Survei Polmark: Politik Uang Sudah Tak Laku

Eep Syaefullah Fatah, Direktur Eksekutif Polmark.
Sumber :
  • VIVA/Ridho Permana

VIVA – Jelang Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden (Pileg dan Pilpres) 2019, lembaga survei, PolMark Indonesia menggelar diskusi terkait hasil penelitian mereka. Diskusi yang diadakan bertajuk "Pemilih Makin Mandiri, Politik Uang Tidak Efektif.”

Tolak Usulan Money Politics Dilegalkan, KPK: Itu penyakit, Menggerogoti Demokrasi Kita

CEO Polmark Indonesia, Eep Saefulloh Fatah mengatakan, dari hasil penelitian mereka, ternyata publik sudah tak tertarik dengan politik uang.  "Itulah kami perlu sampaikan, ini adalah suatu kebenaran yang bertolak-belakang dengan apa yang selama ini ada di tengah masyarakat. Bahwa politik uang itu sudah tidak lagi efektif," kata Eep di Hotel Veranda Pakubuwono, Jakarta Selatan, Selasa 18 September 2018.

Eep mengatakan, pihaknya melakukan 57 survei provinsi, 3 survei nasional dan 24 survei kota serta 58 survei kabupaten. Survei dilakukan dalam rentan waktu 6 Februari 2012 sampai dengan 11 Juni 2018.

Doli Kurnia soal Money Politic Dilegalkan: Itu Sindiran Saja, Masa Penyakit Dipelihara

Menurut Eep, metode pengambilan sampel untuk masing-masing survei tersebut adalah multistages random sampling. Terkait jumlah responden, masing-masing survei di tingkat nasional adalah 2.600 orang.

Jumlah responden untuk masing-masing survei di tingkat provinsi adalah 1.200 orang. Sedangkan jumlah responden di tingkat kabupaten dan kota adalah 1.200 orang dan 440 orang.

Tak Setuju Money Politic Dilegalkan, Ketua Komisi II DPR: Satu Rupiah Pun Harus Kena tangkap

Hal yang menarik, dijelaskan Eep adalah tingginya angka pemilih yang membentuk pilihannya sendiri dalam lingkungan terkecil seperti, keluarga, RT dan RW.

Eep merinci, untuk Jawa Tengah (2018) 65,9 persen, Jawa Timur (2018) 72 persen, Banten (2016) 74,5 persen, DKI Jakarta (2017) 85,7 persen.

Sedangkan di daerah Sumatera, Eep menuturkan, wilayah Sumatera Barat (2014) 61,7 persen, Jambi (2015) 89,3 persen,  Kepulauan Riau (2015) 79,3 persen, Bangka Belitung (2016) 90,7 persen, Sumatera Selatan (2017) 52,9 persen, Sumatera Utara (2017) 66,6 persen, Lampung (2018) 82 persen dan Riau (2018) 72,4 persen.

Untuk provinsi lain Eep menjelaskan, di  Sulawesi Utara (2015) 92,4 persen, Sulawesi Selatan (2017) 74,3 persen,  Sulawesi Barat (2017) 69,1 persen, Maluku Utara (2018) 72,4 persen,  Nusa Tenggara Barat (2018) 71,8 persen, Kalimantan Timur (2018) 53,5 persen.Ditambah Eep, survei ini menunjukkan bahwa di tengah tumpukan kabar buruk jelang Pilpres, ada kabar baik bahwa masyarakat Indonesia sudah mandiri dalam menentukan pilihannya. 

"Pemilih sudah mandiri, tidak lagi terpengaruh dengan politik uang. Ini adalah kabar baik di tengah tumpukan kabar buruk tentang pilpres," tambahnya.

Gedung KPK (Foto Ilustrasi)

Penyaluran Bansos Disetop Sementara Jelang Pilkada, KPK: Hentikan Bentuk-bentuk Money Politic

Pemerintah melalui Kemendagri sepakat soal penyaluran bansos disetop sementara hingga untuk menghindari kepentingan pribadi dari kontestan pilkada.

img_title
VIVA.co.id
13 November 2024