Pilih Kotak Kosong di Pilkada dengan Calon Tunggal Tak Langgar UU

Achmad Boim, mantan ketua KPU Jakarta Pusat dan pemerhati kepemiluan
Sumber :
  • IST

VIVA – Pemerhati kepemiluan Achmad Boim mengaku turut gelisah setelah mengetahui sedikitnya 25 daerah yang diperkirakan diikuti hanya satu pasang calon dalam pilkada serentak tahun 2020. Satu pasangan kandidat di daerah-daerah itu akan melawan kolom kosong atau kotak kosong dalam pemungutan suara kelak.

MK: Pilkada Ulang Digelar Paling Lama 1 Tahun Setelah Kotak Kosong Menang

Fenomena itu, katanya, sesungguhnya gejala yang kurang menggembirakan bagi iklim berdemokrasi di Indonesia karena minim ruang kompetisi. Rakyat pun akan disajikan pilihan tunggal calon pemimpin mereka, kecuali masyarakat memberikan hak suaranya untuk kotak kosong.

Namun, Boim mengingatkan, memilih kotak kosong pun sesungguhnya tidak dilarang, dan bahkan bisa dianggap pilihan yang baik jika calon tunggal itu dinilai tak layak memimpin dengan alasan-alasan rasional tertentu. Memilih kotak kosong pun, katanya, dapat dimaknai sebagai semacam sikap protes rakyat ketika mengamati ada kekuatan-kekuatan tertentu yang berupaya mencederai demokrasi.

MK Ubah Desain Surat Suara Pilkada Calon Tunggal Jadi 'Setuju' dan 'Tidak Setuju'

“Memilih kotak kosong adalah pilihan rakyat yang berdasar UUD 1945, dan lebih tepatnya kepada mosi tidak percaya kepada kekuatan oligarki, yang memiliki uang dengan syarat kepentingan membunuh demokrasi,” katanya kepada VIVA, Kamis, 17 September 2020.

Baca: 25 Daerah Akan Melawan Kotak Kosong di Pilkada Serentak 2020

Kotak Kosong Menang, KPU Sebut Pilkada Ulang Rencananya Digelar September 2025

Dalam pilkada dengan calon tunggal melawan kotak kosong, menurut mantan ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jakarta Pusat itu, peluang kandidat tunggal untuk menang memang sangat besar. Namun, bukan mustahil calon tunggal kalah, karena pernah terjadi kotak kosong yang menang di Makassar, Sulawesi Selatan, dalam Pilkada 2018. 

Boim menolak menganalisis alasan kotak kosong yang unggul dalam pilkada Makassar pada 2018. Dia hanya berpendapat, itu satu contoh jika masyarakat menganggap calon pemimpin yang ada tidak kompeten dan tidak layak. Kalau masyarakat menganggap ada calon tunggal yang korup, misalnya, sikap memilih kotak kosong merupakan sikap yang rasional.

Bisa jadi juga, menurutnya, “itu bentuk perlawanan masyarakat dalam menentang politik dinasti dan oligarki politik, dengan cara memborong seluruh partai politik yang ada di daerah tersebut, sehingga menutup calon lain untuk mendaftar”.

Tak paham regulasi

Boim mengkritik seorang anggota DPR RI, Rudy Mas’ud, yang mencemooh jika ada orang yang memilih kotak kosong dalam pilkada dengan calon tunggal. Rudy berpendapat, kalau ada orang yang memilih kotak kosong, perlu dipertanyakan kondisi kejiwaannya. Bahkan, mengampanyekan kotak kosong saja, menurutnya, perlu dipertanyakan juga logika berpikirnya.

Boim mengingatkan, dalam Pasal 54c Ayat (2) Undang Undang Nomor 10 Tahun 2016 telah diatur tata cara pemilihan dengan calon tunggal melawan kolom kosong, yang berarti memilih kolom kosong pun merupakan tindakan yang sah. “Dalam Pasal 54D merupakan jaminan secara konsitusional bagi masyarakat dalam menentukan pilihannya,” kata ketua Komite Masyarakat Nusantara untuk Demokrasi itu.

Pernyataan Rudy Mas’ud, menurut Boim, menandakan sang legislator tidak memahami regulasi dan aturan pemilihan kepala daerah. Apalagi legislator pun berwenang membuat undang-undang. “Di sisi yang lain, yang bersangkutan merupakan kerabat dekat calon tunggal yang di Pilkada Balikpapan,” ujarnya.

“Tidak ada yang salah seseorang memilih kolom kosong, apalagi yang bersangkutan mengaitkannya dengan faktor kejiwaan seseorang,” katanya. “Sangat tendensius dan melecehkan masyarakat yang memilih kotak kosong”. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya