Pedagang Kopi dan Eks Tukang Ojek Mengadu Nasib Menjadi Wakil Rakyat
- bbc
Kisah mantan tukang ojek jadi wakil rakyat
Abdul Wahid Ibrahim alias Awi telah menjalani lika-liku yang dilakoni Eha, lima tahun lalu. Tahun 2014, ia memberanikan diri maju sebagai calon anggota legislatif melalui partai yang diikutinya sejak tahun 2010, Partai Amanat Nasional.
"Masih saya tukang ojek, sehingga di 2014 saya mencoba mencalonkan diri," tutur Awi, dengan dialek Manadonya yang kental, kepada BBC.
Awi menjadi pengendara ojek sejak tahun 2009. Saat itu, penghasilan rata-ratanya yang Rp150 ribu per hari digunakan untuk menghidupi istri dan ketiga anaknya yang tengah beranjak dewasa.
" Alhamdulillah wa syukurillah bahwa pendamping saya, istri saya itu, punya usaha tersendiri jual kue," ungkapnya. "Bahkan sampai sekarang saya sudah hampir lima tahun di DPR(D), jinjingan kue itu terus berjalan. Dari pertama menikah, (istri) sudah membantu itu."
Awi berasal dari keluarga yang hidup dengan kondisi kurang mampu. Ia sendiri merupakan lulusan sekolah menengah atas (SMA). Meski berprestasi selama mengenyam bangku sekolah, ia tak mampu melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi karena keterbatasan finansial keluarga.
Selepas sekolah, ia mengawali karir sebagai karyawan sebuah perusahaan perkebunan di Kabupaten Minahasa. Tak bertahan lama - karena bangkrut - Awi banting stir menjadi seorang tibo-tibo, pedagang ikan yang menjajakan ikan segar hasil tangkapan nelayan di laut kepada para pedagang eceran di pasar.
"Itu kurang lebih ada sekitar 15 tahun menjalani profesi itu (menjadi tibo-tibo )," ungkap Awi.
Sejak sempat jatuh sakit tahun 2009, Awi tak lagi mampu bekerja di industri jual-beli ikan yang sarat suhu dingin. Awi kembali beralih profesi, dan kali itu memutuskan menjadi seorang tukang ojek.
Di luar dugaan, ngojek justru menginspirasi dirinya untuk menjadi seorang anggota dewan.
"Di ojek itu banyak sekali kita mendapatkan aspirasi. Kadang-kadang, tanpa disadari oleh penumpang, kita juga sebagai driver ojek, ada keluhan dari batin dan dari hati para penumpang ojek ini," tuturnya.
"Ada mereka yang mengatakan `aduh, kita juga akan punya beban untuk membayar biaya sekolah, punya beban untuk masuk rumah sakit`," lanjut Awi.
Keputusannya maju dalam pemilihan legislatif 2014 diakuinya mendapat dukungan penuh masyarakat sekitar. "Saya bilang `kalau saya mau nyaleg gimana?`, sudah, `kita akan pilih`," ungkap Awi menirukan percakapannya dengan beberapa rekannya.
Keputusan itu juga tak lepas berkat keseharian Awi yang aktif berorganisasi. Ia merupakan ketua badan takmir masjid di lingkungan rumahnya, menjadi ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat setempat, hingga menjadi ketua Dewan Pimpinan Cabang PAN Kecamatan Tuminting.
Awi lantas nekat nyaleg dengan modal uang yang minim. Akan tetapi, dengan modal sosial yang dikantonginya, Awi berhasil menghimpun dana kampanye - yang ia sebut sebagai utang - hingga Rp49 juta dari para pendukungnya.
"Terkait pelaksanaan kampanye, tahapan-tahapan yang lain itu, termasuk tatap muka seperti ini, itu dibiayai oleh teman-teman, dibiayai oleh konstituen," kata Awi.
"Kantong saya pribadi itu tidak pernah terkumpul uang. Saya dapat hari ini kadang-kadang tinggal besok untuk makan, dapat hari ini persiapan untuk besok, kita tidak pernah merasakan ada (uang berjumlah) jutaan di kantong," paparnya.
Dengan modal tersebut, Awi mengetuk satu per satu pintu rumah warga di Kecamatan Tuminting, Bunaken, dan Bunaken Kepulauan, untuk memperkenalkan diri dan tujuannya nyaleg . Yang tak biasa, Awi mengaku tidak pernah menjanjikan apa pun kepada konstituennya.
"Sebetulnya janji-janji ini sebagian besar - menurut saya - yaitu adalah sebagian besar terjadi pembohongan. Oleh karena itu saya tidak pernah berjanji," ujarnya.
Hanya satu strategi Awi: berbicara untuk meyakinkan konstituen.
"Yang sangat diinginkan mereka itu melihat bahwa sosok yang mereka pilih, dia akan tampil berbicara di hadapan podium," ujarnya. "Mereka berpikir karena latar (belakang)nya tukang ojek, mampukah dia berbicara di depan panggung? mampukah dia berbicara di depan umum?"
Strategi itu akhirnya membawa Awi duduk di kursi parlemen Kota Manado.