Eks Aktivis ICW Sebut Pilkada Surabaya Dibayangi Politik Birokrasi

Machfud Arifin dan Mujiaman mengumumkan rencana mereka mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi atas hasil pilkada Surabaya dalam konferensi pers di Surabaya, Kamis, 17 Desember 2020.
Sumber :
  • VIVA/Nur Faishal

VIVA – Pasangan calon wali kota-wakil wali kota Surabaya, Machfud Arifin-Mujiaman Sukirno, berencana mengajukan permohonan gugatan sengketa hasil Pilkada Surabaya ke Mahkamah Konstitusi. Alasannya, diduga terjadi kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif yang dilakukan oleh pasangan calon tertentu.

Respons Polri soal Putusan MK Terkait Hukuman ke Aparat Tak Netral di Pilkada

Machfud-Mujiaman menggandeng enam pengacara sebagai tim kuasa hukum. Mereka ialah mantan juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Febri Diansyah, Donal Fariz mantan aktivis ICW, Veri Junaidi, Jamil Burhan, Slamet Santoso, dan M Soleh. Mereka berangkat dari kantor pengacara Visi Integritas Law Office.

Donal mengatakan, sepintas Pilkada Surabaya berjalan secara fair dan demokratis. Namun, setelah didalami ada indikator pelanggaran yang merusak demokrasi secara fundamental. "Cara pandang orang Jakarta melihat Pilkada Surabaya itu baik-baik saja. Tapi ketika kita masuk dan mendalami, ternyata ada begitu banyak persoalan fundamental," katanya di MA Center Surabaya pada Kamis, 17 Desember 2020.

Pakar Hukum Soroti Calon Kepala Daerah Sudah Dua Periode Maju di Pilkada 2024

Baca: Sah, Eri Cahyadi Terpilih Gantikan Risma jadi Wali Kota Surabaya

Donal tak menyebutkan secara spesifik pelanggaran dan bukti apa yang sudah dikantongi sehingga berseiring dengan Machfud-Mujiaman untuk menggugat itu melalui MK. Kata dia, hal itu nantinya akan dibeberkan di MK. "Intinya, kami menilai problem terbesar dan fundamental adalah adanya mesin birokrasi kepentingan alokasi anggaran yang diduga menguntungkan paslon tertentu," katanya.

MK: Pejabat Daerah dan TNI/Polri Tak Netral di Pilkada Bisa Dipidana

Menurut Donal, Pilkada Surabaya menarik untuk didalami sekaligus berpotensi merusak substansi demokrasi. "Kalau pilkada lain, incumbent sudah berkuasa satu periode, mau maju periode kedua, itu seringkali memang menggunakan politik anggaran di birokrasi. Kasus Surabaya incumbent-nya sudah habis, tapi menggunakan pola yang menguntungkan untuk suksesor. Ini bahaya."

Ia juga menyebut bahwa terjadi kemacetan penegakan hukum selama proses Pilkada Surabaya. Indikatornya, laporan-laporan pelanggaran administratif dan pidana pemilu tidak ditindaklanjuti secara cepat dan baik oleh penyelenggara pemilu. "Sehingga akumulasi dari kecurangan itu membuat pilkada berjalan tidak fair dan penuh kecurangan yang dampaknya tentu pada hasil," kata Donal.

Rapat pleno rekapitulasi KPU Surabaya di Hotel Singgasana, Kamis 17 Desember 2020, memutuskan Eri Cahyadi-Armuji unggul dengan mengantongi 597.540 suara. Sedangkan paslon nomor urut 2, Machfud Arifin-Mujiaman Sukirno memperoleh 451.794 suara. Dengan demikian, Eri-Armuji terpilih sebagai Wali Kota-Wakil Wali Kota Surabaya lima tahun ke depan. (ase)

Ilustrasi pilkada serentak 2024

Mahasiswa Minta Pemerintah Tindak Oknum Tak Netral di Pilkada Sesuai Putusan MK

MK memutuskan pejabat daerah serta TNI/Polri dapat dijerat hukuman pidana apabila melakukan cawe-cawe atau melanggar netralitas dalam pemilihan kepala daerah atau pilkada

img_title
VIVA.co.id
22 November 2024