Siap Siaga Tsunami Besar
- REUTERS
VIVA – Januari lalu Jakarta dan sekitarnya dihebohkan getaran gempa Banten. Kekuatannya sekitar 5 SR. Warga ibukota pun panik berhamburan dari gedung-gedung perkantoran.
Dua bulan kemudian, publik juga dibuat was-was serta panik dengan potensi tsunami besar yang bisa menerjang Pandegang, Banten. Gelombang tsunami setinggi 57 meter berpotensi menerjang wilayah pantai Pandeglang.
Tsunami besar itu bukan ramalan, hanya prediksi berbasis simulasi. Sebab belum ada teknologi yang bisa mendeteksi terjadinya gempa dan tsunami sejauh ini. Tsunami besar 57 meter itu mengemuka dalam Peringatan Hari Meteorologi Dunia ke-68 pada tahun ini.
Peneliti tsunami Balai Pengkajian Dinamika Pantai Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Widjokongko, merupakan pakar yang menyampaikan potensi tsunami besar tersebut.
Dia memaparkan, tsunami besar 57 meter di Pandeglang akan terjadi bila ada gempa tiga megathrust bersamaan di wilayah pantai selatan Jawa bagian barat. Tiga gempa megathrust yang dimaksud yakni Segmen Enggano, Segmen Selat Sunda dan Segmen Jawa Barat dan Tengah.
Sumber gempa megathrust di Jawa bagian barat bisa dilihat dari skenario gabungan tiga segmen tersebut. Komposisinya Segmen Enggano paling barat, Segmen Selat Sunda di tengah dan Segmen Jawa Barat dan Tengah pada timur.
Segmen Enggano merupakan segmen megathrust sepanjang 250 kilometer dengan lebar 200 kilometer. Kombinasinya dengan segmen Selat Sunda dan segmen Jawa Barat membuatnya berkemampuan memproduksi gempa akbar dengan magnitudo maksimum 9,1.
Segmen Jawa Barat merupakan segmen megathrust sepanjang 320 kilometer dengan lebar 200 kilometer. Kombinasinya dengan segmen Selat Sunda dan segmen Enggano membuatnya berkemampuan memproduksi gempa akbar dengan magnitudo maksimum 9,1.
Segmen Selat Sunda merupakan segmen megathrust sepanjang 280 kilometer dengan lebar 200 kilometer. Kombinasinya dengan segmen Jawa Barat dan segmen Enggano membuatnya berkemampuan memproduksi gempa akbar dengan magnitudo maksimum 9,1.
Dalam modelingnya tersebut, ia menyajikan enam simulasi yang melibatkan tiga segmen tersebut. Widjo mengestimasikan, jika terjadi gempa megathrust di tiga sumber tersebut, melalui hasil simulasi model komputer dari skenario terburuk ini, mengindikasikan ketinggian tsunami di wilayah pantai utara Jawa Bagian Barat maksimum mencapai 25 meter, dan di wilayah pantai barat-selatan maksimum hingga 50 meter.
Widjo memaparkan, dari simulasi itu maka tsunami 57,1 meter akan sampai di Pandeglang dalam waktu 6 menit sejak terjadinya gempa. Daerah lainnya tsunami 39,4 meter dalam waktu 10 menit (Lebak Banten), tsunami 41,5 meter dalam waktu 12 menit (Sukabumi), tsunami 32,9 meter dalam waktu 16 menit (Cianjur), tsunami 30,1 meter dalam 15 menit (Garut) tsunami 28,2 meter dalam waktu 18 menit (Tasikmalaya) dan tsunami 39,8 meter dalam 16 menit (Ciamis).
"Hasil model adalah indikasi potensi tsunami. Perlu dilakukan simulasi dengan data yang lebih detail," ujar Widjo kepada VIVA, Kamis 5 April 2018.
Widjo menjelaskan, karakteristik tsunami beda tempat beda kondisi gelombang yang dihasilkan. Dia mengatakan, karakteristik tsunami tergantung pada beberapa hal. Pertama magnitude gempa yang dihasilkan, mekanisme sesar yang terjadi dan kondisi kedalaman air atau batimetrinya.
Jangan Panik
Potensi tsunami besar tersebut kemudian menyita perhatian publik setelah diberitakan. Meski hanya pemodelan, ada yang mengkhawatirkan masyarakat menelan mentah-mentah dan membuat panik.
Kepala BPPT, Unggul Priyanto menegaskan, potensi tsunami yang dipaparkan Widjo merupakan kajian pemodelan secara ilmiah. Dia meminta masyarakat tidak perlu galau dengan pemberitaan yang sensasional dan kurang lengkap.
