Kisah Para Caleg Gagal: Dari Gangguan Jiwa Hingga yang Tidak Kapok
- bbc
Jani bukannya tidak kecewa sang suami tak lolos ke parlemen, tapi ia tahu ada peran lebih penting yang harus ia mainkan ketika sang suami kalah bertarung.
"Saya lebih banyak menyediakan kuping aja untuk dengar," ujar Jani santai.
Cekcok kadang terjadi, apalagi kondisi finansial mereka jatuh setelah Delianur gagal. Mereka terpaksa menggadaikan mobil yang masih dicicil untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Akan tetapi, Jani dan sang suami mencoba mengisi masa-masa sulit itu dengan perbincangan mendalam dan menata ulang prioritas dan target hidup mereka berdua.
"Kalau tahu apa yang mau dilakukan ke depan, yuk disusun lagi," ujarnya.
Ketika kekalahan kedua mendarat di depan mata sebulan yang lalu, peran Jani tidak berubah. Ia tetap menjadi pendengar di kala sang suami terpuruk.
Tetapi kali ini mereka tak larut dalam kekecewaan. Keduanya sudah memasang garis antisipasi kalau-kalau - dan memang akhirnya terjadi - kalah kembali.
"Saya pun nanya ketika 2019, ` nyaleg lagi? Yakin? Udah siap kalau menang? Udah siap kalau gagal?` saya tanya itu," tutur Jani.
"Dan di 2019 sekarang saya merasakan bahwa mungkin yang dialami - kekecewaannya - tidak sebesar 2014, karena kita punya pengharapan lain yang lebih besar, ada prioritas lain."
Pengharapan itu adalah melanjutkan studi mereka di luar negeri dengan membawa serta anak-anak.
Delianur pertama kali maju nyaleg setelah diajak langsung oleh ketua umum PAN Hatta Rajasa tahun 2012 lalu, saat ia masih bekerja di Kementerian Koordinator Perekonomian, kementerian yang dipimpin Hatta kala itu - BBC
Sementara itu, Delianur bersyukur respons keluarganya tidak menyudutkannya ketika tahu ia gagal dan gagal lagi. Ia lega karena tidak diperlakukan sebagai "pesakitan hanya gara-gara kalah nyaleg ".
"Istri saya ketika saya kalah itu, saya ingat betul, dia itu lebih memastikan kondisi psikologis saya, apakah saya down atau tidak," ungkap Delianur.
"Keluarga cukup kondusif. (Mereka) tidak menganggap kekalahan itu sebuah kehinaan," tuturnya.
Ia kemudian menyadari bahwa peran keluarganya dalam kondisi itu amatlah penting. Sang istri, ibunda, ibu mertuanya, hingga saudara kandung maupun ipar tidak menuntut apa pun atau larut dalam kekecewaan. Padahal, berbagai bantuan juga diberikan oleh mereka.
"Istri memang perannya sangat vital, keluarga sangat vital, tetapi harus diingat, walaupun mereka punya peran sangat vital, tapi jangan menumpahkan semua masalah itu ke dia," imbuhnya.
Menurut Jani, akan ada banyak alasan untuk tenggelam dalam keterpurukan ketika sang suami gagal melaju ke parlemen. Akan tetapi, mereka punya alasan kuat untuk segera bangkit setiap mereka jatuh.
"Di sekeliling kami itu masih banyak yang perlu kami syukuri daripada kami sesali," katanya.
Pendampingan menjadi kunci penyembuhan
Psikiater di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Doktor Cipto Mangunkusumo (RSCM), dokter Hervita Diatri, mengatakan bahwa gejala stres sesungguhnya merupakan respons normal yang sering dialami manusia.
"Sangat wajar ketika kita pengin lulus, terus kita enggak lulus, kita merasa sedih, kita merasa kecewa, itu kan biasa saja," tutur Hervita kepada BBC News Indonesia.
- BBC
Hal ini berlaku pula bagi para caleg yang gagal lolos ke parlemen. Respons stres menjadi hal yang wajar mereka alami.
Menurutnya, stres sesungguhnya bisa diatasi oleh individu masing-masing.