan masyarakat.

"Semua orang tidak meragukan kapasitas dari pak Yudi Latif, kemampuan Beliau untuk mengarusutamakan Pancasila karena Beliau memiliki background yang luar biasa tentang pemahaman terhadap Pancasila," kata Moeldoko di kantornya, Gedung Bina Graha Jakarta, Jumat 8 Juni 2018.

Sementara mengenai calon pengganti Yudi dinilai Moeldoko haruslah orang yang memiliki kapasitas yang sama atau paling tidak mendekati dirinya.

“Saat ini Pancasila sungguh diperlukan, kita lagi kering pemahaman ideologi, kita lebih mengangungkan ideologi lain dan seterusnya. Ini saya pikir sebuah prioritas bagi bangsa ini," lanjut mantan Panglima TNI tersebut.

***

Evaluasi BPIP, DPR Sosialisasi Pancasila

Ditemui di Gedung DPR, Wakil Ketua DPR Fadli Zon lebih jauh menyoroti perlunya BPIP dievaluasi. Di samping menilai positif langkah Yudi Latif, Fadli mengatakan memang perlu ada reformasi terhadap lembaga dan badan-badan negara yang dianggap tak efektif.

“Kita kan semangat ini, untuk melakukan reformasi birokrasi. Kemudian, badan-badan yang dianggap tidak perlu, bisa dilakukan oleh badan lain, tidak perlu membuat badan-badan baru. Apalagi ini terkait Pancasila," kata Fadli
Zon.

Menurutnya, Yudi Latif yang berani mundur menunjukkan sikap yang pancasilais. 

Sementara tugas sosialisasi Pancasila menurut Fadli juga bisa dilakukan oleh anggota DPR yang masing-masing memiliki daerah pemilihan. Sebagai legislatif, anggota DPR mewakili rakyat untuk terus menghidupkan nilai-nilai Pancasila.

“Nanti akan terulang lagi sejarah masa lalu. Jadi BPIP pun perlu dievaluasi. Pancasila ini sudah menjadi dasar, pandangan kita, saya kira di MPR sudah ada program terkait empat pilar ini,” kata Politikus Gerindra tersebut menutup kalimatnya. (ren)

Warga menentukan pilihannya dalam Pilkada. (ilustrasi)

Pengamat Ingatkan Pemerintah Harus Antisipasi Penyebaran Paham Khilafah saat Pilkada

Pengamat komunikasi politik Hendri Satrio mengatakan bahwa Pemerintah harus mengantisipasi penyebaran paham khilafah di tengah perhelatan Pilkada 2024.

img_title
VIVA.co.id
21 November 2024