Prabowo Kritik Konsep Diplomasi Jokowi: Diplomasi Hanya Senyum-senyum
- ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
VIVA – Calon presiden Prabowo Subianto mengkritik konsep diplomasi pemerintah Indonesia menurut rivalnya, Joko Widodo. Menurut Prabowo, diplomasi ala Jokowi terlalu lemah karena tidak didasarkan atas sistem pertahanan dan keamanan negara yang kuat.
Prabowo menekankan sasaran kritiknya pada konsep diplomasi Jokowi yang merasa bangga karena Indonesia dimintai bantuan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa untuk mendamaikan konflik di Afghanistan dan menyelesaikan masalah di negara bagian Rakhine di Myanmar.
Bagi Prabowo, membantu perdamaian dunia tidak salah dan memang sebuah keharusan. Indonesia sebagai negeri Muslim terbesar di dunia, punya modal besar dan penting dalam hal itu, terutama bagi negara-negara Muslim lainnya.
Tetapi, Prabowo mengkritik, itu diplomasi yang seolah lembek karena tidak didasarkan pada sistem pertahanan dan keamanan yang kuat. Para diplomat, katanya, memang dibayar untuk bersikap baik dan bersahabat serta banyak senyum. Tetapi, begitu saja tidak cukup.
"Diplomasi harus di-back up kekuatan (angkatan bersenjata). Semua diplomat dibayar untuk menjadi orang baik. Diplomasi kalau hanya senyum-senyum, yah, begitu-begitu saja, Pak," katanya dalam debat kandidat di Hotel Shangri-La, Jakarta, pada Sabtu, 30 Maret 2019.
Prabowo mengingatkan, dalam bidang hubungan internasional, ada satu diktum the cores of nationality (kepentingan inti satu negara). Dia mengklaim sangat menguasai di bidang pertahanan dan keamanan.
"Kekuatan pertahanan kita sangat rapuh dan lemah. Bukan salah Bapak; enggak tahu saya," katanya.
Prabowo menyela karena sejumlah hadiri menertawakan penyataannya. “Kenapa kalian ketawa? Pertahanan kita rapuh kalian kok ketawa. Saya tahu pertahanan kita sangat lemah."
Jokowi menjawab kritik Prabowo bahwa diplomasi yang dikembangkan Indonesia bukan melulu dalam bidang pertahanan dan keamanan, melainkan juga dalam bidang industri, perdagangan, finansial, dan lain-lain. Dia mencontohkan peran diplomasi Indonesia dalam preferential trade agreement (PTA) dan free trade agreement (FTA).
"Kita bisa membicarakan tarif dan nontarif. Kita punya diplomat yang sangat pintar. Kita sudah menandatangani dengan Australia agar produk-produk kita bisa masuk ke sana," ujarnya.