Terorisme Belum Selesai
- ANTARA FOTO/Retmon
VIVA - Gelombang serangan teroris di tanah air masih terus berlanjut. Setelah kerusuhan di Mako Brimob, aksi bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya, dan Markas Polrestabes Surabaya, kini giliran Markas Kepolisian Daerah Riau yang jadi sasaran.
Pada Rabu, 16 Mei 2018, pagi, sekitar pukul 9.15 WIB, sebuah mobil Avanza warna putih bernomor polisi BM 1192 RQ, melaju kencang ke arah gerbang Markas Polda Riau yang terletak di Jalan Gajah Mada, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau. Mobil tersebut melaju dengan melawan arus lalu lintas.
Begitu sampai di gerbang Polda Riau, mereka menerabas masuk. Seorang petugas polisi yang mencoba menghentikan untuk melakukan pemeriksaan mereka tabrak.
Tak hanya aparat kepolisian, dua wartawan salah satunya dari tvOne pun turut ditabrak mobil itu. Korban akibat aksi terorisme kembali berjatuhan.
Satu anggota polisi itu meninggal dunia di Rumah Sakit Bhayangkara Polda Riau karena luka parah yang dideritanya. Sedangkan dua wartawan luka-luka dan dilarikan ke rumah sakit.
Aksi komplotan teroris itu belum selesai. Setelah menerabas dan menabrak sejumlah orang, mereka turun dari mobil tersebut.
Ternyata ada lima orang. Mereka langsung berlari masuk menyerang ke Mapolda Riau sambil mengacung-acungkan pedang dan berteriak-teriak. Setidaknya, dua anggota polisi terluka akibat sabetan senjata tajam.
Polisi pun mengambil langkah tegas. Empat orang ditembak mati di tempat. Satu orang kabur tapi kemudian dikejar dan berhasil ditangkap oleh aparat Polresta Pekanbaru.
Baca: Kronologi Teroris Berpedang Serang Mapolda Riau
Kelompok NII
Beberapa jam setelah peristiwa, Polri akhirnya mengungkap identitas para pelaku serangan ke Markas Polda Riau yang tewas. Pertama adalah Mursalim alias Ical alias Pak Ngah, laki-laki, 42 tahun, tidak bekerja, alamat Jalan Raya Dumai-Sei Pakning Jalan Santri Assakinah Kelurahan Mundam, Kecamatan Medang Kampai, Dumai.
Kedua, Suwardi, laki-laki, 28 tahun (Dumai, 21 Agustus 1989), Islam, Suku Melayu Kampar (Kuala Kampar Kab Kampar ), alamat Jalan Raya Lubuk Gaung RT. 03 Kelurahan Lubuk Gaung Kecamatan Sei Sembilan, Kota Dumai.
Ketiga, Adi Sufiyan, laki-laki, 26 tahun, wiraswasta (usaha toge), alamat Jalan Pendowo Gang Mekar RT. 06 Kelurahan Bukit Batrem I, Kecamatan Dumai Timur, Kota Dumai. Keempat, Daud (belum teridentifikasi).
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Irjen Pol Setyo Wasisto menuturkan mereka berasal dari kelompok Negara Islam Indonesia (NII) yang berafiliasi dengan ISIS Dumai. Selain itu, mereka juga terkait dengan Benny Tresno alias Abu Ibrahim, narapidana tindak pidana terorisme yang tewas saat insiden bentrokan di Rutan Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, lalu, dan juga Wawan Kurniawan alias Abu Afif, narapidana teroris yang juga terlibat bentrok di Mako Brimob, anggota Jamaah Ansharut Daulah (JAD) asal Sumatera Selatan (Sumsel).
Menurut Setyo, ada dua orang dari Sumatera Selatan dan empat dari Riau sudah datang ke Mako Brimob beberapa waktu lalu. Tapi karena situasi Mako Brimob sudah kondusif, mereka pulang.
"Dua pulang ke Sumsel sudah ditangkap. Nah, ini empat ke Pekanbaru melakukan penyerangan ke Mapolda Riau, kami patahkan," kata Setyo dalam konferensi pers, Rabu, 16 Mei 2018, sore.
Baca juga: Detik-detik Ipda Auzar Ditabrak Teroris Usai Salat Duha
Bukan tabuh genderang perang
Pengamat Terorisme yang juga Direktur Communty Islamic Ideological Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya, menilai aksi di Markas Polda Riau ini masih terhubung dengan aksi-aksi serupa baik di Mako Brimob, maupun Surabaya. Pelakunya masih sama yaitu anggota Jamaah Ansharut Daulah (JAD) atau Jamaah Ansharut Tauhid yang berafiliasi dengan kelompok teroris Negara Islam Irak dan Suriah alias ISIS.
"Sudah terang benderang. Ini orang yang punya afiliasi yang sama pada ISIS," tegas Harist, saat dihubungi VIVA, Rabu, 16 Mei 2018.
Namun dia tidak sepakat bila disebut para teroris itu sudah menabuh genderang perang terhadap polisi dan pemerintah Indonesia. Meskipun ditemukan sebuah surat yang berisi ajakan untuk berjihad. Justru sebaliknya, Harits melihat mereka dalam posisi terjepit.
