KPK Beri Peringatan ke Kepala Daerah Hasil Pilkada Serentak 2020

Gedung Merah-Putih KPK
Sumber :
  • vivanews/Andry Daud

VIVA – Hari pemungutan suara Pilkada Serentak 2020 telah digelar pada Rabu, 9 Desember. Siapa yang menang, sudah terlihat gambarannya dari quick count atau hitung cepat. Walau hasil akhir masih harus menunggu hasil rekapitulasi dari Komisi Pemilihan Umum.

Curahan Hati Tom Lembong Usai Praperadilannya Ditolak Hakim

Dengan hasil pilkada ini, maka akan ada kepala daerah baru atau yang melanjutkan. Untuk itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan mereka, untuk menjauhi praktik rasuah. Para kepala daerah terpilih diharapkan merupakan pemimpin yang berintegritas yang menjalankan roda pemerintahan secara transparan dan bersih dari korupsi.

"KPK tidak ingin pejabat publik yang dipilih melalui proses politik tersebut kemudian memanfaatkan jabatan publik untuk keuntungan pribadi atau kelompoknya," kata Plt Juru Bicara KPK, Ipi Maryati kepada awak media, Kamis, 10 Desember 2020.

Dugaan Kerugian Negara di Kasus PT Timah Diproses Hukum, Ahli Hukum Beri Sorotan Tajam

Baca juga: Beda Nasib Keluarga Jokowi, Ma'ruf Amin dan Prabowo di Pilkada 2020

Peringatan itu bukan tanpa alasan disampaikan KPK. Hingga Oktober 2020, KPK telah menjerat 143 kepala daerah. Terdiri dari 21 gubernur dan 122 bupati/ wali kota. Jumlah itu belum termasuk Bupati Banggai Laut Wenny Bukamo dan Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna yang ditangkap dan ditetapkan KPK sebagai tersangka beberapa waktu lalu. 

DPR Wanti-wanti KPK Jangan Jadi Alat Politik Pilkada Menyusul Penangkapan Gubernur Bengkulu

Dari jumlah itu, sebagian kepala daerah yang terjerat korupsi masih berusia muda. Misalnya saja Agung Ilmu Mangkunegara, mantan Bupati Lampung Utara yang dijerat KPK atas kasus suap proyek di Dinas PUPR dan Dinas Perdagangan Pemkab Lampung Utara. Saat dibekuk dan ditetapkan KPK sebagai tersangka pada Oktober 2019 silam, usia Agung masih 37 tahun. 

Selain Agung, terdapat nama Rita Widyasari selaku Bupati Kutai Kartanegara yang ditetapkan KPK sebagai tersangka pada 2017 atau saat masih berusia 44 tahun. Mantan Bupati Kepulauan Talaud, Sri Wahyumi Maria Manalip (42 tahun) dan mantan Gubernur Jambi, Zumi Zola (38 tahun). Bahkan, Adriatma Dwi Putra selaku Wali Kota Kendari dijerat KPK saat masih berusia 29 tahun. KPK berharap daftar kepala daerah tersandung korupsi tidak semakin bertambah panjang. 

Para kepala daerah yang terpilih dalam Pilkada Serentak 2020 diharapkan dapat menjalankan amanah masyarakat untuk kemajuan daerah yang mereka pimpin.

"KPK berharap kepala daerah terpilih akan menggunakan kewenangannya untuk menentukan kebijakan publik yang ditujukan untuk kepentingan rakyat demi kesejahteraan rakyat," kata Ipi.

Ipi mengatakan, imbauan serupa telah disampaikan KPK berulang kali dalam serangkaian kegiatan webinar pembekalan bagi peserta dan penyelenggara pilkada di 270 daerah. Melalui kegiatan tersebut, KPK memberikan pemahaman kepada calon kepala daerah tentang persoalan pokok dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang akuntabel dan bersih dari korupsi.
 
"Melalui program Pilkada Berintegritas tersebut, KPK juga telah menyampaikan potensi korupsi dan titik-titik rawan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, termasuk sejumlah kasus kepala daerah yang ditangani KPK. Harapannya, calon kepala daerah dapat menghindari risiko korupsi setelah terpilih dan menjabat," kata Ipi.

Berdasarkan pengalaman KPK dalam menangani tindak pidana korupsi, setidaknya terdapat lima modus korupsi kepala daerah. Kelima modus itu, yakni intervensi dalam kegiatan belanja daerah mulai dari pengadaan barang dan Jasa; penempatan dan pengelolaan kas daerah; pelaksanaan hibah dan bantuan sosial (bansos); pengelolaan aset; hingga penempatan modal pemda di BUMD atau pihak ketiga. 

KPK juga menemukan modus intervensi dalam penerimaan daerah mulai dari pajak daerah dan retribusi; pendapatan daerah dari pusat; sampai kerja sama dengan pihak lain. Kemudian intervensi dalam perizinan mulai dari pemberian rekomendasi; penerbitan perizinan; sampai pemerasan.

Selain itu, modus korupsi kepala daerah juga menyangkut benturan kepentingan dalam proses pengadaan barang dan jasa; rotasi, mutasi, promosi, dan rangkap jabatan. Modus korupsi lainnya, penyalahgunaan wewenang dalam proses lelang jabatan.

"KPK berharap modus-modus korupsi tersebut tidak lagi dilakukan. Sebagai upaya pencegahan, KPK akan mengawal implementasi komitmen kepala daerah terpilih dalam pemberantasan korupsi dengan menerapkan delapan area intervensi perbaikan tata kelola pemerintahan daerah," ujarnya. (lis)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya