Rusuh Mako Brimob, Bom Waktu Penjara Teroris
- ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
VIVA – Insiden mencekam terjadi di Rumah Tahanan Markas Komando Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, Selasa malam, 8 Mei 2018. Kericuhan yang berlanjut hingga Rabu dini hari itu terjadi antara narapidana kasus tindak pidana terorisme dengan petugas kepolisian.
Insiden ini menewaskan enam orang dengan rincian lima polisi yang juga anggota Detasemen Khusus 88 Antiteror serta satu napi teroris. Satu napi ditembak petugas karena melawan dan berupaya merebut senjata api. Sementara, lima polisi tewas karena aksi penyerangan para napi teroris yang sebagian besar menggunakan senjata tajam.
Aksi napi teroris ini berlanjut dengan menyandera salah seorang polisi yaitu Brigadir Kepala Iwan Sarjana. Lebih 1 x 24 jam, polisi belum bisa mengendalikan konsisi Rutan Mako Brimob. Hingga pukul 02.00 WIB, Kamis, 10 Mei 2018, pihak Polri masih bernegosiasi dengan napi teroris.
Proses negosiasi dengan napi teroris sampai Kamis dini hari dilakukan dengan alat bantu komunikasi yang diberikan tim negosiasi dari polisi. Cara ini dilakukan karena polisi belum bisa mendekat area blok yang dikuasai napi teroris.
"Mereka (napi teroris) bersenjata. Ada juga yang memakai senjata tajam. Mereka (napi teroris) kuasai blok A,B, dan C. Kami pakai pendekatan persuasif dengan tim negotiator," kata Kepala Divisi Humas Polri, Inspektur Jenderal Setyo Wasisto di Mako Berimob, Rabu malam, 9 Mei 2018.
Kengototan para napi teroris ini membuat proses negosiasi berlangsung lama, dan area Mako Brimob sejauh ini terus dijaga dengan pengamanan ketat.
Sementara, kondisi terakhir Bripka Iwan Sarjana yang disandera berhasil dibebaskan. Tim negosiasi akhirnya bisa membujuk untuk membebaskan Iwan pada Kamis, 10 Mei, dini hari. Dilaporkan, Iwan saat ini sudah dibawa ke RS Polri Pusat Said Sukanto untuk perawatan intensif.
"Sandera atas nama brigadir Iwan Sarjana sudah bisa dibebaskan, dalam keadaan hidup. Kondisi luka-luka lebam di muka dan beberapa bagian tubuhnya," ujar Setyo.
Pihak Polri menjelaskan awal kejadian diduga dipicu masalah makanan tahanan. Saat itu, regu petugas sedang patroli melakukan pengecekan makanan yang ada di kamar rutan. Namun, ada salah seorang napi di blok C yang mempertanyakan titipan makanan dari keluarganya.
"Dicari makanannya tidak ada dan bikin ribut sehingga memicu aksi napi yang lain," ujar Setyo.
Baca: Identitas Lima Polisi yang Tewas saat Kerusuhan Mako Brimob
Aksi protes napi soal makanan ini yang diduga menjadi awal ricuh dan berujung penyerangan dan panyanderaan petugas. Terkait napi yang mau menemui terdakwa teror bom Thamrin, Aman Abdurrahman, hanya sekadar salah satu keinginan saja.
"Kalau dibilang ada hubungan (dengan Aman Abdurrahman), kemarin mereka menuntut itu. Tapi, sebetulnya awalnya yang saya katakan tadi, masalahnya sepele (makanan)," tutur Setyo.
Pola Teror ISIS
Kelompok teroris ISIS mengklaim sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap aksi teror di Mako Brimob. ISIS menyampaikan hal ini melalui Amaq News Agency yang dinamakan kantor berita dengan memproduksi berita dari ISIS dan diaktifkan melalui aplikasi Telegram. Klaim ISIS ini juga dipublikasikan melalui situs SITE.
Baca: ISIS Klaim sebagai Dalang Kerusuhan Mako Brimob
Pengamat terorisme Al Chaidar menganalisis aksi teror di Mako Brimob ada kaitan dengan ISIS. Ia menilai dari pola serangan, momentum waktu, dan tempat menjadi alasannya. Cara perlakukan napi teroris yang membunuh lima polisi juga menjadi catatan.
"Ini memang seperti pola serangan ala ISIS. Mereka ingin menunjukkan show force di markas polisi. Cara mereka menyerang juga diduga seperti pola ISIS," kata Al Chaidar saat dihubungi VIVA, Rabu, 9 Mei 2018.
Baca: Pelaku Kerusuhan Mako Brimob Live Instagram, Lihat Videonya
Dia menambahkan dengan aksi di Mako Brimob akan jadi perhatian dan sorotan luas. Mengacu dari kronologi, aksi ini dinilainya sudah direncanakan para napi teroris. Menurutnya, meski di dalam tahanan, kekuatan napi jaringan teroris ini tak bisa disepelekan.
"Ya ini kan dalam rutan. Kalau saya lihat sulit spontan, apalagi infonya ada serangan dengan senjata tajam. Mereka cari momen yang pas," ujarnya.
Kelayakan Rutan Brimob
Insiden serangan napi teroris di area Mako Brimob memicu satu hal. Kelayakan Rutan Mako Brimob Kelapa Dua, Depok yang menampung napi teroris dipertanyakan. Wakil Ketua DPR bidang politik, hukum, dan keamanan, Fadli Zon menilai sudah seharusnya ada evaluasi untuk Rutan Mako Brimob.
"Itu sudah harus. Ini kan area Mako Brimob yang merupakan pusat institusi. Harusnya aman, steril," kata Fadli saat dihubungi VIVA, Rabu, 9 Mei 2018.
Baca: Fadli Zon: Mako Brimob Saja Rusuh, Bagaimana di Lapas Lain
Dia mengatakan beberapa kali Rutan Mako Brimob menjadi sorotan karena aksi kericuhan. Dan, insiden serangan napi teroris ini seharusnya menjadi catatan penting. Selain itu, ia mempertanyakan cara napi teroris yang bisa menyerang hingga menyandera polisi.
"Teroris dengan kemampuan itu baiknya dipisahkan. Jangan disatukan dalam satu area. Nah, apakah Rutan Brimob ini masih pantas tampung tahanan teroris," ujar Fadli.
Pendapat sama disuarakan pengamat terorisme Al Chaidar. Menurutnya, manajemen kontrol dan sistem keamanan Rutan Mako Brimob buruk. Ia menyoroti beberapa kali kerusuhan yang disebabkan tahanan. Bagi dia, aksi napi teroris ini yang terburuk di Mako Brimob.
"Ini manajemen sistem pengemanan Rutan Brimob yang jelek. Ini yang terparah karena aksi teror. Kalau teroris ditampung ya seperti bom waktu saja, suatu saat seperti sekarang," ujar Al Chaidar.
Baca: Polri Usut Live Instagram Napi Teroris Mako Brimob
Dia mengatakan ada baiknya, dalam menampung tahanan tindak pidana terorisme dilengkapi dengan keamanan maksimal. Lokasi yang layak seperti lembaga pemasyarakatan khusus namun punya kapasitas tampung yang wajar.
"Jangan tampung tahanan terorisme bejubel. Mereka pola pikirnya keras dan ekstrem. Tak bisa disamakan dengan tahanan tindak pidana lainnya," kata Al Chaidar.
Virus Radikal
Wakil Presiden RI Jusuf Kalla mengutuk aksi napi teroris yang menyerang dan menyandera polisi. Menurut JK, memang perlu penanganan khusus terhadap tahanan terorisme.
JK mengatakan disatukannya para teroris dalam satu tahanan memiliki potensi berbahaya saling menyebarkan pemahaman radikalnya. Potensi bahaya ini membuat mereka bersatu hingga bisa memicu kerusuhan seperti yang terjadi di Mako Brimob sejak Selasa malam, 8 Mei 2018.
"Memang, kalau teroris digabung menjadi satu, jadi universitas," ujar JK di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu, 9 Mei 2018.
Kendati demikian, di sisi lain, JK menyebut jika para teroris tidak ditahan di tempat yang sama, justru dikhawatirkan membuat mereka menyebarkan paham radikalnya kepada tahanan non-terorisme. "Kalau dipecah-pecah jadi virus," kata JK.
Pihak Direktorat Jenderal Lembaga Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM mengambil pelajaran dari kericuhan di Rutan Mako Brimob. Ditjen PAS memerintahkan agar para Kepala Lapas serta jajarannya waspada dan siaga.
"Dirjen pemasyarakatan memerintahkan para Kepala Lapas dan jajarannya agar waspada dan siaga sebagai tindakan antisipasi agar tidak terjadi aksi kerusuhan serupa seperti yang terjadi di Mako Brimob," kata Kepala Bagian Humas Ditjen Permasyarakatan Kemenkumham Ade Kusmanto kepada VIVA, Rabu 9 Mei 2018.
Dia menjelaskan langkah-langkah yang dilakukan agar kejadian tersebut tak terulang kembali. Salah satunya dengan melaksanakan tugas sesuai standar operasional prosedur. Koordinasi dan sinergi dilakukan dengan TNI/Polri serta Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
"Kemudian lakukan razia dan penggeledahan secara rutin dan insidentil dengan persuasif dan penuh kehati-hatian," katanya. (umi)