"Kenapa kemudian di tempat lain juga terjadi serangan itu juga simpel. Densus bergerak, memburu kawan-kawan mereka semua, ruang gerak mereka sempit dan nekat," ujarnya.
Dalam posisi itu, pilihan bagi mereka tinggal dua. Lebih dulu ditangkap atau ditembak mati oleh Densus atau mereka bergerak.
"Kalau mampu, dia serang dulu kantor polisi, kalau rnggak punya bom ya senjata api, kalau enggak punya senjata api ya senjata tajam," urainya.
Harits menegaskan bahwa kelompok teroris itu kini dalam posisi panik dan tegang setelah Densus melakukan operasi penangkapan. Satu-satunya pilihan bagi mereka adalah berbuat nekat.
"Enggak (bukan menabuh genderang perang). Ini dampak perburuan dari Densus. Kepanikan mereka ini," tuturnya.
Soal meluasnya aksi dari Surabaya ke Riau, Harits mengakui bila jaringan kelompok teroris itu memang ada di seluruh wilayah Indonesia. Mereka sudah berdiaspora meskipun dalam jumlah kecil.
"Biasa sih, Lia Eden yang sesat saja pengikutnya dari mana-mana," tuturnya.
Lebih dari itu, Harits memperkirakan akan ada aksi teror lagi di tanah air. Mengenai di mana lokasinya, dia menjawab: di mana saja para teroris tersebut berada.
Baca: Video Detik-detik Mencekam saat Teroris Serang Polda Riau
Pernyataan Harits mengenai tidak adanya genderang perang sama dengan analisa Kepala Kantor Staf Presiden atau KSP Moeldoko. Mantan Panglima TNI itu juga berpendapat bahwa jaringan teroris saat ini sedang mengalami tekanan karena diburu kepolisian usai kejadian teror di tiga gereja Surabaya, rusun Wonocolo Sidoarjo, serta Mapolrestabes Surabaya.
Tekanan itu lantas direspons lagi dengan serangan terhadap kepolisian dalam hal ini di Mapolda Riau.
"Kepolisian sedang menekan. Jadi ada reaksi (berupa serangan di Riau). Sudah hukum alam seperti itu," kata Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, 16 Mei 2018.
Polri selanjutnya akan merespons serangan terakhir itu dengan kembali memburu para teroris. Moeldoko meminta masyarakat tetap yakin bahwa kondisi negara akan terus aman karena polisi tak pernah merasa gentar akan aksi para teroris.
"Kita serahkan ke kepolisian, kepolisian sekarang sedang melakukan kegiatan (perburuan teroris)," ujar Moeldoko.
Dia juga memastikan meskipun terjadi teror beruntun pemerintah tidak akan mengevaluasi posisi Kepala Badan Intelijen Negara Budi Gunawan. Ia menegaskan bahwa lembaga-lembaga terkait keamanan dan pertahanan saat ini terus bekerja optimal untuk menjaga stabilitas keamanan negara.
Baca: JK: Teroris Pasti Masuk Neraka
Sementara itu, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengakui kelompok teroris yang beraksi itu merupakan orang-orang yang terlatih. Mereka bisa mendeteksi intelijen, dan mampu menghindari deteksi polisi.
Namun, Tito menegaskan bahwa mereka bukanlah kelompok yang besar. Mereka hanya sel-sel kecil karena itu tidak akan bisa mengalahkan negara, Polri, TNI, dan rakyat Indonesia.
"Yang jelas kita harus bersatu padu, dan mohon dukungan semua pihak agar kami dapat melakukan tindakan-tindakan," tutur Tito.
Tito juga berharap revisi UU Nomor 15 tahun 2013 tentang terorisme segera diselesaikan. Dan bila perlu, dia mendorong Presiden Jokowi untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Anti-Terorisme.
Senada, Wakapolri Komjen Pol Syafruddin menyatakan bahwa bangsa Indonesia harus bersatu padu untuk melawan aksi terorisme ini. Dia mengajak semua anggota kepolisian untuk melaksanakan tugas dengan profesional dalam melakukan penjagaan, patroli, pengawalan, antisipasi, atau deteksi dini.
Selain itu, dia meminta masyarakat tetap tenang, waspada. Kemudian mengimbau mereka agar memberikan informasi kepada polisi, TNI, apabila menemukan keanehan di lingkungannya.
"Insya Allah masalah ini akan kita selesaikan di hari-hari depan," kata Syafruddin.
Jangan beri toleransi
Terkait aksi terorisme di Riau, Ketua DPR, Bambang Soesatyo, mengingatkan bahwa perang terhadap kaum teroris belum berakhir. Dia menegaskan negara tidak boleh lengah dalam melindungi masyarakat beserta seluruh tumpah darah tanah air Indonesia.
Bamsoet mendesak pemerintah tidak memberikan toleransi sedikit pun kepada gerakan radikalisasi dan terorisme yang mengancam NKRI. DPR bersama pemerintah akan segera menyelesaikan revisi RUU Anti-Terorisme pada bulan Mei.
Politikus Partai Golkar itu juga meminta warga masyarakat tetap tenang dan waspada terhadap lingkungan sekitarnya. Ia mengimbau mereka melaporkan segera jika ada sesuatu yang mencurigakan ke pihak keamanan.