Unggul mengatakan, belum tentu potensi tsunami yang disampaikan Widjo akan benar-benar terjadi. Dan kalau pun terjadi, kemungkinan masih dalam waktu yang lama.
Apalagi, kata Unggul, data yang dipakai dalam pemodelan Widjo adalah data batimetri sekunder, bukan data primer.
"Hal tersebut masih harus didalami lebih lanjut. Jadi belum bisa dijustifikasi pasti akan terjadi seperti itu. Hal ini pun disampaikan dalam pertemuan ilmiah untuk mencari langkah mitigasi terbaik dalam menghadapi bencana tsunami,” jelasnya.
Terkait dengan hasil kajian awal potensi tsunami di Jawa Bagian Barat yang telah disampaikan di atas, maka perlu dilakukan tindak lanjut berupa kajian dengan menggunakan data yang lebih akurat. Meskipun ini adalah hasil kajian awal, tetapi telah mengindikasikan adanya potensi ancaman tsunami yang besar di sepanjang pantai Jawa Bagian Barat.
Untuk itu, Unggul menekankan, masyarakat untuk tidak cepat panik. Pemodelan tersebut masih bersifat potensi, belum tentu terjadi. Dia mengatakan tidak ada yang bisa menentukan kapan gempa dan tsunami terjadi.
"Tidak ada yang tahu pasti masalah gempa, termasuk juga skalanya, bisa besar sekali, bisa juga tidak terjadi seperti itu,” katanya.
Unggul membandingkan Jepang yang dikenal sebagai negara yang siap secara teknologi untuk mengantisipasi bencana gempa dan tsunami saja, masih kebobolan. Jepang menunggu gempa terjadi di sekitar Tokyo, lalu setelah itu gempa di Sendai. Tapi apa yang terjadi, Gempa Tokyo yang ditunggu tidak datang, gempa malah terjadi di Sendai.
Negeri Matahari Terbit itu memang menyiapkan dinding tinggi lebih dari 8 meter, namun tsunami yang terjadi nyatanya bisa sampai 15 meter. Maka dinding di sepanjang Pantai Sendai bisa dilalui gelombang tsunami tersebut.
"Ini merupakan salah satu contoh, bahwa gempa paling sulit sekali diprediksi kapan terjadinya dan berapa besar skalanya,” ujar Unggul.
Senada dengan Unggul, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengimbau masyarakat tidak panik dan menyikapi berlebihan dengan potensi dan modeling tsunami besar tersebut.
Dia menuliskan di akun Twitternya, dalam sejarah terbentuknya kepulauan Indonesia, gempa dan tsunami pernah terjadi karena bergeraknya lempeng teknonik.
Sutopo menuturkan, waspada potensi tsunami bukan hanya fokus pada Jawa bagian barat. Sebab potensi bencana itu juga dapat terjadi di daerah lain yang berada pada zona subduksi.
"Tsunami tak dapat diprediksi pasti. Yang penting kita perlu meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi bencana. Wilayah Indonesia memang rawan gempa," katanya.
Apa yang harus dilakukan?
Mengingat potensi tsunami besar tersebut, Widjo berpandangan pemerintah perlu menjalankan program mitigasi atau pengurangan bencana tsunami.
Menurutnya perlu juga dilakukan peta risiko atau rute evakuasi, sistem peringatan dini atau tanggap darurat, sosialisasi dan pelatihan, agar bisa lebih siap menghadapi saat datangnya bencana tersebut.
Sedangkan Unggul juga meminta masyarakat untuk selalu waspada. Untuk pemangku kepentingan, Unggul meminta, agar memerhatikan aspek mitigasi di kawasan potensi bencana.
"Misalkan standar bangunan (para pengembang) di beberapa kota potensi gempa, harus diprediksi dengan ukuran gempa yang kira-kira sebesar apa potensinya. Saya juga berharap tidak muncul lagi berita yang sensasional sehingga menimbulkan kesalahpahaman dan kecemasan di masyarakat," kata dia.
Sutopo mengatakan, untuk mengantisipasi bencana, perlu peningkatan mitigasi struktural dan non struktural. Mitigasi dan kesiapsiagaan masyarakat harus diperkuat.
"Sosialisasi, penataan ruang, mitigasi, gladi, pendidikan kebencanaan perlu ditingkatkan. Yang penting kita harus siap. Jika tidak terjadi tsunami tidak masalah tetapi semuanya siap mengantisipasi," tuturnya.
Pengguna internet merespons soal kesiapsiagaan masyarakat menghadapi bencana tsunami dan gempa. Sebagian besar menilai edukasi antisipasi tsunami masih minim, informasi soal risiko tsunami juga demikian.