Zaini Menjemput Maut di Arab Saudi
- VIVA/Fajar Ginanjar Mukti
VIVA – Empat belas tahun dipenjara di negeri asing, nyawa Zaini putus, kepalanya dipancung Saudi. TKI asal Bangkalan tersebut divonis membinasakan majikannya. Anehnya, setelah 5 tahun dikurung, barulah hak akses kekonsuleran Zaini dibuka. Itu pun setelah palu hakim mengetuk azab atas hayatnya.
Sungguh mengejutkan bagi masyarakat Indonesia kala saudara sebangsa ternyata sudah dieksekusi mati pada Minggu, 19 Maret 2018 di Timur Tengah. Muhammad Zaini Misrin, tenaga kerja Indonesia atau TKI diketahui awalnya bekerja sebagai sopir di Saudi. Namun tahun 2004, dia tertimpa kasus hukum. Zaini dituduh membunuh majikannya yang bernama Abdullah bin Umar Muhammad Al Sindu.
Tak lama setelah kejadian maut itu, Zaini langsung ditahan polisi setempat. Namun penahanan TKI itu cenderung tertutup karena tak adanya informasi resmi dari negara Saudi.
Setelah vonis mati diputus hakim pada tahun 2009, Zaini baru mendapatkan akses pendampingan dari KBRI Riyadh. Namun proses hukum yang berat membuat KBRI meminta agar Kemlu RI sebagai induknya, turun tangan meminta pengampunan atas Zaini.
Pula belakangan ternyata diketahui bahwa KBRI sedang memohonkan proses Peninjauan Kembali alias PK kepada Saudi dengan adanya pengajuan novum atau bukti baru. Mirisnya, di tengah proses PK ini, Zaini dieksekusi mati tanpa adanya notifikasi kepada pemerintah RI.
Migrant Care, lembaga swadaya masyarakat yang memperhatikan para pekerja migran Indonesia yang menyuarakan tewasnya Zaini di pancungan negara Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud. Migrant Care juga mengungkap betapa tidak terbukanya proses hukum terhadap Zaini. Hingga proses vonis tahun 2009, dia tidak diberi akses didampingi KJRI. Zaini hanya diberikan penerjemah Saudi yang bisa berbahasa Indonesia namun disebut terkesan memaksanya mengakui pembunuhan.
Setelah KBRI diberi akses pada 2009, Migrant Care menilai pemerintah lalu melakukan berbagai upaya untuk menyelamatkan Zaini. Permohonan sidang banding dilakukan sejak Oktober 2009. Kemudian pada tahun 2011 hingga 2014, KBRI meminta agar dilakukan kembali investigasi dalam upaya banding kasus Zaini yang diduga sebelumnya dalam tekanan hingga terpaksa mengakui dia membunuh.
Level kepala negara juga turun tangan. Pada kunjungan Presiden Jokowi September 2015 ke Saudi, Jokowi membicarakan nasib para TKI yang divonis mati di Saudi agar dapat ditinjau kembali. Dia meminta pengampunan warga negaranya kepada Raja Arab.
Tak berhenti di situ, permohonan kembali diungkapkan Jokowi kepada Raja Salman yang bertandang ke Indonesia pada tahun 2017. Presiden bahkan pada November 2017 kembali bersurat meminta pengampunan atas nyawa para terpidana. Sayangnya, kabar eksekusi mati Zaini yang kemudian menjadi jawaban Saudi.
“Tidak pernah ada akses kekonsuleran, bantuan hukum, penerjemah yang imparsial. Padahal itu merupakan hal vital bagi siapa pun yang menghadapi peradilan dengan ancaman hukuman mati,” kata Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo di Jakarta, Senin 19 Maret 2018.
Migrant Care menuding bahwa Saudi yang melakukan eksekusi sudah melabrak Tata Hukum Internasional.
Pertama, Saudi tidak memberi akses pendampingan terhadap warga negara asing yang tersangkut kasus hukum di negaranya. Kedua, Saudi tidak memberikan notifikasi mengenai akan adanya eksekusi mati kepada pemerintah negara asal terpidana. Ketiga, pada saat ini diketahui bahwa proses hukum Zaini sedang dalam PK dengan munculnya novum baru. Oleh karena itu, eksekusi seharusnya belumlah final.
“Pada saat Zaini dieksekusi kemarin, tidak ada notifikasi yang diberikan kepada pemerintah. Bahkan pihak Kemenlu mendapat informasi dari sumber-sumber tidak resmi. Jelas ini pengingkaran, pelanggaran Tata Hukum Internasional dilakukan pemerintah Saudi Arabia,” lanjut Wahyu.
Hitung Mundur Menjemput Maut
Merujuk pada data Kementerian Luar Negeri RI, terdapat 142 warga Indonesia yang sedang menghitung mundur waktu kematian setelah mendapatkan vonis mati di berbagai negara di dunia saat ini. Ada 23 orang yang berada di Saudi dan Zaini adalah salah satu di antaranya.
