Taksi Online di Ujung Masa Transisi
- VIVA.co.id/ Irwandi Arsyad.
VIVA – Ribuan pengemudi taksi online berkumpul di lapangan IRTI, Monas, Jakarta, Senin, 29 Januari 2018. Massa yang mengatasnamakan Aliansi Nasional Driver Online (Aliando) itu datang dari berbagai daerah di Tanah Air.
Mereka lantas berbondong-bondong jalan kaki ke Istana Negara dan Kementerian Perhubungan.
Massa berdemo menuntut menteri perhubungan mencabut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Sekira 2.300 personel gabungan dari unsur Polri dan TNI dikerahkan untuk mengamankan jalannya demonstrasi itu.
Para pengemudi menolak peraturan itu lantaran dianggap sangat merugikan mereka. Beberapa poin yang dianggap memberatkan, di antaranya soal pembentukan koperasi yang dinilai akan memakan waktu dan biaya.
Syarat pembuatan SIM A umum dan uji KIR yang juga dianggap berat lantaran harganya terlalu mahal. "Tolak keseluruhan Permenhub 108," kata Koordinator Aliando, Baja.
Sebanyak 15 orang perwakilan pengunjuk rasa lantas bertemu Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Dari pertemuan itu, Budi memahami aspirasi dari para pengunjuk rasa. Dia pun berjanji akan melakukan sejumlah langkah.
Pertama, Kemenhub akan membicarakan soal aplikasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Kedua, pihaknya akan berbicara dengan aplikator berkaitan dengan hal-hal yang penting untuk diatur.
Ketiga, Kemenhub akan bertemu dengan Kepolisian RI untuk membahas SIM menjadi murah.
Dengan permenhub itu, pemerintah justru menganggap telah memberikan kesetaraan antara taksi konvensional dan online. Para pengemudi pun memiliki dasar hukum untuk berkendara, serta lebih aman.
“Kalau tidak ada landasan hukumnya, mereka bisa dikejar-kejar oleh siapa pun itu. Jadi, sadari itu," kata Menteri Budi, di Tangerang, Minggu, 28 Januari 2018.
Dalam keterangan tertulis, Dirjen Perhubungan Darat Budi Setiya menyebutkan, sejumlah pihak telah mendukung peraturan itu. Mereka di antaranya Asosiasi pengemudi angkutan sewa khusus (ASK) yang diwakili Asosiasi Driver Online (ADO) dan Pengemudi Angkutan Sewa (PAS). Aplikator penyedia aplikasi seperti Grab dan Uber, juga mendukung pemberlakuan aturan itu.
Saat ini, menurut Managing Director Grab Indonesia, Ridzki Kramadibrata, Grab dalam upaya berdiskusi dengan Kementerian Perhubungan. Pihaknya telah menyampaikan beberapa kesulitan teknis yang ditemui para mitranya.
“Pemerintah menanggapi positif dan setuju membantu kami untuk mencari solusi,” ujarnya.
Keberadaan permenhub itu pun mendapat respons positif sejumlah pakar. Ketua Dewan Pakar Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Danang Parikesit, misalnya. Menurut dia, Permenhub 108/2017 tersebut merupakan langkah maju pemerintah untuk mengatur sistem transportasi online di Indonesia.
Semua elemen harus diatur mulai dari pengemudinya, aspek keselamatan hingga tata cara untuk memberikan layanan. Semuanya harus difokuskan kepada masyarakat pengguna, bukan dari sisi kepentingan pengusaha.
"Pemerintah enggak boleh mundur, harus konsisten," kata Danang di Jakarta, Rabu, 24 Januari 2018.
Pendapat senada dikemukakan pengamat transportasi Darmaningtyas. Dia mendorong pemerintah untuk tidak mundur dalam menerapkan Permenhub Nomor 108 Tahun 2017 tersebut. Meskipun saat ini ada tekanan dari pengusaha maupun pengemudi taksi online.
"Yang digugat itu kan seperti aturan kuota, stiker, tarif, terus KIR itu yang perlu, jadi menurut saya posisi pemerintah harus tegas," ujarnya.
Akhir Masa Transisi
Permenhub Nomor 108/2017 itu terbit pada 1 November 2017. Namun, peraturan itu tidak serta merta diterapkan, melainkan ada masa transisi lebih dulu selama tiga bulan. Masa transisi akan berakhir pada akhir Januari 2018. Artinya, pada 1 Februari 2018, aturan ini sudah efektif diberlakukan untuk angkutan online, khususnya roda empat.
Permenhub Nomor 108 Tahun 2017 itu terbit menggantikan Permenhub Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Sebab, Mahkamah Agung telah mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiil Permenhub 26/2017 itu pada 20 Juni 2017.
Adalah Sutarno, Endru Valianto Nugroho, Lie Herman Susanto, Iwanto, Johanes Bayu Sarwo Aji, dan Antonius Handoyo yang mengajukan permohonan uji materiil tersebut.
Dalam putusannya, MA menilai Permenhub Nomor 26 Tahun 2017 bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Seperti bertentangan dengan prinsip demokrasi ekonomi yang berkeadilan, serta kesepakatan antara pengguna jasa dan usaha angkutan sewa khusus.
Ada beberapa revisi dalam Permenhub Nomor 108/2017 tersebut. Di antaranya soal argometer taksi, tarif, kuota, wilayah operasi, dan perencanaan kebutuhan kendaraan. Kemudian, persyaratan minimal kepemilikan kendaraan, bukti pemilikan kendaraan bermotor domisili Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB), salinan Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT).
Saat ini, Kementerian Perhubungan telah menetapkan batasan maksimal kuota taksi online di 12 wilayah sebanyak 83.906 kendaraan. Penyebaran kuota tersebut, di antaranya Jabodetabek diberi kuota 36.510 kendaraan, Jawa Barat 15.418 kendaraan, Jawa Tengah 4.935 kendaraan, dan Jawa Timur 4.445 kendaraan.
Berdasarkan jumlah itu, taksi online yang sudah mengajukan persetujuan izin sejumlah 9.437 unit. Sementara itu, yang telah memperoleh izin operasi berupa kartu pengawasan sebanyak 1.170 taksi online.
"Pemerintah memberlakukan ini untuk melindungi karena siapa lagi yang akan melindungi konsumen," ujar Kepala Sub Direktorat Angkutan Orang Ditjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Syafrin Liputo.