Pilkada di Tengah Pandemi, TPS Sepi Jadi Ancaman Legalitas
VIVA – Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Didik Supriyanto berpandangan atmosfer demokratis yang terjadi di tempat pemungutan suara saat proses pencoblosan dan penghitungan suara di TPS Indonesia sesungguhnya diimpikan kalangan dunia internasional.
"Suasana TPS di Indonesia merupakan suatu hal yang diimpikan oleh banyak orang di luar negeri," kata Didik di Badung, Bali, Selasa (6/10) malam.
Berdasarkan rilis di Bali, Rabu, Didik yang selalu mengamati jalannya pemilu dan pilkada sejak 2004, dari pengalamannya melihat suasana TPS damai, penuh dengan toleransi, masyarakat berbaur dan bercanda satu sama lain.
"Belum lagi dengan sorak sorai saat penghitungan suara di TPS. Hal ini tidak terjadi di luar negeri," ucapnya.
Didik pun membandingkan kondisi TPS di Tanah Air dengan TPS yang terdapat di negara-negara demokrasi yang kondisi TPS-nya tidak semeriah yang terjadi di Indonesia.
"Di banyak negara, memang terjadi antrean panjang di TPS saat hari pencoblosan. Namun setelah menggunakan hak pilihnya, orang-orang tersebut lebih memilih untuk pulang dibandingkan berdiam diri di TPS," ujar anggota Panwaslu pada Pemilu 2004 itu.
Didik mencontohkan pemilu di Inggris. Menurut dia, setelah pihak berwenang di Inggris akan membawa kotak suara ke sebuah tempat yang mirip dengan alun-alun. Kotak suara dibuka dan dihitung di tempat tersebut.
"Tak ada transparansi di TPS. Rakyat Inggris pun tidak dapat segera mengetahui hasil dari suara yang telah digunakannya. Sedangkan TPS di Indonesia sangat transparan karena memang suara dari pemilih langsung dihitung dan ditonton oleh masyarakat," katanya.
BACA JUGA: DKPP Ungkap Perbedaan Suasana TPS Pemilu di Indonesia dengan Inggris
Kemudian ditambah pula dengan desain perhitungan yang tidak memberi ruang terjadi kecurangan atau manipulasi suara di TPS, sebab semua partai politik mengirimkan saksinya di setiap TPS.
"Praktik pemungutan dan penghitungan di TPS kita merupakan 'the best practice in the world' yang ingin sekali ditiru oleh negara-negara lain," ucap Didik.
Yang lebih membanggakan, lanjut dia, tidak ada konflik yang terjadi diantara sesama perwakilan partai politik di TPS. Oleh karena itu, kondisi TPS di Indonesia harus dipertahankan dalam pelaksanaan pilkada-pilkada atau pemilu-pemilu berikutnya.
Khusus Pilkada serentak Tahun 2020 pada 9 Desember mendatang, kata Didik, mungkin akan sangat sulit untuk melihat kondisi TPS yang cair, riuh dan semarak seperti yang terjadi dalam pesta demokrasi yang dilaksanakan sebelum pandemi COVID-19.
"Pilkada kali ini memiliki tantangan yang sangat berbeda karena harus mengutamakan aspek kesehatan, selain juga aspek-aspek demokrasi. Kami berharap para penyelenggara disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan COVID-19," katanya.
Menurut Didik, petugas harus benar-benar diedukasi dan dilatih untuk menaati protokol COVID-19 secara ketat, agar tidak menimbulkan keraguan pemilih datang ke TPS.
"Jika pemilih yang datang ke TPS itu sedikit, meskipun pemenangnya tetap dilantik tentu akan menimbulkan persoalan dari sisi legitimasi karena hanya dipilih oleh sebagian kecil pemilih," katanya.
Oleh karena itu, Didik juga mengajak insan pers untuk menjalankan fungsi kontrol sosialnya agar protokol kesehatan COVID-19 tetap berjalan secara maksimal dalam pelaksanaan Pilkada 2020. (ant)