Saat ini, masih ada TKW Tuti Tursilawati dan Eti binti Toyib asal Jawa Barat yang juga di ujung ancaman hukum penggal.
Sementara pada 2015, Saudi juga menghukum mati Siti Zainab, WNI asal Bangkalan akibat kasus pembunuhan yang dituduhkan kepadanya pada tahun 1999. Tak berselang lama pada tahun yang sama, TKW Karni binti Medi juga meregang nyawa di tangan otoritas Saudi sebagaimana dilansir BBC.
“Eksekusi mati juga menimpa Yanti Iriyanti pada 2008 dan Ruyati pada 2011,” kata Wahyu Susilo.
Bengis
Saudi memang dikenal kaku dan bengis atas orang-orang yang tersangkut hukum di negeri tersebut. Dibandingkan negara-negara lain di dunia, Saudi ada di posisi ketiga yang paling getol menghukum mati setelah China dan Iran.
Belakangan, jumlah eksekusi mati di negara itu secara statistik naik, seakan Saudi ingin “membersihkan” kasus-kasus yang dianggap masih ditahan pada masa Raja Abdullah sebelumnya.
Saat ini diketahui bahwa Putra Mahkota Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman alias MBS merupakan orang paling berpengaruh di negara itu yang sudah memulai berbagai reformasi dalam bidang kebijakan publik dan ekonomi. Namun soal hukum, ternyata Pangeran Mohammad bin Salman justru mempercepat eksekusi bagi
para tervonis mati di negaranya.
Menurut organisasi HAM, Reprieve, peningkatan eksekusi mati di Saudi terjadi sejak Pangeran MBS dikukuhkan menjadi Putra Mahkota pada Juli 2017.
Data Reprieve, pada rentang waktu Juli 2017 hingga Maret 2018, sudah ada 133 eksekusi mati di Arab Saudi termasuk di dalamnya WNI dan warga negara lainnya. Pada Februari 2018 lalu, laman New Indian Express juga memberitakan bahwa Saudi menebas mati empat orang hukuman asal Pakistan yang masuk dalam 20 orang yang dihukum mata pada awal tahun 2018 itu.
Jumlah eksekusi mati di Saudi tahun 2016 hingga 2017 yaitu 67 eksekusi, setengah jumlah pada rentang tahun yang sama pada 2017 ke tahun 2018 yaitu 133 orang.
Protes kepada ‘Sahabat’
Kementerian Luar Negeri RI menyayangkan eksekusi mati yang sudah dilakukan Saudi terhadap Zaini. Hari ini, Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Kemlu RI, Lalu Muhammad Iqbal mengatakan, Kemlu sudah memanggil Dubes Saudi untuk Indonesia untuk meminta penjelasan. Selain itu, Indonesia juga sudah menyampaikan nota protes.
Iqbal mengatakan, memang dalam hukum dan aturan Saudi, tak ada kewajiban bagi pemerintah negaranya untuk menyampaikan notifikasi kepada negara asal terpidana atas waktu eksekusi. Namun RI sebenarnya berharap bahwa Saudi yang selama ini memiliki hubungan baik dan dianggap sahabat oleh RI memiliki itikad baik soal kasus hukum ini.
Apalagi PK sudah diajukan pihak KJRI dan KBRI sebanyak dua kali yakni pada tahun 2017 dan terakhir pada Januari 2018. Sekalipun permohonan PK pada tahun lalu ditolak namun PK yang diajukan pada Januari 2018 untuk Zaini masih menggantung dan belum ditolak resmi oleh otoritas Saudi.
“Besok Dubes kita di Riyadh akan sampaikan nota yang sama kepada Kemlu Saudi,” kata Iqbal soal nota protes tersebut.
Dia menyebutkan bahwa advokasi dan permohonan maaf terhadap Zaini dan TKI tervonis mati lainnya sudah dilakukan secara resmi tiga kali oleh Presiden RI. Yang pertama pernah dimohonkan Presiden SBY melalui surat. Sementara dua kali dimohonkan oleh Presiden Jokowi.
Pemerintah RI menurut Iqbal benar-benar terkejut dengan eksekusi mati Zaini. Hari ini, Direktur Perlindungan WNI itu juga telah mendatangi keluarga TKI nahas tersebut ke Bangkalan, Jawa Timur.
Sayangnya, istri Zaini diketahui saat ini masih bekerja di Jeddah. Sementara dua orang anak dan kerabat lainnya berada di Bangkalan. Pemerintah Indonesia menyampaikan dukacita yang mendalam atas kematian Zaini. Dua anaknya kini harus menerima kenyataan bahwa ayah mereka sudah tiada, dipenggal di negeri orang.