Hiruk-Pikuk Sopir Transportasi Online

sorot ojek online - transportasi online - unjukrasa aksi tolak.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Didik Suhartono

VIVA – Beberapa hari belakangan ratusan sopir atau pengemudi online menggelar demonstrasi di sejumlah daerah. Mereka menggelar unjuk rasa guna memprotes sejumlah kebijakan perusahaan transportasi online, Gojek, Grab dan Uber, yang dianggap merugikan mereka.

Salah satu tuntutan mereka adalah rasionalisasi tarif dan besaran uang insentif. Para mitra transportasi online ini merasa dirugikan dengan kebijakan perusahaan yang terus memotong insentif atau menambah kuota, dengan dalih pengemudi bisa mendapatkan insentif.

Perwakilan demonstran pengemudi online kemudian diterima Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa, 27 Maret 2018. Mereka meminta pemerintah agar standar tarif untuk jenis angkutan yang tergolong baru itu dinaikkan.

Tarif standar rata-rata yang saat ini berlaku di tiga perusahaan transportasi online, Gojek, Grab, dan Uber, sebesar Rp1.600 per kilometer. Hal ini dianggap terlalu murah dan meminta standar tarif Rp2.500 per kilometernya.

Ojek Online di Samarinda Mogok Juga, Angkot Ketiban Rezeki

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pun mengakuinya. Menurut dia, kalau mengantar penumpang sejauh enam kilometer, lalu dikalikan Rp1.600, maka pengemudi hanya mendapat sekitar Rp10 ribu. "Jadi mereka merasa kurang," ujar Budi, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.

Perubahan Zaman

Di mata pengamat transportasi Institut Teknologi Bandung, Ofyar Zainuddin Tamin, kisruh pengemudi online seharusnya tidak sampai ke Presiden, hanya berhenti di Menteri Perhubungan.

"Keberadaan ojek dan taksi online ini atas permintaan masyarakat. Tidak bisa dihindari lagi karena perubahan zaman. Meski begitu, memang harus ada pemisahan antara ranah transportasi online dengan konvensional," kata Ofyar kepada VIVA, Selasa malam.

Kolaborasi Pertama Head & Shoulders dan Grab Indonesia Lewat Kampanye "Kalem Pake Helm"

Kisruh ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Berdasarkan data yang dikelola, tiga negara di Asia Tenggara berhasil 'memisahkan' transportasi online dan konvensional.

Ojek online Uber dan Grab.

Grab Indonesia Tegaskan Ekonomi Indonesia Tumbuh Positif Angin Segar Bagi Industri

Ketiganya adalah Malaysia, Singapura dan Filipina. Para pengemudi online di Negeri Jiran harus menjalani proses ketat sebelum mendapatkan kartu khusus untuk mengoperasikan mobil mereka sebagai taksi online.

Aturan ini diterapkan guna melindungi penumpang dari risiko keamanan yang muncul karena taksi tak berizin. Jika seorang pengemudi online nekat untuk beroperasi tanpa memiliki kartu khusus, ancamannya denda dengan nilai yang besar.

Daftar Mobil yang Cocok Buat Taksi Online, Segini Cicilan Per Bulannya

Selanjutnya Singapura. Pengemudi online di sana juga harus memiliki izin khusus yang disebut dengan Private Hire Car Driver’s Vocational Licence (PDVL). Mirip dengan yang diterapkan di Malaysia.

Hanya saja, mereka diharuskan memasang stiker khusus di bagian atas kaca depan dan kaca belakang mobil yang digunakan.

Saling ‘Gigit’

Terakhir Filipina. Pemerintah Kota Manila mengharuskan para pengemudi taksi online terdaftar dalam salah satu perusahaan transportasi online yang beroperasi di sana, baik Grab maupun Uber.

Mobil yang digunakan untuk mengangkut penumpang tidak boleh berusia lebih dari 7 tahun dan harus dilengkapi dengan sistem navigasi (global positioning system/GPS).

Sejumlah pengojek online menggelar aksi damai di depan kantor Go-Jek Denpasar, menuntut perusahaan memperbaiki sistem aplikasi, memaksimalkan pemasaran dan membuat program pelatihan peningkatan mutu serta mitra Go-Jek sehingga tidak merugikan sopir.

Keluhan lain yang dikemukakan pengemudi online adalah kebijakan perusahaan yang terus menerima pengemudi baru. Padahal jumlah pengemudi sudah banyak, sehingga berimbas ke berkurangnya pendapatan. Menurut Ofyar ini bagian dari persaingan bisnis transportasi online.

"Sesama taksi online saling 'gigit.' Itu lumrah. Sesama pengemudi akan pilih, kalau enggak tetap atau pindah ke kompetitor. Jadi ada keseimbangan baru. Kalau transportasi konvensional tidak berubah, lama-lama bakal mati," paparnya.

Lantas, bagaimana respons perusahaan, terutama sejak penggabungan Uber dan Grab pada Senin 26 Maret lalu? Dengan dileburnya Uber, seluruh operasional dan asetnya akan beralih ke Grab, termasuk mitra pengemudi.

Managing Director Grab Indonesia, Ridzki Kramadibrata, menegaskan, masa transisi ini akan dilakukan secara adil bagi mitra Uber.

Sementara itu, Grab juga memastikan, mitra dan pengguna aplikasi tersebut akan mendapatkan benefit lebih hasil dari akuisisi ini. Sehingga tidak ada yang dirugikan.

"Akuisisi Grab terhadap Uber, berarti kami akan menciptakan platform yang akan melayani masyarakat Indonesia dengan lebih baik," ujar Ridzki di Jakarta.

Ilustrasi Layanan taksi berbasis aplikasi online, Uber.

Ia pun menegaskan, menggabungkan kekuatan yang ada saat ini ke dalam platform terpadu yang melayani kebutuhan perjalanan, pengantaran, dan pembayaran jutaan orang pelanggannya, yang saat ini diketahui telah melayani 117 kota di Indonesia.

Uber Gabung Grab, Bos Gojek Minta Maaf

"Dengan jumlah mitra yang lebih besar (suplai) di platform kami, kebutuhan transportasi penumpang (permintaan) akan lebih cepat terpenuhi," tuturnya.

Senada, Chief Executive Officer Uber, Dara Khosrowshahi mengklaim, akuisisi operasional perusahaannya oleh Grab memang tidak mudah dan perlu adaptasi. Namun keputusan ini bakal cerah bagi masa depan.

"Ini memang bukan keputusan yang mudah dan saya tahu ini berarti perubahan besar bagi Anda dan keluarga Anda. Tapi saya percaya menggabungkan kekuatan dengan Grab adalah hal yang tepat untuk dilakukan Uber untuk jangka panjang," kata Dara, dalam e-mailnya ke karyawan Uber Asia Tenggara.

Dalam e-mail tersebut, bos Uber itu menyampaikan terima kasih atas kerja keras tim Uber di Asia Tenggara yang telah mengembangkan layanan sampai pada titik terbaiknya.

profil tokoh Nadiem Makarim

Menurut Dara, pencapaian Uber di Asia Tenggara merupakan kontribusi semua karyawan serta mitra pengemudi. "Pertumbuhan dan kesuksesan kita di Asia Tenggara tak akan mungkin terjadi tanpa tim yang luar biasa ini," tuturnya.

Bos Uber itu juga mengatakan 500 karyawan Uber di Asia Tenggara akan ikut transisi masuk ke tim Grab. Selain itu, dalam beberapa pekan ke depan, Uber akan membantu mentransisi pelanggan mereka ke Grab.

Sementara Bos Gojek, Nadiem Makarim, enggan berkomentar atas aksi korporasi tersebut. "Maaf ya, maaf mau rapat. Saya belum bisa berkomentar," ujar Nadiem. (one)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya