Para Perantau yang Terancam Kehilangan Hak Suara
- bbc
Bukan hanya Elly, Sri Wahyuni terpaksa pulang tanpa hasil. Padahal, ibu berusia 66 tahun itu sudah bersemangat ingin mendaftarkan asisten rumah tangganya (ART) agar bisa memilih di Jakarta, tanpa harus pulang kampung ke Jawa Tengah.
"Karena ART itu kalau mau pulang, kan sebentar lagi puasa. Puasa lebaran. Dia kan, dana-nya nanti sia-sia kalau pulang dua kali," kata Sri.
Hak suara lainnya yang terancam hangus adalah milik mahasiswa perantau di Jakarta, Hafizah. Mahasiswa asal Sumatera Barat ini tak bisa lagi menggunakan hak suaranya karena tidak masuk dalam kondisi tertentu.
Hafizah juga mengungkapkan putusan MK tidak adil bagi pelajar yang menempuh pendidikan di daerah rantau. Sebab, MK memutuskan mengakomodasi para pekerja formal yang bekerja di luar kota untuk mendaftar hingga 10 April mendatang, tapi tidak untuk pelajar.
"Kurang adil sih, karena kan, yang mahasiswa udah punya hak untuk memilih. Jadi, kenapa semua tidak disamaratakan saja haknya?" tanya Hafizah.
Seperti apa kritik terhadap putusan MK?
Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini, menilai putusan MK ini tidak sepenuhnya seperti yang dia harapkan.
Titi adalah salah satu orang yang menggugat sejumlah pasal Undang-Undang Pemilu nomor 7 tahun 2017 yang kemudian diloloskan sebagian oleh MK melalui putusan uji materi pada 28 Maret lalu.